Skip to main content

Berita dari Negeri

Selamat pagi dindaku
bagaimana kabarmu
sebelas hari berlalu
ku tahu kau menikmati sang waktu

Jumpakah dengan anoa?
apa saja yang kau cerita
apakah cerita bahagia
atau berita sengsara

Semenjak kau pergi
banyak hal terjadi di negeri
apakah ku harus berbagi
tentang galau hati ini?

Aku tak tahu lagi
ke mana harus ku cari
kebenaran sejati
keadilan hakiki yang dinanti

kau bangga jadi warga negeri kaya?
jika kau tahu malaysia curi harta kita
puas dengan hasil perjuangan?
jika pencuri uang rakyat mendapat ampunan

Naluri keadilan dan kebangsaan ini berontak
bagai meriam siap melentak
hati ini ingin teriak
bagai samudera riuh bergejolak

Gemeretak gigi
melihat kita kalah strategi
melawan malaysia keji
yang girang menari-nari

Hati sakit tak terperi
ketika para pengkhianat negeri
antri remisi dan grasi
di masa yang mereka kata demokrasi

Bangsa ini kian terpuruk
di tengah kerumun cecunguk busuk
yang berlomba cari sanjungan muluk
di tengah caci dan kutuk

Tak sampai hati ku berbagi misteri
yang hanya mereka pahami
apa guna kita mencaci
jika nurani mereka tuli

Lewat puisi ini ku berbagi
segala derita negeri
yang kau dan aku diami
sampai ajal menanti

Di mana keadilan, kemakmuran dan harga diri
apakah ini tanda bagi terwarisi
untuk gugat suara nurani
demi tegak bumi pertiwi?

Sejuta syak dan prasangka
hilir mudik tak kunjung sirna
selidik tanya berbagai perkara
cari jawab entah di mana

Mengapa dan mengapa
buat kepala ini hampir gila
ku hanya bisa mengadu pada dunia
melalui guratan guratan pena

Kasihku, anggaplah ini angin lalu
bagai sayur inilah bumbu
biarlah jawab itu meragu
di tangan kuasa ambigu

Diah ayu bestari
ku tak rela kau pikir ini elegi
biarlah jadi sebuah misteri
menunggu adil yang sejati

Lekaslah engkau kembali
tuk kita kembali berbagi
dunia indah yang diimpi
berdua bersama sampai mati

Mungkin kelak di sana
jawab itu kan berada
adil, makmur, sejahtera
cita-cita sejati pendiri bangsa

Comments

Popular posts from this blog

Akhirnya Kena Tilang Kedua

Nasib orang siapa tahu, kira-kira begitulah bunyi sebuah kata bijak yang kerap kita dengar. Kejadian itu akhirnya terulang lagi pada 2 September 2008 jam 23.30 di sekitaran Tebet. Hari itu aku ada pertemuan dengan Edy dan Nai di Mampang Prapatan. Biasalah membahas tentang kerjaan. Setelah selesai, jam 23.00 aku dan Edy beranjak pulang dengan rute pertama adalah mengantar Edy ke Cawang, karena dia akan pulang ke Bogor. Sesampainya di jalan protokol, saat akan putar balik ke arah Cawang perasaan mulai tidak enak. Di beberapa titik kami menyalip patroli BM. Sebenarnya kekhawatiran itu tidak perlu muncul jika saja lampu motorku bekerja dengan baik. Sebelumnya memang sudah diingatkan Pandam untuk berhati-hati jika melalui jalan protokol apalagi dengan lampu yang hidup enggan matipun tak mau, bakal jadi sasaran empuk patroli BM. Perjalan menuju Cawang tidak menemui hambatan berarti, walaupun pupil mata harus bekerja maksimal, maklum perjalanan hanya memanfaatkan cahaya bulan dan sorot kenda...

#30DWC : Saya Bangkit karena Kalian, Terima Kasih Teman!

Menginjak hari ke 29, saya menilai bahwa #30DWC merupakan tantangan yang luar biasa. Tulisan ini merupakan kilas balik perjalanan saya mengikuti tantangan 30 hari menulis tanpa henti (#30DWC). Para peserta dipaksa menulis dan mengunggah tulisan setiap hari pada jam yang telah ditentukan.  Pada awal bergabung di #30DWC saya berpikir bahwa menulis setiap hari itu mudah. Jumlah kata yang disyaratkan dalam tulisan harian tersebut minimal sebanyak 200 kata. Rekam jejak saya di enam hari pertama cukup baik. Tulisan saya rata-rata bisa membukukan 1.000 kata di setiap unggahan.  Memasuki hari ketujuh, saya masih bisa mengirim tulisan. Namun stamina menulis saya sudah menurun. Saya mulai terlambat mengirim tagihan tulisan. Puncaknya adalah hari kesembilan. Hari itu adalah hari terakhir saya mengirim tagihan tulisan ke WA grup Aksara. Memasuki hari kesepuluh saya tidak aktif sama sekali. Alhasil saya menyandang status drop out. Setiap hari muncul rekap hasil tulisan teman-teman di grup....

Muara Angke, Monumen HAM Abadi

Bagi para penikmat sejarah Batavia , asal muasal nama Muara Angke ini sangat banyak ragamnya. Dan menarik untuk disimak. Tapi dalam rangka peringatan hari Hak Asasi Manusia ( HAM ) 10 Desember ini, saya akan menuliskan ulang tragedi kemanusiaan yang pernah terjadi di Jakarta. Kita akan bernostalgia di Batavia zaman Vereenigde Oost-Indische Compagnie ( VOC ) berkuasa di Nusantara. Pada mulanya Belanda datang ke Nusantara dengan maksud berdagang rempah-rempah. Namun karena persaingan dagang di antara negara penjelajah-pedagang seperti Portugis, Spanyol dan Inggris semakin sengit, membuat Belanda makin sewot dan gerah. Harga jual rempah-rempah setibanya di Belanda sangatlah mahal, karena rantai distribusinya sangat panjang. Untuk memotong jalur ini, maka sejak 1602 Belanda memulai kegiatan dagangnya di Nusantara. Semenjak mendapatkan Nusantara, Belanda ”seng ada lawan”. Pasalnya, seluruh perdagangan rempah-rempah telah dikuasai VOC. Hegemoni perdagangan ini semakin lama semakin...