Skip to main content

Layanan Ubah Bahasa Cepat...

Wow... era informasi saat ini luar biasa gila. Untuk mengubah bahasa (translate) dari bahasa indonesia ke bahasa jerman sungguh di luar dugaan. Kalau zaman baheula kita translate per kata, wah kini bisa langsung satu kalimat di ubah.



Perkembangan layanan ubah bahasa ini sudah didukung oleh web. Ada Yahoo! dengan Babel Fishnya (yang sebelumnya milik Altavista). Babel Fish ini adalah pelopor untuk translator engine web based. Kelemahannya Babel fish belum mendukung bahasa Indonesia.



Nah, baru-baru ini, rival Yahoo!, yaitu Google mengeluarkan tanslator engine web based juga. Layanan ubah bahasa milik Google ini dirancang secara minimalis sehingga membuatnya mudah, cepat dan powerfull. Untuk menjalankannya tinggal arahkan alamat web ke http://translate.google.com/. Secara ajaib dalam web yang kita baca akan berubah sesuai yang kita inginkan.

Layanan ubah bahasa ini tidak hanya dipakai untuk web tapi bisa juga untuk mengubah kalimat. Bisa dilakukan dengan cara masukkan kalimat yang diinginkan ke dalam kotak yang tersedia. Setelah itu lalu dieksekusi. Perlu diingat, layanan ubah bahasa ini belum bisa mengetahui susunan kalimat (grammar) yang benar. Jadi, alangkah baiknya untuk memeriksa ulang lagi hasil terjemahannya. Selamat mencoba.

Comments

kelik said…
mau bagi juga nih.. baca juga ya di http://erlambang.com/index.php/Tips-n-Triks/Mengubah-Bahasa-di-Web-translate.html
semoga bermanfaat.

Popular posts from this blog

Akhirnya Kena Tilang Kedua

Nasib orang siapa tahu, kira-kira begitulah bunyi sebuah kata bijak yang kerap kita dengar. Kejadian itu akhirnya terulang lagi pada 2 September 2008 jam 23.30 di sekitaran Tebet. Hari itu aku ada pertemuan dengan Edy dan Nai di Mampang Prapatan. Biasalah membahas tentang kerjaan. Setelah selesai, jam 23.00 aku dan Edy beranjak pulang dengan rute pertama adalah mengantar Edy ke Cawang, karena dia akan pulang ke Bogor. Sesampainya di jalan protokol, saat akan putar balik ke arah Cawang perasaan mulai tidak enak. Di beberapa titik kami menyalip patroli BM. Sebenarnya kekhawatiran itu tidak perlu muncul jika saja lampu motorku bekerja dengan baik. Sebelumnya memang sudah diingatkan Pandam untuk berhati-hati jika melalui jalan protokol apalagi dengan lampu yang hidup enggan matipun tak mau, bakal jadi sasaran empuk patroli BM. Perjalan menuju Cawang tidak menemui hambatan berarti, walaupun pupil mata harus bekerja maksimal, maklum perjalanan hanya memanfaatkan cahaya bulan dan sorot kenda...

#30DWC : Saya Bangkit karena Kalian, Terima Kasih Teman!

Menginjak hari ke 29, saya menilai bahwa #30DWC merupakan tantangan yang luar biasa. Tulisan ini merupakan kilas balik perjalanan saya mengikuti tantangan 30 hari menulis tanpa henti (#30DWC). Para peserta dipaksa menulis dan mengunggah tulisan setiap hari pada jam yang telah ditentukan.  Pada awal bergabung di #30DWC saya berpikir bahwa menulis setiap hari itu mudah. Jumlah kata yang disyaratkan dalam tulisan harian tersebut minimal sebanyak 200 kata. Rekam jejak saya di enam hari pertama cukup baik. Tulisan saya rata-rata bisa membukukan 1.000 kata di setiap unggahan.  Memasuki hari ketujuh, saya masih bisa mengirim tulisan. Namun stamina menulis saya sudah menurun. Saya mulai terlambat mengirim tagihan tulisan. Puncaknya adalah hari kesembilan. Hari itu adalah hari terakhir saya mengirim tagihan tulisan ke WA grup Aksara. Memasuki hari kesepuluh saya tidak aktif sama sekali. Alhasil saya menyandang status drop out. Setiap hari muncul rekap hasil tulisan teman-teman di grup....

Muara Angke, Monumen HAM Abadi

Bagi para penikmat sejarah Batavia , asal muasal nama Muara Angke ini sangat banyak ragamnya. Dan menarik untuk disimak. Tapi dalam rangka peringatan hari Hak Asasi Manusia ( HAM ) 10 Desember ini, saya akan menuliskan ulang tragedi kemanusiaan yang pernah terjadi di Jakarta. Kita akan bernostalgia di Batavia zaman Vereenigde Oost-Indische Compagnie ( VOC ) berkuasa di Nusantara. Pada mulanya Belanda datang ke Nusantara dengan maksud berdagang rempah-rempah. Namun karena persaingan dagang di antara negara penjelajah-pedagang seperti Portugis, Spanyol dan Inggris semakin sengit, membuat Belanda makin sewot dan gerah. Harga jual rempah-rempah setibanya di Belanda sangatlah mahal, karena rantai distribusinya sangat panjang. Untuk memotong jalur ini, maka sejak 1602 Belanda memulai kegiatan dagangnya di Nusantara. Semenjak mendapatkan Nusantara, Belanda ”seng ada lawan”. Pasalnya, seluruh perdagangan rempah-rempah telah dikuasai VOC. Hegemoni perdagangan ini semakin lama semakin...