Skip to main content

Kisah Gelap dan Terang

Pada suatu masa ada dua sosok yang lazim kita jumpai di sekitar kita. Leluhur kita menyebutnya sebagai gelap dan terang. Dua hal yang berlawanan satu sama lain.


Sekali peristiwa, gelap bertemu dengan terang di suatu tempat yang disebut bumi. Melihat penampilan terang yang nampak menawan, gelap merasa tertarik untuk melihat tempat asal sang terang. Untuk memenuhi rasa penasarannya, maka gelap pun mengutarakan maksudnya kepada terang.


“Terang, bolehlah kiranya aku menengok sebentar tempat asalmu !”
“Karena aku kagum dengan kemilaumu.”


Terang pun menyanggupi permintaan gelap


“Boleh saja engkau melihat rumahku”
“Aku berasal dari tempat nun jauh di atas sana”
“Sudikah engkau menempuh perjalanan ke langit teratas ?”


“Ya, tentu saja, mengapa tidak?” sambut gelap dengan penuh semangat.


Maka, tidak lama kemudian, gelap dan terang terbang meninggalkan bumi menuju langit teratas.


Setibanya di tempat asal terang, sang gelap merasa takjub dengan apa yang dilihatnya. Semua berkilau memancarkan sinar yang menawan. Sejauh mata memandang dapat disaksikan dengan jelas.


“Wah, indah nian rumahmu !”
“Tentu kau bahagia tinggal di sini”


Setelah terang mengajak gelap berkeliling, terang menyampaikan keinginannya kepada gelap untuk melihat tempat asalnya.


“Gelap, karena engkau telah menyaksikan tempat asalku, bolehkah kiranya aku bertandang ke tempat asalmu?”


“Oh, tentu, tentu saja boleh !” tukas gelap
“Tempat asalku berada nun jauh di sana, di kegelapan dasar bumi”
“Ayo, kita berangkat menuju dasar bumi”


Tidak berapa lama, maka sampailah mereka di dasar kegelapan bumi.


Ketika terang berada di dasar kegelapan bumi itu, sang terang bertanya kepada gelap,


“Wahai gelap, manakah kegelapan yang merupakan tempat asalmu ?” tanya terang
“Karena sejauh mataku memandang yang aku lihat adalah terang.”


Melihat kejadian itu, maka sang gelap pun tertunduk malu dan berkata kepada terang,
“Ya, semenjak engkau berada di sini, maka kegelapan di dasar bumi ini lenyap karena pancaran sinarmu.”


---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kisah di atas merupakan ilustrasi khotbah minggu prapaskah kelima.
Ilustrasi ini untuk menjelaskan Yesaya 49 : 6
“And he said, It is a light thing that thou shouldest be my servant to raise up the tribes of Jacob, and to restore the preserved of Israel: I will also give thee for a light to the Gentiles, that thou mayest be my salvation unto the end of the earth.”

Comments

Popular posts from this blog

Akhirnya Kena Tilang Kedua

Nasib orang siapa tahu, kira-kira begitulah bunyi sebuah kata bijak yang kerap kita dengar. Kejadian itu akhirnya terulang lagi pada 2 September 2008 jam 23.30 di sekitaran Tebet. Hari itu aku ada pertemuan dengan Edy dan Nai di Mampang Prapatan. Biasalah membahas tentang kerjaan. Setelah selesai, jam 23.00 aku dan Edy beranjak pulang dengan rute pertama adalah mengantar Edy ke Cawang, karena dia akan pulang ke Bogor. Sesampainya di jalan protokol, saat akan putar balik ke arah Cawang perasaan mulai tidak enak. Di beberapa titik kami menyalip patroli BM. Sebenarnya kekhawatiran itu tidak perlu muncul jika saja lampu motorku bekerja dengan baik. Sebelumnya memang sudah diingatkan Pandam untuk berhati-hati jika melalui jalan protokol apalagi dengan lampu yang hidup enggan matipun tak mau, bakal jadi sasaran empuk patroli BM. Perjalan menuju Cawang tidak menemui hambatan berarti, walaupun pupil mata harus bekerja maksimal, maklum perjalanan hanya memanfaatkan cahaya bulan dan sorot kenda...

#30DWC : Saya Bangkit karena Kalian, Terima Kasih Teman!

Menginjak hari ke 29, saya menilai bahwa #30DWC merupakan tantangan yang luar biasa. Tulisan ini merupakan kilas balik perjalanan saya mengikuti tantangan 30 hari menulis tanpa henti (#30DWC). Para peserta dipaksa menulis dan mengunggah tulisan setiap hari pada jam yang telah ditentukan.  Pada awal bergabung di #30DWC saya berpikir bahwa menulis setiap hari itu mudah. Jumlah kata yang disyaratkan dalam tulisan harian tersebut minimal sebanyak 200 kata. Rekam jejak saya di enam hari pertama cukup baik. Tulisan saya rata-rata bisa membukukan 1.000 kata di setiap unggahan.  Memasuki hari ketujuh, saya masih bisa mengirim tulisan. Namun stamina menulis saya sudah menurun. Saya mulai terlambat mengirim tagihan tulisan. Puncaknya adalah hari kesembilan. Hari itu adalah hari terakhir saya mengirim tagihan tulisan ke WA grup Aksara. Memasuki hari kesepuluh saya tidak aktif sama sekali. Alhasil saya menyandang status drop out. Setiap hari muncul rekap hasil tulisan teman-teman di grup....

Muara Angke, Monumen HAM Abadi

Bagi para penikmat sejarah Batavia , asal muasal nama Muara Angke ini sangat banyak ragamnya. Dan menarik untuk disimak. Tapi dalam rangka peringatan hari Hak Asasi Manusia ( HAM ) 10 Desember ini, saya akan menuliskan ulang tragedi kemanusiaan yang pernah terjadi di Jakarta. Kita akan bernostalgia di Batavia zaman Vereenigde Oost-Indische Compagnie ( VOC ) berkuasa di Nusantara. Pada mulanya Belanda datang ke Nusantara dengan maksud berdagang rempah-rempah. Namun karena persaingan dagang di antara negara penjelajah-pedagang seperti Portugis, Spanyol dan Inggris semakin sengit, membuat Belanda makin sewot dan gerah. Harga jual rempah-rempah setibanya di Belanda sangatlah mahal, karena rantai distribusinya sangat panjang. Untuk memotong jalur ini, maka sejak 1602 Belanda memulai kegiatan dagangnya di Nusantara. Semenjak mendapatkan Nusantara, Belanda ”seng ada lawan”. Pasalnya, seluruh perdagangan rempah-rempah telah dikuasai VOC. Hegemoni perdagangan ini semakin lama semakin...