Akhirnya Kena Tilang Kedua

Nasib orang siapa tahu, kira-kira begitulah bunyi sebuah kata bijak yang kerap kita dengar. Kejadian itu akhirnya terulang lagi pada 2 September 2008 jam 23.30 di sekitaran Tebet.

Hari itu aku ada pertemuan dengan Edy dan Nai di Mampang Prapatan. Biasalah membahas tentang kerjaan. Setelah selesai, jam 23.00 aku dan Edy beranjak pulang dengan rute pertama adalah mengantar Edy ke Cawang, karena dia akan pulang ke Bogor. Sesampainya di jalan protokol, saat akan putar balik ke arah Cawang perasaan mulai tidak enak. Di beberapa titik kami menyalip patroli BM. Sebenarnya kekhawatiran itu tidak perlu muncul jika saja lampu motorku bekerja dengan baik. Sebelumnya memang sudah diingatkan Pandam untuk berhati-hati jika melalui jalan protokol apalagi dengan lampu yang hidup enggan matipun tak mau, bakal jadi sasaran empuk patroli BM.

Perjalan menuju Cawang tidak menemui hambatan berarti, walaupun pupil mata harus bekerja maksimal, maklum perjalanan hanya memanfaatkan cahaya bulan dan sorot kendaraan yang melintas. Sesekali harus melibas jalan berlubang yang menganga di tengah jalan merupakan permakluman.

Selepas menurunkan Edy di Cawang, aku bergegas mengarahkan motor ke bilangan Slipi. Saat memacu Tornado pada full speed, tujuannya sih supaya lampu depan bisa menyala lebih terang, dikejauhan nampak iringan patroli BM. Ini pasti ada yang tidak beres, ujarku dalam hati. Melihat kondisi itu, aku segera mengecek kondisi lampu dengan memencet tombol-tombol di stang kemudi motor. Tidak berapa lama kemudian, aku mendahului iringan motor BM itu dengan posisi setenang mungkin, seolah tidak ada yang salah di motorku. Setelah mendahului patroli BM, kok sepertinya ada seseorang yang berjalan di samping kanan. Dengan lagak sok cuek, tatapan mata dingin lurus ke depan sambil berusaha bermimik setenang mungkin. Ternyata, patroli BM yang ada di sampingku. Aku pikir mereka hendak mendahuluiku. Eh ternyata, dengan kode tangan mereka meminta aku untuk menepi. Waduh, celaka 13 nih, mo kasih alasan apa ya? Segudang alasan segera tersusun di otak dan siap untuk dilontarka jika petugas bertanya.

Dengan sikap tenang, aku coba menghadapi petugas tersebut, namanya klo tidak salah terbaca Anton S, entah pangkatnya apa, yang pasti saat ini nasibku berada di ujung tanduk. "Selamat malam pak, kenapa dengan lampunya? Bisa lihat SIM dan STNK ?" ujar petugas itu. Sejurus kemudian, dia bertanya, dari mana, mau kemana, kerja dimana, rangkaian pertanyaan interogatif yang aku dengar. Dari pada aku berbohong lebih baik aku jelaskan kejadian yang sebenarnya. Dan masalah dengan lampu itu, memang karena sikap keras kepalaku. Alasan yang aku lontarkan karena bekum sempat service, karena pulang kerja malam terus. Entah petugas itu memaklumi jawabanku atau tidak aku tidak tahu.

Kemudian petugas Anton bertanya "Ini mau ditilang atau nitip pak?" Waduh, kejadian lagi deh umpatku dalam hati. Dengan berat hati aku bilang, "Nitip saja pak, pengertian sedikitlah, sedang bokek nih !" sambil kukeluarkan dompet tebalku yang berisi tumpukan kwitansi dan beberapa lembar uang rupiah. Penampilan dari dompet itu sepertinya cukup beralasan, bahwa aku memang bokek. Bayangkan di sela-sela tumpukan nota-nota itu tersembul selember uang 20 ribu dan beberapa lembar uang ribuan.

Sambil pasang tampang memelas, aku kasih saja selembar 20 ribuan. "Adanya cuman segini pak, sisanya mo aku pakai untuk service." Dengan tersenyum hambar, akhirnya petugas itu menerima uang yang aku sodorkan. Sambil memberi peringatan, jangan lupa memperbaiki lampu.

Tidak lama kemudian patroli BM itupun meninggalkanku dan melaju mencari para pelanggar lalu lintas yang lain. Aku segera memasukkan SIM dan STNK serta menghidupkan tornado dan memacu laju agar sang lampu mau menerangi jalanku. Iringan patroli BM yang tadi menilangkupun aku lalui dengan cepat dan aku sudah berada jauh meniggalkan mereka. Eh, sesampainya di perempatan arah ke Mampang ada sekelompok BM lagi yang tengah menghentikan para pelanggar lalu lintas. Segera deh, muncul berbagai alasan di kepala, jika mereka memergoki lampu motor yang redup. Untung aku bisa mengambil posisi di kanan jalan, sehingga tidak ketilang lagi. Masa mau kasih uang ribuan ke petugas, apa kata dunia.

Akhirnya, aku bisa sampai di rumah dengan selamat, walaupun dengan penerangan seadanya. Sejak kejadian itu, hari berikutnya, aku segera memperbaiki lampu motor. Jangan sampai kena tilang lagi dengan pelanggaran yang sama.