Skip to main content

Kisah Runtu dan Suri (6): Pilihan Hidup dan Mati

Cerita sebelumnya, dalam rangka memenuhi kesepakatan dengan kelinci, Runtu memulai dengan mencari mangsa. Dia berhasil mendapatkan 5 ekor kodok di mata air barat. Rencana Runtu selanjutnya adalah menemui Suri di sarangnya.

***

Sambil menikmati daging buruannya, Runtu mengatur rencana perjalanan. Dia sudah menyelesaikan tugas pertama, yaitu mencari daging buruan. Selanjutnya adalah menemui Suri, dilanjutkan dengan mencari 10 wortel sesuai perjanjian dan kembali menemui kelinci di ceruk batu. 


"Aku sudah berhasil mengisi energi. Aku sendiri tidak kesulitan mencari mangsa. Mangsaku masih berlimpah di savana ini" pikirnya. "Aku kasihan dengan Suri, dia memerlukan mangsa yang besar. Aku akan bawakan Suri seekor berang-berang. Siapa tahu bisa mengganjal perutnya," pikir Suri sambil membersihkan paruh dan cakarnya usai pesta kodok pagi itu.

Masih tersisa waktu beberapa saat sebelum matahari terbit. Runtu harus bergegas menemui Suri. Sambil lalu, dia akan mencari tupai untuk diberikan ke Suri.

Meninggalkan mata air barat, Runtu terbang menyusuri aliran sungai kecil menuju hilir. Jalur ini sengaja dipilih karena dia akan mencari seekor berang-berang untuk Suri. Hitung - hitung sambil menyelam minum air, pikir Suri. 

Kawanan berang-berang mudah ditemui di sekitar aliran sungai ini. Mereka biasanya berkelompok dan membangun bendungan di sungai dari potongan - potongan dahan pohon. Pertama kali Runtu akan mencari bendungan kayu. Dari situ, rencana perburuan selanjutnya akan ditentukan.

***

Setelah ditinggalkan Runtu, Suri kerap gelisah. Di dalam sarangnya dia menanti - nantikan kabar Runtu. "Sudah seharian Runtu pergi. Tidak biasanya dia pergi selama ini tanpa kabar. Apakah dia ada masalah?" kata Suri sambil memandang ke sekeliling mencari tanda kedatangan Runtu.

"Aku jadi merasa was-was.Apa yang harus kulakukan? Bagaimana kalau aku menyusul Runtu ke timur?" pikir Suri. "Tapi kalau aku pergi menyusulnya, ternyata dia kembali ke sini bagaimana?". Suasana hati Suri saat itu campur aduk, antara khawatir, gelisah, ragu, cemas. 

Di satu sisi, Suri juga sadar diri, dia tidak bisa pergi jauh, karena dia berusaha menyimpan energi untuk perburuan yang dinantikannya. "Makanan yang ada padaku sudah habis. Sebenarnya aku tidak bisa pergi jauh. Mana ditambah perutku sedikit lapar," batinnya. Tiba - tiba terdengar suara, "Krukk.. krukk.. krukk," perut Suri mulai bersuara. Itu tandanya Suri sudah harus makan.

Di tengah kegelisahan dan kecemasannya, Suri berusaha berpikir keras mencari jalan keluarnya. "Aku tidak bisa selamanya berdiam diri. Aku akan mencari makan dulu," demikian rencana Suri. Dia merangkak keluar sarang dengan gontai sambil menguatkan niatnya "Aku bisa berburu sendiri. Kalau nanti Runtu datang dia, siapa tahu dia mau menunggu barang sebentar," kata Runtu meneguhkan tekadnya.

Suri sadar, dengan energi yang ada padanya saat ini tidak akan membawanya berjalan jauh. Bila nasib mujur berpihak padanya, Suri bisa mendapatkan daging buruan dan kembali ke sarang. Sebaliknya, bila malang, maka dia tidak akan bisa kembali ke sarang. Ini adalah pilihan sulit, antara hidup dan mati. Walau bagaimanapun keputusan harus dipilih apapun risikonya nanti.

Pilihan itupun sudah diambil. Alih - alih menunggu di sarang dan kelaparan, Suri memilih menggunakan energi terakhirnya untuk bertahan hidup. "Auuu... auuuu.. auuuu," terdengar lolongan lemah Suri. Suaranya tidak cukup menakuti mangsa memang, tapi setidaknya mampu memberi energi baru untuk menjalani pilihan sulit ini.  

Comments

Popular posts from this blog

Akhirnya Kena Tilang Kedua

Nasib orang siapa tahu, kira-kira begitulah bunyi sebuah kata bijak yang kerap kita dengar. Kejadian itu akhirnya terulang lagi pada 2 September 2008 jam 23.30 di sekitaran Tebet. Hari itu aku ada pertemuan dengan Edy dan Nai di Mampang Prapatan. Biasalah membahas tentang kerjaan. Setelah selesai, jam 23.00 aku dan Edy beranjak pulang dengan rute pertama adalah mengantar Edy ke Cawang, karena dia akan pulang ke Bogor. Sesampainya di jalan protokol, saat akan putar balik ke arah Cawang perasaan mulai tidak enak. Di beberapa titik kami menyalip patroli BM. Sebenarnya kekhawatiran itu tidak perlu muncul jika saja lampu motorku bekerja dengan baik. Sebelumnya memang sudah diingatkan Pandam untuk berhati-hati jika melalui jalan protokol apalagi dengan lampu yang hidup enggan matipun tak mau, bakal jadi sasaran empuk patroli BM. Perjalan menuju Cawang tidak menemui hambatan berarti, walaupun pupil mata harus bekerja maksimal, maklum perjalanan hanya memanfaatkan cahaya bulan dan sorot kenda...

#30DWC : Saya Bangkit karena Kalian, Terima Kasih Teman!

Menginjak hari ke 29, saya menilai bahwa #30DWC merupakan tantangan yang luar biasa. Tulisan ini merupakan kilas balik perjalanan saya mengikuti tantangan 30 hari menulis tanpa henti (#30DWC). Para peserta dipaksa menulis dan mengunggah tulisan setiap hari pada jam yang telah ditentukan.  Pada awal bergabung di #30DWC saya berpikir bahwa menulis setiap hari itu mudah. Jumlah kata yang disyaratkan dalam tulisan harian tersebut minimal sebanyak 200 kata. Rekam jejak saya di enam hari pertama cukup baik. Tulisan saya rata-rata bisa membukukan 1.000 kata di setiap unggahan.  Memasuki hari ketujuh, saya masih bisa mengirim tulisan. Namun stamina menulis saya sudah menurun. Saya mulai terlambat mengirim tagihan tulisan. Puncaknya adalah hari kesembilan. Hari itu adalah hari terakhir saya mengirim tagihan tulisan ke WA grup Aksara. Memasuki hari kesepuluh saya tidak aktif sama sekali. Alhasil saya menyandang status drop out. Setiap hari muncul rekap hasil tulisan teman-teman di grup....

Muara Angke, Monumen HAM Abadi

Bagi para penikmat sejarah Batavia , asal muasal nama Muara Angke ini sangat banyak ragamnya. Dan menarik untuk disimak. Tapi dalam rangka peringatan hari Hak Asasi Manusia ( HAM ) 10 Desember ini, saya akan menuliskan ulang tragedi kemanusiaan yang pernah terjadi di Jakarta. Kita akan bernostalgia di Batavia zaman Vereenigde Oost-Indische Compagnie ( VOC ) berkuasa di Nusantara. Pada mulanya Belanda datang ke Nusantara dengan maksud berdagang rempah-rempah. Namun karena persaingan dagang di antara negara penjelajah-pedagang seperti Portugis, Spanyol dan Inggris semakin sengit, membuat Belanda makin sewot dan gerah. Harga jual rempah-rempah setibanya di Belanda sangatlah mahal, karena rantai distribusinya sangat panjang. Untuk memotong jalur ini, maka sejak 1602 Belanda memulai kegiatan dagangnya di Nusantara. Semenjak mendapatkan Nusantara, Belanda ”seng ada lawan”. Pasalnya, seluruh perdagangan rempah-rempah telah dikuasai VOC. Hegemoni perdagangan ini semakin lama semakin...