Skip to main content

Tante Rica

Perjalanan ke Belanda pada awalnya adalah perjalanan studi. Tapi siapa sangka di setiap perjalanan akan mendapatkan kejutan. Selain bertemu teman kuliah yang menetap di Utrecht, ternyata saya memiliki kerabat jauh. Namanya, Tante Rica Seum.

Tante Rica adalah kerabat jauh dari ayah saya dari Papua. Cerita yang saya dengar dari beliau, Tante Rica meninggalkan Papua ke Belanda ketika ada exodus besar-besaran ketika "integrasi" Papua dengan Indonesia pasca Penentuan Pendapat Rakyat tahun 1969. PEPERA menjadi titik awal terbentuknya kelompok yang ingin memisahkan diri dari Indonesia. Beberapa artikel menyebut bahwa PEPERA sudah ditunggangi kepentingan "Jakarta." 

Sebagai akibat dari ketidak puasan tersebut, beberapa orang Papua yang berafiliasi dekat dengan Belanda memilih exodus dengan alasan keamanan. Maklum, pada saat itu, bagi yang terindikasi memiliki kedekatan dengan Belanda tentu akan mendapatkan perlakukan sadis dari militer. Minimal dipenjara, dan paling sadisnya adalah dibunuh.

Meninggalkan Papua, Tante Rica mengikuti suaminya seorang tentara KNIL. Kedatangan keluarga Tante Rica pertama kali adalah ke Utrecht. Posisi Utrecht merupakan kota terpadat kedua setelah Amsterdam. Maka tidak heran Utrecht menjadi kota tujuan kedatangan imigran tersebut. Sepeninggal suaminya, keluarga Tante Rica pindah ke kota kecil, Deventer. Deventer ini berada 87 Km di timur Utrecht.

Pada kunjungan tahun 2010 tersebut, Tante Rica sudah berumur 60an tahun. Lama tidak berkomunikasi. Kemungkinan saat ini beliau sudah berumur 70an tahun.

Tante Rica bercerita, bahwa dia sangat rindu kampung halaman. Keluarga Seum berasal dari Pulau Roon. Pulau kecil di Teluk Cendrawasih, di utara Pegunungan Wondiwoi. Saya belum pernah mengunjungi kampung halaman ini, hanya mendengar cerita dari orang-orang tua saja. Salah satu foto yang ditunjukkan ke saya ketika berkunjung ke Deventer adalah foto sebuah gereja tua di Roon. Melihat foto tersebut, bisa mengobati rasa rindunya.

Tahun 1980an dan 1990an, Tante Rica pernah beberapa kali mengunjungi Papua. Bertemu sanak saudara di Papua. Semenjak kesehatannya menurun, dia sudah tidak bisa bepergian jauh lagi.

Ketika Tante Rica, menemui saya di Utrecht, beliau bersama suaminya kedua, Om Peter. Mereka berdua mengendarai mobil dari Deventer untuk menemui saya di Utrecht. Saat pertemuan pertama itu, kami makan di sebuah tempat makan berada sederetan dengan hostel. Tempat makan itu menjual kebab Turki. Saya memesan kebab domba dan kentang goreng. Pengalaman pertama kali makan di tempat makan di luar negeri.

Keberadaan Tante Rica di Belanda membuat tempat singgah saudara-saudara dari Papua untuk singgah. Ini merupakan kebiasaan dari masyarakat Papua. Hubungan kekerabatannya sangat erat hanya bermodalkan nama keluarga (marga). Nama keluarga bisa menunjukkan asal usul hubungan leluhur. Pada prinsipnya tante sangat "welcome", tapi dia sangat menghindari orang-orang yang datang dengan kepentingan politik perjuangan kemerdekaan Papua. Dia memilih hidup damai, berdamai dengan masa lalunya dan menikmati masa tuanya di Belanda.

 

Comments

Popular posts from this blog

Akhirnya Kena Tilang Kedua

Nasib orang siapa tahu, kira-kira begitulah bunyi sebuah kata bijak yang kerap kita dengar. Kejadian itu akhirnya terulang lagi pada 2 September 2008 jam 23.30 di sekitaran Tebet. Hari itu aku ada pertemuan dengan Edy dan Nai di Mampang Prapatan. Biasalah membahas tentang kerjaan. Setelah selesai, jam 23.00 aku dan Edy beranjak pulang dengan rute pertama adalah mengantar Edy ke Cawang, karena dia akan pulang ke Bogor. Sesampainya di jalan protokol, saat akan putar balik ke arah Cawang perasaan mulai tidak enak. Di beberapa titik kami menyalip patroli BM. Sebenarnya kekhawatiran itu tidak perlu muncul jika saja lampu motorku bekerja dengan baik. Sebelumnya memang sudah diingatkan Pandam untuk berhati-hati jika melalui jalan protokol apalagi dengan lampu yang hidup enggan matipun tak mau, bakal jadi sasaran empuk patroli BM. Perjalan menuju Cawang tidak menemui hambatan berarti, walaupun pupil mata harus bekerja maksimal, maklum perjalanan hanya memanfaatkan cahaya bulan dan sorot kenda

Impact of Agrarian Change in Indonesia

Indonesia is a country that is facing a number of challenges related to food security and social protection, particularly in the context of agrarian change. On one hand, the country has seen an increase in agricultural productivity and exports, which has contributed to economic growth and development. On the other hand, this agrarian change has also led to a number of paradoxes, including a decline in food security and social protection for many of the country's most vulnerable citizens. One of the main drivers of agrarian change in Indonesia is the expansion of commercial agriculture, particularly in the form of large-scale oil palm and pulpwood plantations. This expansion has brought significant economic benefits to the country, including increased exports, foreign investment, and job creation. However, it has also led to the displacement of smallholder farmers, the destruction of natural habitats, and the loss of traditional livelihoods. This has had a negative impact on food se

4 Pelajaran Terbaik yang Saya Dapatkan di 30DWC Jilid 34

Rabu, 19 Januari 2022 adalah akhir dari tantangan 30 hari menulis tanpa henti. Kami menyebutnya 30DWC (30 Days Writing Challenge ). Kegiatan yang saya ikuti ini sudah sampai pada jilid ke 34. Program 30DWC ini dirancang untuk melatih kebiasaan menulis bagi mereka yang mau membiasakan diri menulis.  Saya mengikuti 30DWC ini karena memang ingin menantang diri saya sendiri. Apakah saya bisa menulis setiap hari tanpa henti? Ya, ternyata saya bisa. Selama sembilan hari saya sangat bersemangat. Setiap hari saya mengunggah tulisan di blog pribadi. Tercatat ada 2 tulisan non fiksi dan tujuh tulisan fiksi berupa cerpen bersambung. Namun, konsistensi menulis itu hanya bertahan sampai hari kesembilan. Memasuki hari kesepuluh, saya sudah tidak sanggup. Kemudian mundur secara konsisten dan menghilang ditelan kesibukan.  Enam hari menjelang berakhirnya 30DWC, semangat menulis kembali muncul karena dorongan dari teman-teman. Saya lalu menyemangati diri sendiri, bahwa saya bisa menuntaskan perjalanan