Skip to main content

Menembus Batas Belanda: Belgia

Konon katanya, bila kita berada di Eropa, maka dengan mudah kita bisa berpindah negara dalam hitungan jam. Hal ini didukung oleh faktor geografis Belanda yang berbatasan dengan banyak negara. Selain itu adanya kebijakan satu visa Schengen. Tidak harus masuk melalui Belanda. Selama kita masuk Eropa melalui negara anggota Schengen, maka visa tersebut berlaku di 26 negara Eropa lainnya. Tawaran yang menyenangkan bukan?

Kesempatan emas ini jangan sampai lepas. Rombongan kami yang terdiri atas 18 orang dari Indonesia sudah mengatur rencana perjalanan jelajah Eropa. Masa tinggal dan uang kami terbatas. Karena itu, kami harus berhitung cermat untuk mengunjungi negara mana saja dengan sisa waktu dan uang yang ada.

Pilihan pertama adalah Belgia. Belgia di barat daya Utrecht. Jarak dari Utrecht sekitar 175 Km. Pilihan moda transportasi yang dipilih adalah kereta api. Kereta api merupakan pilihan yang sangat tepat bila akan bepergian lintas negara Eropa. Sepanjang perjalanan kita bisa menikmati pemandangan alam yang indah. Tipikal pemandangan alam Eropa yang rapi dan bersih, alias instagramable. Perjalanan Utrecht ke Brussel Central ditempuh sekitar 2 jam 30 menit.

Tata kota di Brussel, ibu kota Belgia tidak beda dengan kota Utrecht. Yang menarik adalah penggunaan bahasa. Belgia menggunakan bahasa Belanda, Perancis dan Jerman. Sepanjang ingatan saya, pemerintah Belgia menggunakan bahasa Perancis dan Belanda untuk penamaan tempat dan fasilitas publik. Contohnya seperti jalan menggunakan nama straat (Belanda) dan rue (Perancis) secara bersamaan.

Mengingat jarak Brussel ke Utrecht tidak jauh, kami tidak menginap di Brussel. Kami tiba di Brussel pagi hari, lalu sore hari sudah kembali lagi ke Utrecht. Lalu apa saja yang saya lakukan di Brussel selama kurang lebih 6 jam? Cerita ini akan saya lanjutkan di postingan selanjutnya.

Comments

Popular posts from this blog

Akhirnya Kena Tilang Kedua

Nasib orang siapa tahu, kira-kira begitulah bunyi sebuah kata bijak yang kerap kita dengar. Kejadian itu akhirnya terulang lagi pada 2 September 2008 jam 23.30 di sekitaran Tebet. Hari itu aku ada pertemuan dengan Edy dan Nai di Mampang Prapatan. Biasalah membahas tentang kerjaan. Setelah selesai, jam 23.00 aku dan Edy beranjak pulang dengan rute pertama adalah mengantar Edy ke Cawang, karena dia akan pulang ke Bogor. Sesampainya di jalan protokol, saat akan putar balik ke arah Cawang perasaan mulai tidak enak. Di beberapa titik kami menyalip patroli BM. Sebenarnya kekhawatiran itu tidak perlu muncul jika saja lampu motorku bekerja dengan baik. Sebelumnya memang sudah diingatkan Pandam untuk berhati-hati jika melalui jalan protokol apalagi dengan lampu yang hidup enggan matipun tak mau, bakal jadi sasaran empuk patroli BM. Perjalan menuju Cawang tidak menemui hambatan berarti, walaupun pupil mata harus bekerja maksimal, maklum perjalanan hanya memanfaatkan cahaya bulan dan sorot kenda

Impact of Agrarian Change in Indonesia

Indonesia is a country that is facing a number of challenges related to food security and social protection, particularly in the context of agrarian change. On one hand, the country has seen an increase in agricultural productivity and exports, which has contributed to economic growth and development. On the other hand, this agrarian change has also led to a number of paradoxes, including a decline in food security and social protection for many of the country's most vulnerable citizens. One of the main drivers of agrarian change in Indonesia is the expansion of commercial agriculture, particularly in the form of large-scale oil palm and pulpwood plantations. This expansion has brought significant economic benefits to the country, including increased exports, foreign investment, and job creation. However, it has also led to the displacement of smallholder farmers, the destruction of natural habitats, and the loss of traditional livelihoods. This has had a negative impact on food se

4 Pelajaran Terbaik yang Saya Dapatkan di 30DWC Jilid 34

Rabu, 19 Januari 2022 adalah akhir dari tantangan 30 hari menulis tanpa henti. Kami menyebutnya 30DWC (30 Days Writing Challenge ). Kegiatan yang saya ikuti ini sudah sampai pada jilid ke 34. Program 30DWC ini dirancang untuk melatih kebiasaan menulis bagi mereka yang mau membiasakan diri menulis.  Saya mengikuti 30DWC ini karena memang ingin menantang diri saya sendiri. Apakah saya bisa menulis setiap hari tanpa henti? Ya, ternyata saya bisa. Selama sembilan hari saya sangat bersemangat. Setiap hari saya mengunggah tulisan di blog pribadi. Tercatat ada 2 tulisan non fiksi dan tujuh tulisan fiksi berupa cerpen bersambung. Namun, konsistensi menulis itu hanya bertahan sampai hari kesembilan. Memasuki hari kesepuluh, saya sudah tidak sanggup. Kemudian mundur secara konsisten dan menghilang ditelan kesibukan.  Enam hari menjelang berakhirnya 30DWC, semangat menulis kembali muncul karena dorongan dari teman-teman. Saya lalu menyemangati diri sendiri, bahwa saya bisa menuntaskan perjalanan