Skip to main content

Kisah Runtu dan Suri (1): Berbagi Hasil Buruan

Di sebuah padang savana, hiduplah Runtu seekor burung hantu. Di antara penghuni padang savana, Runtu terkenal mahir berburu. Kepak sayapnya senyap, membuat Runtu tidak mudah dikenali oleh mangsanya. Runtu memiliki teman seekor serigala bernama Suri. Suri terkenal sebagai pemangsa ulung. Larinya yang cepat dan pendengarannya yang tajam membuat Suri ditakuti mangsanya. Kedua pemburu ini memiliki kebiasaan berburu yang berbeda. Runtu lebih terampil berburu mangsa malam hari, sedangkan Suri lebih menyukai perburuan siang hari. Keduanya sudah bersahabat sejak kecil dan kadang mereka berburu bersama.


Pagi itu, Runtu sudah pulang dari berburu. Dia terlihat bertengger di tepi sarangnya sambil menjilati bulu-bulu halusnya. Dari kejauhan Runtu nampak seperti siluet hitam, karena pagi itu matahari belumlah terbit. 

Runtu merayakan prestasi berburunya semalam. Dia merasa bangga dan puas karena berhasil menangkap dan menyantap 10 tikus dan 1 ekor ular. Sepertinya tidak ada burung hantu di padang savana yang mampu menyaingi prestasi Runtu dalam berburu. Maka tidak heran dengan bangganya dia menyanjung diri sendiri. Sambil memandang ke sekeliling padang savana dari ketinggian sarangnya, Runtu memuji kelihaian berburunya dengan berseru nyaring, "Hai mangsaku, bersenang senanglah pagi ini, karena nanti malam giliran kalian yang akan kusantap!" serunya dengan nada sombong sambil membusungkan dada dan merentangkan sayapnya dengan lebar.

Sarang Runtu berada di tepi tebing, sehingga suara lantangnya bisa bergema dengan jelas dan jauh karena dipantulkan oleh dinding tebing yang tinggi dan kokoh. Alhasil, ancaman Runtu tadi bisa didengar dengan jelas ke seluruh penjuru padang savana. 

Teriakan Runtu tadi membangunkan Suri yang masih meringkuk di dalam sarangnya. Teriakan Runtu tadi sudah menjadi hal lumrah bagi Suri, dia anggap gertakan Runtu tadi sebagai alarm pengingat waktu. Sambil meregangkan badannya, dia berkata lirih "Heh, lagi-lagi si usil Runtu. Pagi-pagi sudah sesumbar. Sepertinya dia perlu kena pelajaran supaya tidak terlalu sombong dan bangga diri seperti itu." 

Pagi itu perut Suri keroncongan karena sehari kemarin dia belum mendapatkan hewan buruan. Suri segera bergegas ke sarang Runtu. Dia berharap ada sisa daging hewan buruan untuknya. Suri belum beruntung beberapa hari belakangan. Hewan buruan favorit seperti rusa sudah susah ditemukan sepanjang musim kemarau panjang ini.

Beberapa saat kemudian, Suri sudah sampai di sarang Runtu. "Hai Suri, apa kabar pagi ini? Sepertinya langkahmu masih lunglai. Apakah kamu belum dapat buruan lagi?" 

"Ya begitulah. Hewan buruanku sepertinya sudah berpindah sarang. Sekarang aku kesulitan mendapatkan rusa di sini." balas Suri sambil mendongak ke atas pohon.

Runtu bergegas turun menghampiri Suri. "Sahabatku, jangan sedih, semalam aku mendapat banyak daging buruan. Itu aku sisakan beberapa untukmu. Tidak besar memang, tapi setidaknya bisa mengganjal perutmu yang terus berbunyi itu!" sindir Runtu ke Suri. Tanpa basa-basi, Suri segera menghampiri lubang di bawah pohon tempat Runtu bersarang. Itu adalah tempat penyimpanan daging buruan yang tidak habis. Biasanya Suri yang mendapat bagian untuk menghabiskan daging buruan yang berlebih.

"Terima kasih Runtu, setidaknya daging-daging ini bisa menenangkan perutku sejenak" kata Suri sambil tersenyum penuh bahagia mendapat makan pagi gratis. Suri sadar bahwa porsi makannya sangat besar. Jadi daging tikus dan ular itu sepertinya tidak akan menolong dalam waktu lama. Tapi apa boleh buat, setidaknya dia bisa bertahan sementara waktu. (Bersambung)

**** 

Comments

Popular posts from this blog

Akhirnya Kena Tilang Kedua

Nasib orang siapa tahu, kira-kira begitulah bunyi sebuah kata bijak yang kerap kita dengar. Kejadian itu akhirnya terulang lagi pada 2 September 2008 jam 23.30 di sekitaran Tebet. Hari itu aku ada pertemuan dengan Edy dan Nai di Mampang Prapatan. Biasalah membahas tentang kerjaan. Setelah selesai, jam 23.00 aku dan Edy beranjak pulang dengan rute pertama adalah mengantar Edy ke Cawang, karena dia akan pulang ke Bogor. Sesampainya di jalan protokol, saat akan putar balik ke arah Cawang perasaan mulai tidak enak. Di beberapa titik kami menyalip patroli BM. Sebenarnya kekhawatiran itu tidak perlu muncul jika saja lampu motorku bekerja dengan baik. Sebelumnya memang sudah diingatkan Pandam untuk berhati-hati jika melalui jalan protokol apalagi dengan lampu yang hidup enggan matipun tak mau, bakal jadi sasaran empuk patroli BM. Perjalan menuju Cawang tidak menemui hambatan berarti, walaupun pupil mata harus bekerja maksimal, maklum perjalanan hanya memanfaatkan cahaya bulan dan sorot kenda...

#30DWC : Saya Bangkit karena Kalian, Terima Kasih Teman!

Menginjak hari ke 29, saya menilai bahwa #30DWC merupakan tantangan yang luar biasa. Tulisan ini merupakan kilas balik perjalanan saya mengikuti tantangan 30 hari menulis tanpa henti (#30DWC). Para peserta dipaksa menulis dan mengunggah tulisan setiap hari pada jam yang telah ditentukan.  Pada awal bergabung di #30DWC saya berpikir bahwa menulis setiap hari itu mudah. Jumlah kata yang disyaratkan dalam tulisan harian tersebut minimal sebanyak 200 kata. Rekam jejak saya di enam hari pertama cukup baik. Tulisan saya rata-rata bisa membukukan 1.000 kata di setiap unggahan.  Memasuki hari ketujuh, saya masih bisa mengirim tulisan. Namun stamina menulis saya sudah menurun. Saya mulai terlambat mengirim tagihan tulisan. Puncaknya adalah hari kesembilan. Hari itu adalah hari terakhir saya mengirim tagihan tulisan ke WA grup Aksara. Memasuki hari kesepuluh saya tidak aktif sama sekali. Alhasil saya menyandang status drop out. Setiap hari muncul rekap hasil tulisan teman-teman di grup....

Impact of Agrarian Change in Indonesia

Indonesia is a country that is facing a number of challenges related to food security and social protection, particularly in the context of agrarian change. On one hand, the country has seen an increase in agricultural productivity and exports, which has contributed to economic growth and development. On the other hand, this agrarian change has also led to a number of paradoxes, including a decline in food security and social protection for many of the country's most vulnerable citizens. One of the main drivers of agrarian change in Indonesia is the expansion of commercial agriculture, particularly in the form of large-scale oil palm and pulpwood plantations. This expansion has brought significant economic benefits to the country, including increased exports, foreign investment, and job creation. However, it has also led to the displacement of smallholder farmers, the destruction of natural habitats, and the loss of traditional livelihoods. This has had a negative impact on food se...