Skip to main content

Berapa Jumlah Negara yang Pernah Ayah Kunjungi?

Hari ini, mbak Yosie, anakku yang nomor dua bertanya "Selain New Zealand, ayah sudah pergi ke berapa negara?." Sejenak terdiam lalu dalam hati mulai menghitung satu demi satu negara yang sudah aku kunjungi.

Topik diskusi saya dan Yosie selalu seputar petualangan di negeri orang. Saya kembali teringat, istri pernah cerita kalau Yosie pernah dengan bangganya menceritakan bangganya dia dengan ayahnya yang pernah ke New Zealand dengan teman-teman SD-nya.

Peta Dunia (Sumber: https://peta-hd.com/peta-negara-di-dunia/)

Kembali lagi ke pertanyaan tentang jumlah negara yang pernah aku kunjungi. Saya bagi negara-negara ini menjadi tiga kelompok, yaitu Eropa, Asia dan Pasifik. 

Untuk negara-negara Eropa yang pernah aku kunjungi antara lain Belanda, Jerman, Perancis dan Belgia. Total ada 4 negara. Kebetulan keempat negara tersebut berbagi perbatasan dengan Belanda. Ibarat pepatah yang mengatakan sambil  menyelam minum air. 

Selanjutnya untuk negara-negara di Asia antara lain Singapura, Macau, China, Hong Kong (bila ini dianggap sebagai negara terpisah dari China), Thailand dan Filipina. Total ada 6 negara. Di luar 6 negara ini, secara de facto pernah menginjakkan kaki di bandara Kuala Lumpur saat transit. Bila Malaysia ikut dihitung, maka ada 7 negara di Asia. 

Kemudian negara di Pasifik ada New Zealand dan Australia. Status Australia hanyalah tempat persinggahan saat transit sebelum ke New Zealand. Bila ini ikut dihitung, maka ada 2 negara di Pasifik. Jadi total keseluruhan, saya sudah menginjakkan kaki di 13 negara.

Setelah saya menjawab jumlah negara yang pernah saya kunjungi tadi saya berpesan "Jumlah negara yang belum dikunjungi banyak mbak," sambil melihat ke peta dunia yang tertempel di dinding ruang belajar Yosie. "Yosie harus mengunjungi negara-negara lain lebih banyak dari ayah" pesanku.

Perbincangan singkat itu saya tutup dengan memberinya petuah "Rajin berlatih bahasa Inggris dan jangan takut untuk mencoba."

Comments

Popular posts from this blog

Akhirnya Kena Tilang Kedua

Nasib orang siapa tahu, kira-kira begitulah bunyi sebuah kata bijak yang kerap kita dengar. Kejadian itu akhirnya terulang lagi pada 2 September 2008 jam 23.30 di sekitaran Tebet. Hari itu aku ada pertemuan dengan Edy dan Nai di Mampang Prapatan. Biasalah membahas tentang kerjaan. Setelah selesai, jam 23.00 aku dan Edy beranjak pulang dengan rute pertama adalah mengantar Edy ke Cawang, karena dia akan pulang ke Bogor. Sesampainya di jalan protokol, saat akan putar balik ke arah Cawang perasaan mulai tidak enak. Di beberapa titik kami menyalip patroli BM. Sebenarnya kekhawatiran itu tidak perlu muncul jika saja lampu motorku bekerja dengan baik. Sebelumnya memang sudah diingatkan Pandam untuk berhati-hati jika melalui jalan protokol apalagi dengan lampu yang hidup enggan matipun tak mau, bakal jadi sasaran empuk patroli BM. Perjalan menuju Cawang tidak menemui hambatan berarti, walaupun pupil mata harus bekerja maksimal, maklum perjalanan hanya memanfaatkan cahaya bulan dan sorot kenda

Impact of Agrarian Change in Indonesia

Indonesia is a country that is facing a number of challenges related to food security and social protection, particularly in the context of agrarian change. On one hand, the country has seen an increase in agricultural productivity and exports, which has contributed to economic growth and development. On the other hand, this agrarian change has also led to a number of paradoxes, including a decline in food security and social protection for many of the country's most vulnerable citizens. One of the main drivers of agrarian change in Indonesia is the expansion of commercial agriculture, particularly in the form of large-scale oil palm and pulpwood plantations. This expansion has brought significant economic benefits to the country, including increased exports, foreign investment, and job creation. However, it has also led to the displacement of smallholder farmers, the destruction of natural habitats, and the loss of traditional livelihoods. This has had a negative impact on food se

4 Pelajaran Terbaik yang Saya Dapatkan di 30DWC Jilid 34

Rabu, 19 Januari 2022 adalah akhir dari tantangan 30 hari menulis tanpa henti. Kami menyebutnya 30DWC (30 Days Writing Challenge ). Kegiatan yang saya ikuti ini sudah sampai pada jilid ke 34. Program 30DWC ini dirancang untuk melatih kebiasaan menulis bagi mereka yang mau membiasakan diri menulis.  Saya mengikuti 30DWC ini karena memang ingin menantang diri saya sendiri. Apakah saya bisa menulis setiap hari tanpa henti? Ya, ternyata saya bisa. Selama sembilan hari saya sangat bersemangat. Setiap hari saya mengunggah tulisan di blog pribadi. Tercatat ada 2 tulisan non fiksi dan tujuh tulisan fiksi berupa cerpen bersambung. Namun, konsistensi menulis itu hanya bertahan sampai hari kesembilan. Memasuki hari kesepuluh, saya sudah tidak sanggup. Kemudian mundur secara konsisten dan menghilang ditelan kesibukan.  Enam hari menjelang berakhirnya 30DWC, semangat menulis kembali muncul karena dorongan dari teman-teman. Saya lalu menyemangati diri sendiri, bahwa saya bisa menuntaskan perjalanan