Skip to main content

Membudayakan Kembali Aksara dan Bahasa Asli Nusantara

Dalam peradaban masyarakat Indonesia, tulisan merupakan wadah penyampaian pesan yang bisa diteruskan dari generasi ke generasi. Budaya menulis ini erat kaitannya dengan penguasaan bahasa. Seperti yang kita ketahui, budaya tulis di Indonesia sudah ada sejak abad pertama. Pada masa itu aksara Pallawa digunakan secara luas di Indonesia.

Aksara Jawa di jalan layang Jombor, Sleman


Budaya tulis di Indonesia selalu mengalami inovasi. Aksara Pallawa yang berasal dari India kemudian diadaptasi oleh masyarakat asli Indonesia menjadi ragam bentuk aksara Nusantara. Contohnya antara lain aksara Jawa, aksara Lampung, aksara Batak, aksara Bugis. Hampir setiap suku bangsa Nusantara memiliki aksaranya masing-masing.


Aksara Nusantara tersebut umumnya digunakan pada lingkup terbatas. Ini disebabkan oleh kekhasan bahasa suku bangsa tertentu yang diwakili oleh aksaranya. Contoh aksara Jawa hanya bisa efektif digunakan untuk menulis bahasa Jawa. Aksara Jawa bisa saja digunakan untuk menulis bahasa Indonesia, tetapi pasti akan merepotkan. Penggunaannya yang terbatas ini membuat upaya pelestarian aksara lokal harus diiringi dengan pelestarian bahasa lokal yang digunakannya.


Guna melestarian aksara dan bahasa lokal, pemerintah memasukkannya ke dalam kurikulum pendidikan sebagai muatan lokal mulai dari tingkat SD sampai SMA / SMK. Contoh muatan bahasa dan aksara lokal dalam kurikulum sekolah dapat ditemukan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan Bali. Tidak hanya melalui kurikulum saja, pemerintah juga mengenalkan aksara-aksara Nusantara melalui penamaan jalan dan kantor-kantor pemerintah. Bila teman-teman berkunjung ke Yogyakarta, maka akan mudah menemui penggunaan aksara Jawa di ruang publik.


Upaya yang dilakukan pemerintah melalui pengenalan kembali aksara dan bahasa lokal melalui kurikulum pendidikan memang baik. Tapi upaya baik ini belum diimbangi dengan penggunaannua di lingkup keluarga. Menilik kembali pada penggunaan bahasa Jawa sebagai bahasa tutur di masyarakat, sepertinya bahasa Jawa sudah kehilangan pamor. Sedikit demi sedikit digantikan oleh bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Menurut saya, generasi milenial yang lahir dan besar di Jawa mulai kehilangan kemampuan bertutur dan menulis dalam bahasa leluhurnya. Upaya pelestarian ini menjadi tantangan bagi generasi post milenial seperti generasi Z.


Hilangnya kemampuan membaca dan menulis dalam bahasa lokal akan membuat pengetahuan-pengetahuan kuno warisan leluhur hilang. Sebelum ini terjadi maka upaya pelestarian aksara dan bahasa lokal perlu semakin ditingkatkan dengan cara-cara inovatif dan menarik. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat tayangan - tayangan pendidikan seputar penggunaan aksara dan bahasa lokal. Contohnya saat ini yang sedang naik daun adalah penggunaan kanal YouTube. Beberapa YouTuber mengunggah materi tayangan menarik seperti Bule Kampung yang menggunakan bahasa Jawa Timur. Langkah inovatif ini bisa ditiru untuk upaya membudayakan kembali budaya tutur dan tulis bahasa lokal di provinsi lainnya.

Comments

dinda said…
Anak muda zaman sekarang lebih kenal bahasa Inggris dari bahasa daerahnya mas. Di lingkunganku aja udah banyak anak2nya yang disusupi bahasa asing lebih dulu dibanding sama bahasa Ibunya. Jadi intinya tradisi apapun kalau nggak ada inovasinya ya bisa meluap. Jadi kita butuh inovasi buat menghidupkan atau minimal mengenalkan tradisi itu ke anak muda dgn cara yg fresh.. 🤗

Popular posts from this blog

Akhirnya Kena Tilang Kedua

Nasib orang siapa tahu, kira-kira begitulah bunyi sebuah kata bijak yang kerap kita dengar. Kejadian itu akhirnya terulang lagi pada 2 September 2008 jam 23.30 di sekitaran Tebet. Hari itu aku ada pertemuan dengan Edy dan Nai di Mampang Prapatan. Biasalah membahas tentang kerjaan. Setelah selesai, jam 23.00 aku dan Edy beranjak pulang dengan rute pertama adalah mengantar Edy ke Cawang, karena dia akan pulang ke Bogor. Sesampainya di jalan protokol, saat akan putar balik ke arah Cawang perasaan mulai tidak enak. Di beberapa titik kami menyalip patroli BM. Sebenarnya kekhawatiran itu tidak perlu muncul jika saja lampu motorku bekerja dengan baik. Sebelumnya memang sudah diingatkan Pandam untuk berhati-hati jika melalui jalan protokol apalagi dengan lampu yang hidup enggan matipun tak mau, bakal jadi sasaran empuk patroli BM. Perjalan menuju Cawang tidak menemui hambatan berarti, walaupun pupil mata harus bekerja maksimal, maklum perjalanan hanya memanfaatkan cahaya bulan dan sorot kenda

Impact of Agrarian Change in Indonesia

Indonesia is a country that is facing a number of challenges related to food security and social protection, particularly in the context of agrarian change. On one hand, the country has seen an increase in agricultural productivity and exports, which has contributed to economic growth and development. On the other hand, this agrarian change has also led to a number of paradoxes, including a decline in food security and social protection for many of the country's most vulnerable citizens. One of the main drivers of agrarian change in Indonesia is the expansion of commercial agriculture, particularly in the form of large-scale oil palm and pulpwood plantations. This expansion has brought significant economic benefits to the country, including increased exports, foreign investment, and job creation. However, it has also led to the displacement of smallholder farmers, the destruction of natural habitats, and the loss of traditional livelihoods. This has had a negative impact on food se

4 Pelajaran Terbaik yang Saya Dapatkan di 30DWC Jilid 34

Rabu, 19 Januari 2022 adalah akhir dari tantangan 30 hari menulis tanpa henti. Kami menyebutnya 30DWC (30 Days Writing Challenge ). Kegiatan yang saya ikuti ini sudah sampai pada jilid ke 34. Program 30DWC ini dirancang untuk melatih kebiasaan menulis bagi mereka yang mau membiasakan diri menulis.  Saya mengikuti 30DWC ini karena memang ingin menantang diri saya sendiri. Apakah saya bisa menulis setiap hari tanpa henti? Ya, ternyata saya bisa. Selama sembilan hari saya sangat bersemangat. Setiap hari saya mengunggah tulisan di blog pribadi. Tercatat ada 2 tulisan non fiksi dan tujuh tulisan fiksi berupa cerpen bersambung. Namun, konsistensi menulis itu hanya bertahan sampai hari kesembilan. Memasuki hari kesepuluh, saya sudah tidak sanggup. Kemudian mundur secara konsisten dan menghilang ditelan kesibukan.  Enam hari menjelang berakhirnya 30DWC, semangat menulis kembali muncul karena dorongan dari teman-teman. Saya lalu menyemangati diri sendiri, bahwa saya bisa menuntaskan perjalanan