Hari ini jam 17 aku kehilangan SE G502. Tepatnya dirampok tanpa aku sadari. Saat itu, aku hendak menuju ke Muara Angke dari Benhil. Selepas halte busway Stasiun Kota, aku menuju halte museum Mandiri untuk berganti dengan Kopami 02 jurusan Senen - Muara Karang. Hasil refleksi aku, ini adalah teguran Tuhan, karena aku terlalu mendewakan HP as center of my life. Please for give me God....
Saat bus sampai di sekitaran terminal kota, ada seseorang berbadan gempal yang duduk di sampingku. Ketika aku asyik membaca buku, tiba-tiba penumpang sebelahku ini menegur aku. Saat itu bus sudah sampai di sekitaran Pasar Ikan.
Dia bertanya,
Mas dari Palembang bukan?
Bukan, aku dari Jogja
Mas, mau kemana? tadi tahu nggak jam 12 ada orang yang naik bus ini ke arah Pluit?
Tidak, aku baru naik mau ke Muara Angke
Maaf, kami rombongan 50 orang, naik bus yang berbeda, sedang mencari orang gondrong yang membawa senjata tajam dan kotak rokok, tadi siang jam 12 dia ngeroyok anak bos saya. Kami sedang cari orangnya.
Mas, namanya siapa?
Hendra, ku jawab
Saya Iwan. Ooo.. gitu ya, nanti kalau turun di depan dan ketemu rombongan seperti saya di depan bilang saja tadi sudah ketemu Iwan.
Dari pembicaraan ini aku tidak curiga. Setelah berbincang demikian, dia berdiskusi dengan temannya di belakang dan bilang, bahwa aku bukan target yang mereka cari. Oh, aku pikir memang sedang ada tawuran.
Setelah bus sampai di sekitaran Penjaringan. Mendadak salah seorang temannya memanggilku ke belakang. Sepertinya dia hendak memastikan bahwa yang ku katakan memang benar. Aku tidak pikir panjang, dari pada amsyong di angkot, lebih baik aku turuti saja mereka. Toh, tidak ada salahnya.
Setelah aku duduk di bangku belakang, orang yang mengaku Iwan tadi dan seorang temannya mengapitku dan masih menanyakan hal yang sama. Kemudian untuk lebih membuat mereka yakin lagi, tas ranselku dibuka dan diperiksa mereka. Aku pikir, kalo ini masalahnya tawuran, daripada apes, ya tidak ada salahnya aku serahkan tas ku. Selama penggeledahan itu, kesannya mereka memang mencari senjata tajam, seperti pisau, silet, gunting kuku. Dompet dan uang yang kubawa aman. Mereka menyerahkan kepadaku barang berharga tersebut dan tidak mau menyentuhnya. Setelah puas dengan isi tas dan tidak ada yang berbahaya, mereka mengecek saku dan semua aman.
Sampai saat terakhir ini aku tidak curiga. Kemudian dia minta aku mengeluarkan isi saku. Ku keluarkanlah isi saku celana. Dan tidak ada yang mencurigakan. Kemudian bodohnya, setelah HP aku keluarkan, aku masukkan ke dalam kantong kecil tas. Karena sampai saat itu aku masih merasa "aman." Kemudian mereka memberi tanda pengunci plastik warna hitam. Istilah mereka menjadi tanda bahwa aku bukan target yang dicari oleh kelompok mereka.
Setelah aku turun dari bus, aku coba cek lagi ke tas yang barusan disegel. Dan anehnya, segel itu tidak mengunci pada satu resleting tapi mengunci kedua resleting. Aku masih berpikir positif. Tapi perasaan tidak nyaman tetap berkecamuk dipikiran aku.
Banyak pertanyaan yang melintas dibenakku. Apakah benar ada tawuran? apakah memang benar sedanga da sweeping orang rambut gondrong? Ataukah mereka adalah pencopet "halus" yang mengambil dompet atau HP tanpa aku sadari.
Berbagai pertanyaan itu terjawab sudah. Setibanya di Muara Angke, aku cari pisau untuk membuka segel itu. Dan saat ku keluarkan semua isinya, semua barang aman. Mulai dari dompet dan satu kantong uang senilai 3 juta rupiah aman. Namun, SE G502 tidak nampak olehku. Wah, ternyata benar instingku.
Yah, mau bagaimana lagi? Itu semua sudah terjadi. Aku mencoba berdamai dengan para penjambret halus ini. Untuk apa mempersoalkan barang elektronik yang tidak seberapa itu dibanding keselamatan jiwa. Itulah yang menjadi penenang batinku saat emosi bergejolak akibat kejadian ini.
Ini adalah kali ketiga aku mengurus nomor yang sama. Kejadian ini pertama kali kualami di Kopaja 86 jurusan Lebak Bulus - Kota. HP yang hilang adalah Siemens SL45. Kejadian kedua, saat Siemens ME75 nyemplung di Kali Angke dan terakhir SE G502 diambil dengan halus di Kopami 02 jurusan Senen - Muara Karang.
Bagi teman-teman yang menggunakan angkutan umum, sebaiknya waspada. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di dalam angkutan umum. Banyak modus operandi yang digunakan. Pelajarilah, dan berhati-hatilah. Dari kejadian ini aku tidak kapok untuk naik angkutan umum. Hidup harus terus berjalan, walaupun HP tidak di tangan. Karena manusia bukan penyembah HP.
Saat bus sampai di sekitaran terminal kota, ada seseorang berbadan gempal yang duduk di sampingku. Ketika aku asyik membaca buku, tiba-tiba penumpang sebelahku ini menegur aku. Saat itu bus sudah sampai di sekitaran Pasar Ikan.
Dia bertanya,
Mas dari Palembang bukan?
Bukan, aku dari Jogja
Mas, mau kemana? tadi tahu nggak jam 12 ada orang yang naik bus ini ke arah Pluit?
Tidak, aku baru naik mau ke Muara Angke
Maaf, kami rombongan 50 orang, naik bus yang berbeda, sedang mencari orang gondrong yang membawa senjata tajam dan kotak rokok, tadi siang jam 12 dia ngeroyok anak bos saya. Kami sedang cari orangnya.
Mas, namanya siapa?
Hendra, ku jawab
Saya Iwan. Ooo.. gitu ya, nanti kalau turun di depan dan ketemu rombongan seperti saya di depan bilang saja tadi sudah ketemu Iwan.
Dari pembicaraan ini aku tidak curiga. Setelah berbincang demikian, dia berdiskusi dengan temannya di belakang dan bilang, bahwa aku bukan target yang mereka cari. Oh, aku pikir memang sedang ada tawuran.
Setelah bus sampai di sekitaran Penjaringan. Mendadak salah seorang temannya memanggilku ke belakang. Sepertinya dia hendak memastikan bahwa yang ku katakan memang benar. Aku tidak pikir panjang, dari pada amsyong di angkot, lebih baik aku turuti saja mereka. Toh, tidak ada salahnya.
Setelah aku duduk di bangku belakang, orang yang mengaku Iwan tadi dan seorang temannya mengapitku dan masih menanyakan hal yang sama. Kemudian untuk lebih membuat mereka yakin lagi, tas ranselku dibuka dan diperiksa mereka. Aku pikir, kalo ini masalahnya tawuran, daripada apes, ya tidak ada salahnya aku serahkan tas ku. Selama penggeledahan itu, kesannya mereka memang mencari senjata tajam, seperti pisau, silet, gunting kuku. Dompet dan uang yang kubawa aman. Mereka menyerahkan kepadaku barang berharga tersebut dan tidak mau menyentuhnya. Setelah puas dengan isi tas dan tidak ada yang berbahaya, mereka mengecek saku dan semua aman.
Sampai saat terakhir ini aku tidak curiga. Kemudian dia minta aku mengeluarkan isi saku. Ku keluarkanlah isi saku celana. Dan tidak ada yang mencurigakan. Kemudian bodohnya, setelah HP aku keluarkan, aku masukkan ke dalam kantong kecil tas. Karena sampai saat itu aku masih merasa "aman." Kemudian mereka memberi tanda pengunci plastik warna hitam. Istilah mereka menjadi tanda bahwa aku bukan target yang dicari oleh kelompok mereka.
Setelah aku turun dari bus, aku coba cek lagi ke tas yang barusan disegel. Dan anehnya, segel itu tidak mengunci pada satu resleting tapi mengunci kedua resleting. Aku masih berpikir positif. Tapi perasaan tidak nyaman tetap berkecamuk dipikiran aku.
Banyak pertanyaan yang melintas dibenakku. Apakah benar ada tawuran? apakah memang benar sedanga da sweeping orang rambut gondrong? Ataukah mereka adalah pencopet "halus" yang mengambil dompet atau HP tanpa aku sadari.
Berbagai pertanyaan itu terjawab sudah. Setibanya di Muara Angke, aku cari pisau untuk membuka segel itu. Dan saat ku keluarkan semua isinya, semua barang aman. Mulai dari dompet dan satu kantong uang senilai 3 juta rupiah aman. Namun, SE G502 tidak nampak olehku. Wah, ternyata benar instingku.
Yah, mau bagaimana lagi? Itu semua sudah terjadi. Aku mencoba berdamai dengan para penjambret halus ini. Untuk apa mempersoalkan barang elektronik yang tidak seberapa itu dibanding keselamatan jiwa. Itulah yang menjadi penenang batinku saat emosi bergejolak akibat kejadian ini.
Ini adalah kali ketiga aku mengurus nomor yang sama. Kejadian ini pertama kali kualami di Kopaja 86 jurusan Lebak Bulus - Kota. HP yang hilang adalah Siemens SL45. Kejadian kedua, saat Siemens ME75 nyemplung di Kali Angke dan terakhir SE G502 diambil dengan halus di Kopami 02 jurusan Senen - Muara Karang.
Bagi teman-teman yang menggunakan angkutan umum, sebaiknya waspada. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di dalam angkutan umum. Banyak modus operandi yang digunakan. Pelajarilah, dan berhati-hatilah. Dari kejadian ini aku tidak kapok untuk naik angkutan umum. Hidup harus terus berjalan, walaupun HP tidak di tangan. Karena manusia bukan penyembah HP.
Comments