Skip to main content

6 Jam: Jelajah Brussel Bersama Teman


Petualangan di Brussel dimulai ketika kami tiba di stasiun pusat Brussel yang mewah. Arsitektur bangunannya berbeda sekali dengan stasiun Utrecht yang cenderung minimalis.

Kami memiliki waktu sekitar 6 jam untuk menjelajah Brussel. Kebetulan saat itu ada kenalan teman, dia orang Indonesia yang kuliah di Brussel. Jadi bersama teman baru ini, saya dan rombongan menjelajah kota Brussel. Penjelajahan banyak dilakukan dengan berjalan kaki. Kapan lagi bisa menikmati trotoar Belgia yang ramah pejalan kaki? Padahal di balik itu, memang kami pengiritan. Kami bertualang ala backpaker. Tujuan kami adalah mencari patung Manneken Piss dan mengunjungi museum Tintin.


Patung Manneken Piss

Patung ini berada di pusat wisata Brussel. Tidak jauh dari Grand Palace Brussel, sebuah bangunan istana megah abad ke 14. Gedung-gedung di sekitar Grand Palace ini sangat megah dan mewah membuat saya terperangah. Belum lagi jalannya yang menggunakan cobble stone. Semua nampak artistik dan unik.

Perjalan mencari Manneken Piss ini menggunakan peta wisata yang kami dapatkan dari stasiun kereta. Peta wisata ini bisa didapatkan secara gratis. Mengikuti petunjuk yang ada, kami diarahkan ke kerumunan orang-orang. Mirip seperti pasar. Banyak penjual makanan di lokasi ini. Apalagi kalau bukan coklat. Berbagai macam jenis coklat. Surga coklat Belgia. Tempat ini sangat cocok untuk dikunjungi para pecinta coklat.

Manneken Piss di sudut bangunan

Lalu di mana gerangan letak patung Manneken Piss itu? Berulang kali kami berkeliling lokasi "pasar" tadi, tapi tidak menemukan. Di bayangan kami saat itu, patung ini berukuran besar. Berada setidaknya di tengah keramaian yang mencolok. Karena penasaran tidak kunjung menemukan, kami berinisiatif berpencar di tengah kerumunan pengunjung. 

Sampai akhirnya, seorang teman menemukannya. Ternyata patung Manneken Piss yang tersohor itu berukuran kecil. Patung perunggu yang juga berfungsi sebagai air mancur ini ukurannya 16 cm. Letaknya tersembunyi di sudut di samping sebuah kedai coklat. Wah, ternyata prasangka kami salah. Pantas patung ini susah ditemukan. Perjalanan panjang bersama teman-teman itu menyisakan kenangan geli, karena ukuran patung yang kecil dan lokasinya yang tersembunyi itu.

Puas menyantap coklat, petualangan bersama itu berlanjut ke lokasi selanjutnya. Tujuan kami adalah Museum Tintin.


Museum Tintin

Perjalanan ke Museum Tintin ini bisa dibilang jauh dari pusat keramaian. Kami menggunakan bus lalu dilanjutkan dengan berjalan kaki menyusuri jalanan Belgia. Entah apa nama jalan itu. Tapi yang saya ingat, letak museum ini agak tersembunyi. Lokasinya tidak berada di tepi jalan utama seperti objek wisata pada umumnya.

Memasuki gedung museum kami disuguhi karakter dan merchandise Tintin dan Smurf. Segala pernak pernik Tintin dan Smurf bisa ditemukan di sini. Yang saya ingat, ketika masuk ke gedung museum, kita akan menemukan Tintin, Snowy (anjing Tintin) dan Roket Merah. Bagi para penggemar Tintin tentu ingat komik yang berjudul "Destination Moon". Nah, roket merah itulah yang terpajang di dekat pintu masuk.

Roket "Tintin" di depan pintu masuk museum

Perjalanan bersama pemandu lokal asal Indonesia itu diakhiri dengan mengunjungi Kerajaan Belgia. Istana ini terlihat mewah dan megah. Kata pemandu kami, keluarga raja Belgia menempati istana tersebut. Suatu pengalaman yang sangat berkesan bisa melihat sebuah gedung istana dinasti feodal Eropa.

Penjelajahan tersebut diakhiri dengan rute tujuan akhir adalah stasiun kereta. Kami kembali ke Utrecht Central menggunakan kereta yang sama saat kami tumpangi di pagi hari. 


Comments

Popular posts from this blog

Akhirnya Kena Tilang Kedua

Nasib orang siapa tahu, kira-kira begitulah bunyi sebuah kata bijak yang kerap kita dengar. Kejadian itu akhirnya terulang lagi pada 2 September 2008 jam 23.30 di sekitaran Tebet. Hari itu aku ada pertemuan dengan Edy dan Nai di Mampang Prapatan. Biasalah membahas tentang kerjaan. Setelah selesai, jam 23.00 aku dan Edy beranjak pulang dengan rute pertama adalah mengantar Edy ke Cawang, karena dia akan pulang ke Bogor. Sesampainya di jalan protokol, saat akan putar balik ke arah Cawang perasaan mulai tidak enak. Di beberapa titik kami menyalip patroli BM. Sebenarnya kekhawatiran itu tidak perlu muncul jika saja lampu motorku bekerja dengan baik. Sebelumnya memang sudah diingatkan Pandam untuk berhati-hati jika melalui jalan protokol apalagi dengan lampu yang hidup enggan matipun tak mau, bakal jadi sasaran empuk patroli BM. Perjalan menuju Cawang tidak menemui hambatan berarti, walaupun pupil mata harus bekerja maksimal, maklum perjalanan hanya memanfaatkan cahaya bulan dan sorot kenda...

#30DWC : Saya Bangkit karena Kalian, Terima Kasih Teman!

Menginjak hari ke 29, saya menilai bahwa #30DWC merupakan tantangan yang luar biasa. Tulisan ini merupakan kilas balik perjalanan saya mengikuti tantangan 30 hari menulis tanpa henti (#30DWC). Para peserta dipaksa menulis dan mengunggah tulisan setiap hari pada jam yang telah ditentukan.  Pada awal bergabung di #30DWC saya berpikir bahwa menulis setiap hari itu mudah. Jumlah kata yang disyaratkan dalam tulisan harian tersebut minimal sebanyak 200 kata. Rekam jejak saya di enam hari pertama cukup baik. Tulisan saya rata-rata bisa membukukan 1.000 kata di setiap unggahan.  Memasuki hari ketujuh, saya masih bisa mengirim tulisan. Namun stamina menulis saya sudah menurun. Saya mulai terlambat mengirim tagihan tulisan. Puncaknya adalah hari kesembilan. Hari itu adalah hari terakhir saya mengirim tagihan tulisan ke WA grup Aksara. Memasuki hari kesepuluh saya tidak aktif sama sekali. Alhasil saya menyandang status drop out. Setiap hari muncul rekap hasil tulisan teman-teman di grup....

Muara Angke, Monumen HAM Abadi

Bagi para penikmat sejarah Batavia , asal muasal nama Muara Angke ini sangat banyak ragamnya. Dan menarik untuk disimak. Tapi dalam rangka peringatan hari Hak Asasi Manusia ( HAM ) 10 Desember ini, saya akan menuliskan ulang tragedi kemanusiaan yang pernah terjadi di Jakarta. Kita akan bernostalgia di Batavia zaman Vereenigde Oost-Indische Compagnie ( VOC ) berkuasa di Nusantara. Pada mulanya Belanda datang ke Nusantara dengan maksud berdagang rempah-rempah. Namun karena persaingan dagang di antara negara penjelajah-pedagang seperti Portugis, Spanyol dan Inggris semakin sengit, membuat Belanda makin sewot dan gerah. Harga jual rempah-rempah setibanya di Belanda sangatlah mahal, karena rantai distribusinya sangat panjang. Untuk memotong jalur ini, maka sejak 1602 Belanda memulai kegiatan dagangnya di Nusantara. Semenjak mendapatkan Nusantara, Belanda ”seng ada lawan”. Pasalnya, seluruh perdagangan rempah-rempah telah dikuasai VOC. Hegemoni perdagangan ini semakin lama semakin...