Skip to main content

Masa Iya Pemerintah adalah Pelayan Rakyat ?

Hari ini aku menghadiri sebuah acara penilaian kegiatan UP2K (Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga) yang dikerjakan oleh warga Kapuk Muara. UP2K merupakan program pendampingan warga yang pelaksanaannya di bawah koordinasi PKK (Pemberdayaan dan Kesehatan Keluarga). Dilihat dari namanya, wah.. pastinya tergambar donk kalau usaha ini merupakan salah satu cara pemberdayaan masyarakat kecil. Yup, memang seharusnya begitu.

Tapi, ternyata UP2K ini sudah diselewengkan perannya. Aku sempat berbincang dengan salah seorang kader PKK yang mengikuti kegiatan ini. UP2K merupakan sebuah usaha kelompok yang pengerjaannya haruslah dilakukan oleh para anggotanya. Nah, ternyata kegiatan yang menjadi kandidat penilaian tadi adalah usaha perorangan yang dikerjakan oleh salah satu kader PKK.

Dari sini saja sudah ketahuan, bahwa apa yang dipresentasikan tentunya tidak sesuai dengan syarat penilaian UP2K. Saat sesi tanya jawab antara pengelola kegiatan dengan tim penilai, bisa ditebak, jawaban yang diberikan tentu tidak memuaskan tim penilai.

Usut punya usut, ternyata kelompok kerja yang diajukan untuk penilaian UP2K tadi merupakan penunjukkan langsung dari Kecamatan. Sangat disayangkan penunjukkan ini tidak tepat sasaran. Dan ini masih diperparah dengan tidakk adanya pendampingan dari otoritas PKK atau lembaga terkait untuk benar-benar mempersiapkan kelompok kerja ini.

Penyakit di masyarakat kita adalah kerja instant. Tidak hanya melanda mahasiswa saja dengan cara belajar SKS (Sistem Kebut Semalam). Virus serupa juga sudah menyerang warga kita. Seolah pendampingan hanya dilakukan sebagai pemenuh syarat saja. Jadi, bisa dibayangkan hasilnya pun tidak dapat maksimal. Pendampingan dilakukan saat ada penilaian atau lomba. Terang saja masyarakat kita tidak maju-maju.

Saat tadi berbincang dengan beberapa orang tim penilai, aku dapat kesimpulan, ternyata program pemberdayaan untuk masyarakat itu banyak sekali. Mulai dari Dinas Perekonomian, Dinas perindustrian, PKK, Dinas Koperasi dan masih banyak dinas yang lainnya, mereka mempunyai program pemberdayaan tersebut.

Pernah suatu kali, aku mencoba mencari informasi melalui telepon ke Dinas Koperasi tentang pelatihan koperasi untuk kelompok usaha kecil, ternyata susah sekali mencarinya. Beberapa kali dioper ke berbagai kantor koperasi yang entah apa namanya. Dan seperti biasa, tidak ada hasil yang memuaskan.

Dan dari perbincangan dengan pengurus wilayah setempat yang tadi hadir, mereka punya keluhan yang sama. Pemerintah itu, sebenarnya punya banyak program. Tapi tidak pernah sampai ke bawah. Istilah kata dimakan oleh orang-orang mereka sendiri. Entah kerabatnya atau kenalan dari instansi mereka sendiri.

Berbagai sudut pandang ini seolah menjadi gunung es yang tidak nampak di permukaan. Masyarakat ada yang sudah jengah menegur pemerintah yang belum menjalankan fungsinya secara maksimal. Peran rakyat sebagai fungsi kontrol, sepertinya tidak digubris. Dan yang ada akhirnya, saling memendam asumsi dan jawaban atas pertanyaan sendiri.

Sudah saatnya, kondisi ini diubah. Penciptaan suasana terbuka untuk menyampaikan pendapat bisa menjadi jalan keluarnya. Keaktifan pemerintah untuk jemput bola dan sikap proaktif warga pada program pemerintah merupakan jalan komprominya. Jika tidak ada kepedulian dan komitmen dari kedua belah pihak, maka usaha pemerintah untuk memberdayakan masyarakat ini akan jalan ditempat. Pasti tidak pernah tuntas, karena masyarakat non targetlah yang justru diberdayakan. Dan yang timbul adalah kekecewaan dan memupuk sikap apatis warga pada program pemerintah.

Comments

Popular posts from this blog

Akhirnya Kena Tilang Kedua

Nasib orang siapa tahu, kira-kira begitulah bunyi sebuah kata bijak yang kerap kita dengar. Kejadian itu akhirnya terulang lagi pada 2 September 2008 jam 23.30 di sekitaran Tebet. Hari itu aku ada pertemuan dengan Edy dan Nai di Mampang Prapatan. Biasalah membahas tentang kerjaan. Setelah selesai, jam 23.00 aku dan Edy beranjak pulang dengan rute pertama adalah mengantar Edy ke Cawang, karena dia akan pulang ke Bogor. Sesampainya di jalan protokol, saat akan putar balik ke arah Cawang perasaan mulai tidak enak. Di beberapa titik kami menyalip patroli BM. Sebenarnya kekhawatiran itu tidak perlu muncul jika saja lampu motorku bekerja dengan baik. Sebelumnya memang sudah diingatkan Pandam untuk berhati-hati jika melalui jalan protokol apalagi dengan lampu yang hidup enggan matipun tak mau, bakal jadi sasaran empuk patroli BM. Perjalan menuju Cawang tidak menemui hambatan berarti, walaupun pupil mata harus bekerja maksimal, maklum perjalanan hanya memanfaatkan cahaya bulan dan sorot kenda...

#30DWC : Saya Bangkit karena Kalian, Terima Kasih Teman!

Menginjak hari ke 29, saya menilai bahwa #30DWC merupakan tantangan yang luar biasa. Tulisan ini merupakan kilas balik perjalanan saya mengikuti tantangan 30 hari menulis tanpa henti (#30DWC). Para peserta dipaksa menulis dan mengunggah tulisan setiap hari pada jam yang telah ditentukan.  Pada awal bergabung di #30DWC saya berpikir bahwa menulis setiap hari itu mudah. Jumlah kata yang disyaratkan dalam tulisan harian tersebut minimal sebanyak 200 kata. Rekam jejak saya di enam hari pertama cukup baik. Tulisan saya rata-rata bisa membukukan 1.000 kata di setiap unggahan.  Memasuki hari ketujuh, saya masih bisa mengirim tulisan. Namun stamina menulis saya sudah menurun. Saya mulai terlambat mengirim tagihan tulisan. Puncaknya adalah hari kesembilan. Hari itu adalah hari terakhir saya mengirim tagihan tulisan ke WA grup Aksara. Memasuki hari kesepuluh saya tidak aktif sama sekali. Alhasil saya menyandang status drop out. Setiap hari muncul rekap hasil tulisan teman-teman di grup....

Muara Angke, Monumen HAM Abadi

Bagi para penikmat sejarah Batavia , asal muasal nama Muara Angke ini sangat banyak ragamnya. Dan menarik untuk disimak. Tapi dalam rangka peringatan hari Hak Asasi Manusia ( HAM ) 10 Desember ini, saya akan menuliskan ulang tragedi kemanusiaan yang pernah terjadi di Jakarta. Kita akan bernostalgia di Batavia zaman Vereenigde Oost-Indische Compagnie ( VOC ) berkuasa di Nusantara. Pada mulanya Belanda datang ke Nusantara dengan maksud berdagang rempah-rempah. Namun karena persaingan dagang di antara negara penjelajah-pedagang seperti Portugis, Spanyol dan Inggris semakin sengit, membuat Belanda makin sewot dan gerah. Harga jual rempah-rempah setibanya di Belanda sangatlah mahal, karena rantai distribusinya sangat panjang. Untuk memotong jalur ini, maka sejak 1602 Belanda memulai kegiatan dagangnya di Nusantara. Semenjak mendapatkan Nusantara, Belanda ”seng ada lawan”. Pasalnya, seluruh perdagangan rempah-rempah telah dikuasai VOC. Hegemoni perdagangan ini semakin lama semakin...