Skip to main content

Kisah Runtu dan Suri (4): Negosiasi di Ceruk Batu

Cerita sebelumnya, Runtu bermalam di pohon akasia untuk mengamati lima lubang yang diduga menjadi sarang kelinci. Di tempat lain, Suri berusaha menahan naluri berburunya sampai mendapat berita dari Runtu tentang keberadaan kawanan rusa. Malam itu Runtu dan Suri melakukan penantian di tempat masing-masing.


Sinar bulan yang redup menyinari padang savana malam itu. Dari posisinya bertenggernya, Runtu bisa mengawasi kelima mulut lubang dengan mudahnya. Sambil sesekali membuka matanya, Runtu mencoba mengamati sekeliling ketika mendengar suara-suara yang mencurigakan.

Mendekati waktu dini hari, Runtu melihat ada lima ekor kelinci mulai muncul dari salah satu lubang. "Ini dia saat yang dinanti. Ternyata di situ sarang kelinci. Aku tunggu dulu ke mana mereka akan bergerak. Siapa tahu aku bisa mendapatkan petunjuk selanjutnya" pikir Runtu saat melihat kelima kelinci tersebut.

Sinar bulan yang redup sedikit membantu Runtu melihat pergerakan kelima ekor kelinci itu. Mereka bergerak ke arah Utara. 

"Sepertinya para kelinci menuju puncak bukit. Aku akan mengikuti mereka dari kejauhan" pikirnya. 

Kepakan senyap sayap Runtu membuat kelinci-kelinci itu tidak menyadari, ada seekor burung hantu yang mengawasi dari kejauhan. Pergerakan Runtu sangat diuntungkan dengan adanya pepohonan yang semakin rimbun di tepi savana. Runtu hinggap dari satu pohon ke pohon yang lain sambil terus mengamati dengan cermat pergerakan kelimat kelinci.

Mendekati puncak bukit, Runtu melihat ada sebuah ceruk batu, cocok untuk tempat bersembunyi. Dengan bantuan bayangan pepohonan, Runtu mendahului kawanan kelinci. Segera Runtu mencari tempat terlindung. Dia menempatkan diri di jalan yang kira-kira akan dilintasi kelinci. "Jalan setapak yang dilalui kelinci itu mengarah ke batu ini. Kalau dugaanku tepat, maka mereka akan beristirahat di sekitar batu ini sebelum melanjutkan perjalanan."

Letak ceruk batu itu memang tersembunyi. Bayangan tebing menyamarkan keberadaan Runtu di situ. Dari kejauhan ceruk batu itu hanyalah ruang kosong yang nampak gelap. Para kelinci itu tidak menyadari kalau di sana Runtu sudah menunggu mereka.

Beberapa saat kemudian, dugaan Runtu terjawab. Kelima kelinci itu memutuskan untuk beristirahat sejenak sebelum menuju puncak bukit.

"Teman-teman, kita istirahat dulu di sini. Jalan ini semakin menanjak. Bagaimana kalau kita masuk ke ceruk batu itu untuk melepas lelah" tawar seekor kelinci kepada keempat temannya. Nampaknya pada kelinci sepakat untuk beristirahat sejenak. Tanpa banyak perdebatan, mereka melompat masuk ke dalam ceruk batu. 

"Tepat seperti perkiraanku. Mereka akan beristirahat di sini sebelum menanjak ke puncak bukit. Aku akan tunggu sampai mereka merasa nyaman berada di dalam ceruk batu. Baru aku keluar secara diam-diam" begitu rencana Runtu. Runtu menanti dengan sabar sampai waktunya tiba.

Beberapa saat kemudian, kelima kelinci terlihat sudah menempatkan pada posisi istirahat. Dengan kondisi seperti itu, mereka tidak berada dalam sikap waspada. Kecil kemungkinan kelinci akan melompat lari dari ceruk. 

"Ini saat yang aku tunggu" pikir Runtu. Kelimat kelinci nampak terlena dengan kesunyian dini hari itu. Runtu lalu merentangkan sayapnya, mendorong badannya dengan kaki dan terbang perlahan menuju pintu masuk ceruk  batu.

Dari dalam ceruk batu, Runtu terlihat seperti sekelebat bayangan hitam tanpa suara. Para kelinci tidak sadar ada seekor burung hantu yang menuju ke tempat mereka beristirahat. Secara tiba-tiba, Runtu sudah berada di pintu masuk ceruk tanpa seekor kelincipun menyadarinya. Bisa jadi mereka sangat kelelahan. Tanpa pikir panjang, Runtu memecahkan keheningan itu.

"Ehm.. selamat pagi" sapa Runtu. Mendengar suara asing itu, para kelinci kaget. Mereka loncat dan berusaha mencari sumber suara. Beberapa saat menyisir dalam ceruk, mereka terpaku melihat bayangan burung hitam di pintu masuk. Sosok hitam itu masih diam saja sambil merentangkan sayap besarnya menutup pintu masuk ceruk.

"Hai, siapa kamu? Apa yang kamu mau dari kami? Kami berbuat salah apa?" tanya seekor kelinci dengan suara lantang.

Lambat laun para kelincir sadar, bahwa itu adalah seekor burung hantu besar. Mengetahui kondisi bahaya ini, para kelinci memasang sikap waspada. Kelima kelinci merapatkan diri dan mundur sampai ke dinding ceruk. Mereka pasang kuda-kuda bersiap sambil menyerang atau lari bila ada kesempatan. Mereka sadar, burung hantu bukanlah lawan yang sepadan untuk kelima kelinci itu.

Runtu masih diam saja di pintu ceruk sambil membentangkan sayapnya yang besar. Sambil maju perlahan Runtu mencoba menenangkan kawanan kelinci yang gelisah. "Hai kelinci, tenanglah. Aku tidak akan menyerang kalian. Aku mau berteman dengan kalian" kata Runtu sambil terus berjalan pelan masuk ke dalam ceruk.

"Baik, apakah kamu bisa dipercaya?" tanya kelinci. "Kalau kamu mau berteman tutuplah bentangan sayapmu itu. Kami merasa terancam dengan sayap lebarmu itu", pita kelinci.

"Jangan takut. Aku serius ingin berteman. Sesuai permintaanmu kututup sayapku" kata Runtu dengan nada bersahabat.

Melihat niat baik Runtu, kawanan kelinci itupun merasa tenang. Namun mereka belum sepenuhnya percaya. Para kelinci tetap menaruh kewaspadaan tinggi terhadap setiap gerak-gerik Runtu. Di sisi lain, Runtu mencoba mendekat dengan sikap bersahabat, karena memang Runtu bermaksud baik. DIa hanya ingin berteman dengan kelinci dan tentu menanyakan lebih lanjut tentang keberadaan rusa.

Melihat gerakan Runtu yang tenang membuat kelinci semakin mengendorkan kewaspadaan. Namun mereka masih berhati-hati. Seekor kelinci selanjutnya mencari tahu maksud Runtu menemui mereka "Burung hantu, apa maumu? Mengapa kamu menghampiri kami? Apakah kamu sudah mengikuti kami sejak lama?"

"Benar sekali tebakanmu." jawab Runtu. "Aku sudah mengintai kalian sejak dari kolam air" tambah Runtu. Runtu diam sejenak. Setelah menghela nafas dia melanjutkan penjelasannya. "Aku mengikuti kalian karena ingin mencari tahu kemana perginya kawanan rusa".

"Kamu mengikuti kami karena ingin tahu kemana kawanan rusa? Apa urusanmu dengan kawanan rusa?" timpal seekor kelinci.

Runtu membalas pertanyaan itu "Sebenarnya bukan aku yang punya urusan dengan rusa, tapi sahabatku seekor serigala. Dia sudah tidak bisa menemukan lagi hewan buruannya. Aku berjanji akan membantunya mencari kemana kawanan rusa pindah".

Mendengar jawaban Runtu, seekor kelinci mewakili kawanannya menyahut "Burung hantu, kami diskusikan dulu maksudmu tadi." 

Setelah beberapa saat berdiskusi, seekor kelinci menjawab permintaan Runtu. "Burung hantu, kami akan membantumu. Tapi dengan syarat carikan kami lima buah wortel. Bila kamu memenuhi permintaan itu, kami akan membantumu." Itulah syarat yang diajukan kelinci.

Diam sejenak. Runtu mencoba merangkai kata untuk menjawab permintaan kelinci. "Baik aku akan memenuhi permintaan kalian. Kalian bisa pegang kata-kataku. Aku berikan dua kali lipat dari permintaan kalian. Siang nanti 10 wortel sudah siap kalian santap" mengetahui tanggapan baik dari Runtu, para kelinci mengangguk tanda setuju dan tersenyum gembira.

"Agar adil, aku juga ada permintaan sederhana untuk kalian penuhi" Sampai di sini, para kelinci sudah sepenuhnya percaya pada Runtu. Maka secara spontan seekor kelinci membalas, "Baik burung hantu. Apa permintaanmu?"

Runtu mengangguk, lalu berkata "Kalian tetap di sini sampai aku kembali membawa 10 wortel permintaan kalian. Jangan melarikan diri, karena aku akan mengejar kalian."

Kelinci sadar dengan posisi mereka. Tanpa banyak kata, mereka menerima permintaan kelinci. Kelima kelinci itu lalu mengambil posisi istirahat di dalam ceruk, karena masih dini hari. Matahari belumlah terbit. 

Tidak ingin membuang waktu, Runtu berjalan keluar ceruk. Dia yakin bahwa kelinci bisa dipercaya. Di luar ceruk Runtu diam sejenak sambil mengatur rencananya. Ada tiga hal yang harus dia kerjakan dini hari itu pertama mencari kebun wortel, kedua mencari daging buruan untuk dirinya sendiri karena pasti dia membutuhkan energi banyak, dan ketiga memberitahu Suri, karena dia sudah pergi sehari lamanya. Runtu tidak ingin membuat sahabatnya khawatir menanti kabar darinya. Runtu memutar otak sambil memasang telinganya, siapa tahu ada mangsa di sekitarnya.

Comments

Popular posts from this blog

Akhirnya Kena Tilang Kedua

Nasib orang siapa tahu, kira-kira begitulah bunyi sebuah kata bijak yang kerap kita dengar. Kejadian itu akhirnya terulang lagi pada 2 September 2008 jam 23.30 di sekitaran Tebet. Hari itu aku ada pertemuan dengan Edy dan Nai di Mampang Prapatan. Biasalah membahas tentang kerjaan. Setelah selesai, jam 23.00 aku dan Edy beranjak pulang dengan rute pertama adalah mengantar Edy ke Cawang, karena dia akan pulang ke Bogor. Sesampainya di jalan protokol, saat akan putar balik ke arah Cawang perasaan mulai tidak enak. Di beberapa titik kami menyalip patroli BM. Sebenarnya kekhawatiran itu tidak perlu muncul jika saja lampu motorku bekerja dengan baik. Sebelumnya memang sudah diingatkan Pandam untuk berhati-hati jika melalui jalan protokol apalagi dengan lampu yang hidup enggan matipun tak mau, bakal jadi sasaran empuk patroli BM. Perjalan menuju Cawang tidak menemui hambatan berarti, walaupun pupil mata harus bekerja maksimal, maklum perjalanan hanya memanfaatkan cahaya bulan dan sorot kenda

Impact of Agrarian Change in Indonesia

Indonesia is a country that is facing a number of challenges related to food security and social protection, particularly in the context of agrarian change. On one hand, the country has seen an increase in agricultural productivity and exports, which has contributed to economic growth and development. On the other hand, this agrarian change has also led to a number of paradoxes, including a decline in food security and social protection for many of the country's most vulnerable citizens. One of the main drivers of agrarian change in Indonesia is the expansion of commercial agriculture, particularly in the form of large-scale oil palm and pulpwood plantations. This expansion has brought significant economic benefits to the country, including increased exports, foreign investment, and job creation. However, it has also led to the displacement of smallholder farmers, the destruction of natural habitats, and the loss of traditional livelihoods. This has had a negative impact on food se

4 Pelajaran Terbaik yang Saya Dapatkan di 30DWC Jilid 34

Rabu, 19 Januari 2022 adalah akhir dari tantangan 30 hari menulis tanpa henti. Kami menyebutnya 30DWC (30 Days Writing Challenge ). Kegiatan yang saya ikuti ini sudah sampai pada jilid ke 34. Program 30DWC ini dirancang untuk melatih kebiasaan menulis bagi mereka yang mau membiasakan diri menulis.  Saya mengikuti 30DWC ini karena memang ingin menantang diri saya sendiri. Apakah saya bisa menulis setiap hari tanpa henti? Ya, ternyata saya bisa. Selama sembilan hari saya sangat bersemangat. Setiap hari saya mengunggah tulisan di blog pribadi. Tercatat ada 2 tulisan non fiksi dan tujuh tulisan fiksi berupa cerpen bersambung. Namun, konsistensi menulis itu hanya bertahan sampai hari kesembilan. Memasuki hari kesepuluh, saya sudah tidak sanggup. Kemudian mundur secara konsisten dan menghilang ditelan kesibukan.  Enam hari menjelang berakhirnya 30DWC, semangat menulis kembali muncul karena dorongan dari teman-teman. Saya lalu menyemangati diri sendiri, bahwa saya bisa menuntaskan perjalanan