Skip to main content

Posts

Showing posts from August, 2010

Kisah Kembara

Banyak tanya tersiar sejuta kabar tersebar seluruh jagat gempar menanti sebuah berita besar Penghuni bumi tak pernah henti tuk berlomba telanjangi semua misteri dan teka teki Semesta raya seolah bergurau dengan suaranya yang parau kau anak Adam perkasa kemanakah gerangan terkasih Hawa Sila kau pandang mata sebelah ketika kau dakwa aku rasa bersalah tapi aku tak pernah menyerah walau darahku tak lagi merah Surya bersiasat dengan masa atur usia sedemikian rupa hingga buat gentar asa bahwa penantianku percuma adanya Hayatku tak serapuh itu raga dan jiwa tetap bersatu mencari sahabat setia wahyu kelak berbukti, kau kan mengaku Hari ini ku bawa bukti mari alam kau jadi saksi ku tlah temu bagian hati kawan setia sehidup semati Kini nurani kembali ceria bagai anak pulang kembara dapati hangat tawa bahagia berpadu dengan kekasih sampai akhir masa

Harta Semesta

Ku punya kabar gembira hendak ku sebar ini berita sendengkanlah telinga siaplah dengar ini suara Langit bumi dan segala isi janganlah engkau saling beriri jika tahu apa yang ku beri akan buat engkau sakit hati Akulah sang kelana yang tak pernah bermuram durja segala daya upaya kini mulai nampak nyata Wahai kau langit tiada guna bermuka sengit oh saudara gunung janganlah engkau murung Laut ganas bergelora apakah gerang kau membara angin dingin pemberi nyeri usah kau umbar dengki Hendaklah kau tahu sobatku jangan terlintas tanya ragu seolah aku beri haru pada pandang yang nampak semu Kini ku sua sang kekasih perempuan rupawan tak suka selisih jangan kau coba tuk mengusik kekasih hatiku nan cantik Wanita lembut dan perkasa dialah penakluk rimba raya semua mahkhuk sontak berkata jagalah dia sang harta tiada tara Wanita tenang tanpa bimbang ya... dialah penentu seimbang jangan buat hatinya gusar jika tidak kau dapat amar Aku adalah lelaki sang pengembara bumi dapatkan gadis berkah ilahi hat

Berita dari Negeri

Selamat pagi dindaku bagaimana kabarmu sebelas hari berlalu ku tahu kau menikmati sang waktu Jumpakah dengan anoa? apa saja yang kau cerita apakah cerita bahagia atau berita sengsara Semenjak kau pergi banyak hal terjadi di negeri apakah ku harus berbagi tentang galau hati ini? Aku tak tahu lagi ke mana harus ku cari kebenaran sejati keadilan hakiki yang dinanti kau bangga jadi warga negeri kaya? jika kau tahu malaysia curi harta kita puas dengan hasil perjuangan? jika pencuri uang rakyat mendapat ampunan Naluri keadilan dan kebangsaan ini berontak bagai meriam siap melentak hati ini ingin teriak bagai samudera riuh bergejolak Gemeretak gigi melihat kita kalah strategi melawan malaysia keji yang girang menari-nari Hati sakit tak terperi ketika para pengkhianat negeri antri remisi dan grasi di masa yang mereka kata demokrasi Bangsa ini kian terpuruk di tengah kerumun cecunguk busuk yang berlomba cari sanjungan muluk di tengah caci dan kutuk Tak sampai hati ku berbagi misteri yang hanya

Ganyang Malaysia!

Darah ini telah mendidih tersayat sembilu nan perih napas dan jerit merintih apakah pantas ku bersedih? Wahai engkau bangsa merdeka apakah kau peduli negara ketika sang durjana berlaku nista di daulat negeri tercinta Sabar ini sudah habis menjadi korban nafsu bengis mengapa ku hanya bisa menangis saat durjana menyerang sadis Zaman dan masa telah berlalu saudara serumpun masih yang itu hati dan pikir mereka buntu selalu anggap kita seteru Negeri kaya tanpa daya mengapa gerang tak kau bela putra bangsa teraniaya emban tugas suci mulia Di manakah sang penguasa? ketika putra bangsa ternista saat nyawa tidak berharga dan kita hanya bisa terpana Jika Putra Fajar kuasa berlaga tanpa prasangka akan dibela perintah tegas serta mulia tuk jaga kita punya wibawa Ingin mulut ini teriak kaki dan tangan siap gerak hati dan jiwa bersatu tindak tuk jaga jaya saudara dan sanak Tangan rela sudah terkepal hati jiwa berbulat tekad kirim kami ke ujung tapal bawa derita pada si laknat Kehormatan kita sebagai

Pusara Merdeka

Suara ini begitu kentara kuat mendobrak pintu pusara tak henti bak baris tentara maju teguh ke medan laga Kata demi kata kembali telisik teriakan sanubari nan memekik merdeka atau mati semboyan kekal demi negeri Silih berganti sang kala lewati segala realita saat kembali renung merdeka tampak semua tak sempurna Aku artikan merdeka bukan kedaulatan negara belaka rakyat negeri sejahtera itulah bisik sang empunya suara Kini semua semu adanya banyak kabar siar berita lihat warga gugat angkara kemakmuran jauh tak terkira Sengsara harta jiwa dan raga lebih derita dari zaman tetua yang saksi bersimpuh duka ratap sedih pejuang negara Indonesia merdeka ada di mana makmur bahagia tidak merata satu demi satu buka suara mulai bertanya aku ini milik siapa Kecewa amarah pada penguasa tak pernah lekang dirundung masa itulah potret kondisi negara yang kau sebut Indonesia Sejenak ku ragu pada merdeka di manakah sejahtera merata Kemelaratan dan sengsara makin meraja di bumi yang kaya raya Adakah sudi te

Sempurna Dalam Ketidak Sempurnaan

Part 1 Sore itu di ruang tamu rumahku, “Haah…., sudah cukup hubungan kita !” Teriakku dengan parau dan amarah yang memuncak di ubun-ubun, memecah keheningan pagi itu. Karena sudah tidak dapat aku pendam lagi, akhirnya kata-kata yang selama ini aku pantangkan, terlontar juga, “Mulai saat ini kita cerai, muak gua lihat muka loe! Mau mati kek, mau minggat kek, emang gua pikirin ?” Duduk di hadapanku sesosok perempuan dengan mata sembab dan wajah yang basah oleh air mata. Ya, dia adalah istriku. Seorang perempuan yang sudah mendampingiku selama 5 tahun ini. Dengan terisak, dia mengatakan “Baik, aku juga sudah muak dengan semua ini !” Dengan terbata-bata, dia melanjutkan luapan emosinya, “Aku, aku sudah salah memilih kamu sebagai suamiku…hu..uu….” balasnya sambil menatap penuh kemarahan ke arahku. Mendapat tantangan seperti ini, naluri jantan dominanku mulai bereaksi “Ok, siapa takut !” tungkasku. “Mulai saat ini ambil semua bajumu dan pergi dari rumah ini! Gua ga sudi lihat muka loe di sin

Suara

Ting.. Ting.. Ting.. bukanlah gelas yang berdenting itulah jiwaku teriak nyaring Entah mengapa ku tak kuasa tuk tahan gelora dalam sukma ketika merindu yang dipuja Walau ku sering dengar tapi mengapa jiwa ini tak henti getar ketika suaramu menyapa segar Bagai musafir bertemu air sontak hatiku riang tanpa pikir kabar berita tak henti mengalir tuk puaskan dahaga hingga akhir Tik.. Tik.. Tik.. mengapa waktu selalu usik kala kekasih jiwa cengkrama asyik umpama puisi kehilangan larik Jarak bak mandor budak pisahkan anak dari bapak tanpa peduli hati kita teriak namun apa daya ku tak bisa berontak Bila kau tanya pada sang jiwa indera mana yang disuka tentu dengan mantapnya kan dijawab telinga Walau mata raga tak kuasa tuk tatap lekat yang dicinta biarlah suara mesra jiwa satukan rindu kita

Arumanis: Kudapan Tak Lekang Waktu

Bagi generasi sekarang, yang tinggal di kota besar seperti Jakarta, mungkin sudah tidak kenal lagi dengan Arumanis, kudapan yang cukup digemari anak 20 tahun yang lalu. Arumanis, dari namanya sudah bisa dibayangkan rasanya. Kudapan manis ini, dibuat dari gula pasir biasa yang dibakar pada kompor yang berputar. Kristal gula yang terbakar, akan berubah menjadi jalinan serabut tipis yang berwarna putih kecoklatan. Jika ingin berwarna-warni, tinggal diberi pewarna makanan saja. Umumnya, arumanis dijajakan dengan warna merah menyala, sehingga menarik minat anak-anak untuk mencicipnya. Sekira dua puluhan tahun yang lalu, arumanis merupakan kudapan populer. Tidak saja di kota Jawa saja, tapi juga di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Seiiring berkembangnya zaman, kudapan populer ini semakin terpinggirkan. Kini, sudah susah untuk mencari arumanis di kota besar di Jawa, sebut saja Jakarta. Beruntung saat berkunjung ke Kabupaten Bogor, saya masih bisa menemukan penjaja arumanis keliling di Desa Ci