Skip to main content

Hilangnya HP Pertama di Kopaja 86

Mendengar kata hilang, ada satu peristiwa yang selalu saya ingat. Saya kehilangan HP pertama, Siemens SL45 di Kopaja 86 jurusan Lebak Bulus - Kota.

Siemens SL45 adalah salah satu HP keren di zamannya. Ini adalah HP pertama saya. HP ini saya beli hasil mengumpulkan honor asisten dosen di kampus. Status HP tersebut ketika saya gunakan adalah second hand. Bukan barang baru. Tapi teknologi HP ini di tahun 2004 sudah keren. Ada fasilitas infrared, slot penyimpan memori SD card dan casing alumunium metalik. Sepintas HP ini terkesan berkelas. 

Siemens SL45 hilang di Kopaja 86 jurusan Lebak Bulu - Kota. Saat itu saya masih culun. Pendatang baru dari Jogja yang tidak tahu betapa jahatnya ibukota. HP seperti biasanya saya gantung di pinggang. Saya naik dari Slipi. Kondisi Kopaja saat itu penuh. Saya naik tanpa prasangka buruk. HP tetap tergantung di pinggang. Selama berdiri berhimpitan itu, perasaan sudah tidak nyaman. Sepertinya ada yang merogoh HP. Tapi saya abaikan prasangka itu. Well, masih positif thinking, masa iya ada yang mau mencopet.

Bus mulai lengang ketika mendekati Citraland Mall. Saya mau periksa HP. Ternyata sudah hilang. Saya lihat kiri kanan. Bertanya tentang HP ke penumpang lainnya. Semua diam. Saya melihat ada satu orang yang mencurigakan. Feeling saya kuat mengatakan dia yang mengambil. Saya geledah sakunya, tapi tidak ada. HP itu hilang. 

Perasaan galau, bingung berkecamuk. Saat itu juga saya putuskan tidak melanjutkan perjalanan. Saya berhenti di Citraland Mall, menuju ke kantor polisi yang ada di pojokan gerbang mall. Rencana melaporkan kehilangan HP. Bertemu polisi, mendengar syarat yang rumit. Niat itu aku urungkan. Sudahlah, usaha mencari HP itu tidak sebanding dengan energi yang dikeluarkan.

Saya menenangkan diri. Melakukan sugesti. HP hilang tidak masalah yang penting tidak luka dirampok. HP hilang masih bisa ganti HP baru. Saya sudah mengiklaskannya. HP hanyalah benda mati. HP hilang beli lagi.

Mulai sejak kejadian itu, saya beberapa saat tidak menggunakan Kopaja 86 yang terkenal banyak copet dibanding penumpangnya. Trauma itu berangsur pulih ketika saya menggunakan bus lagi, tapi dengan kewaspadaan tinggi. Bila sebelumnya saya menganggap semua orang baik, sekarang harus ekstra waspada dengan orang asing. 

Comments

Popular posts from this blog

Akhirnya Kena Tilang Kedua

Nasib orang siapa tahu, kira-kira begitulah bunyi sebuah kata bijak yang kerap kita dengar. Kejadian itu akhirnya terulang lagi pada 2 September 2008 jam 23.30 di sekitaran Tebet. Hari itu aku ada pertemuan dengan Edy dan Nai di Mampang Prapatan. Biasalah membahas tentang kerjaan. Setelah selesai, jam 23.00 aku dan Edy beranjak pulang dengan rute pertama adalah mengantar Edy ke Cawang, karena dia akan pulang ke Bogor. Sesampainya di jalan protokol, saat akan putar balik ke arah Cawang perasaan mulai tidak enak. Di beberapa titik kami menyalip patroli BM. Sebenarnya kekhawatiran itu tidak perlu muncul jika saja lampu motorku bekerja dengan baik. Sebelumnya memang sudah diingatkan Pandam untuk berhati-hati jika melalui jalan protokol apalagi dengan lampu yang hidup enggan matipun tak mau, bakal jadi sasaran empuk patroli BM. Perjalan menuju Cawang tidak menemui hambatan berarti, walaupun pupil mata harus bekerja maksimal, maklum perjalanan hanya memanfaatkan cahaya bulan dan sorot kenda...

#30DWC : Saya Bangkit karena Kalian, Terima Kasih Teman!

Menginjak hari ke 29, saya menilai bahwa #30DWC merupakan tantangan yang luar biasa. Tulisan ini merupakan kilas balik perjalanan saya mengikuti tantangan 30 hari menulis tanpa henti (#30DWC). Para peserta dipaksa menulis dan mengunggah tulisan setiap hari pada jam yang telah ditentukan.  Pada awal bergabung di #30DWC saya berpikir bahwa menulis setiap hari itu mudah. Jumlah kata yang disyaratkan dalam tulisan harian tersebut minimal sebanyak 200 kata. Rekam jejak saya di enam hari pertama cukup baik. Tulisan saya rata-rata bisa membukukan 1.000 kata di setiap unggahan.  Memasuki hari ketujuh, saya masih bisa mengirim tulisan. Namun stamina menulis saya sudah menurun. Saya mulai terlambat mengirim tagihan tulisan. Puncaknya adalah hari kesembilan. Hari itu adalah hari terakhir saya mengirim tagihan tulisan ke WA grup Aksara. Memasuki hari kesepuluh saya tidak aktif sama sekali. Alhasil saya menyandang status drop out. Setiap hari muncul rekap hasil tulisan teman-teman di grup....

Muara Angke, Monumen HAM Abadi

Bagi para penikmat sejarah Batavia , asal muasal nama Muara Angke ini sangat banyak ragamnya. Dan menarik untuk disimak. Tapi dalam rangka peringatan hari Hak Asasi Manusia ( HAM ) 10 Desember ini, saya akan menuliskan ulang tragedi kemanusiaan yang pernah terjadi di Jakarta. Kita akan bernostalgia di Batavia zaman Vereenigde Oost-Indische Compagnie ( VOC ) berkuasa di Nusantara. Pada mulanya Belanda datang ke Nusantara dengan maksud berdagang rempah-rempah. Namun karena persaingan dagang di antara negara penjelajah-pedagang seperti Portugis, Spanyol dan Inggris semakin sengit, membuat Belanda makin sewot dan gerah. Harga jual rempah-rempah setibanya di Belanda sangatlah mahal, karena rantai distribusinya sangat panjang. Untuk memotong jalur ini, maka sejak 1602 Belanda memulai kegiatan dagangnya di Nusantara. Semenjak mendapatkan Nusantara, Belanda ”seng ada lawan”. Pasalnya, seluruh perdagangan rempah-rempah telah dikuasai VOC. Hegemoni perdagangan ini semakin lama semakin...