Skip to main content

10 Ribu Kata yang Luar Biasa

 Tulisan ini diilhami dari foto yang berada di lembar terakhir panduan 30DWC Jilid 34. Halaman akhir buku panduan menampilkan beberapa pemuda yang mendaki gunung batu. Ilustrasi ini memunculkan kembali kenangan ketika mendaki Gunung Rinjani. 


Dalam setiap pendakian, para pendaki memiliki beberapa pos perhentian. Pos perhentian ini disiapkan untuk memulihkan semangat dan energi. Saat itu akan digunakan untuk memeriksa kembali kondisi para pendaki, melihat kembali perbekalan dan memulihkan semangat. Medan yang terjal biasanya cukup membuat mental para pendaki kendor. Itulah pentingnya sebuah pos perhentian. Saat beristirahat, para pendaki tidak bengong saja. Mereka menggunakan saat ini untuk menilik kembali proses yang sudah dilalui, sekaligus menyiapkan rencana pendakian selanjutnya. Frasa yang bisa mewakili adalah refleksi dan evaluasi. 


Ini hari kedelapan sejak mengikuti tantangan menulis 30DWC. Selama delapan hari lalu, saya sudah memaksa diri sendiri menulis. Di awal menulis, saya membuat dua tulisan non fiksi. Tulisan pertama tentang aksara, yang kemudian menjadi nama squad saya. Tulisan kedua bercerita tentang awal mula perjalanan menulis 30DWC dan proses radioterapi ibu. Tulisan hari ketiga sampai hari kedelapan berubah ke genre fiksi. Selama enam hari tersebut, sudah ada enam cerita fabel bersambung tentang kisah Runtu burung hantu dan Suri serigala.


Peralihan genre tulisan dari non fiksi ke fiksi ini dimulai ketika saya membuat 30 topik menulis. Ide cerita ini bermula dari kisah persahabatan burung hantu dan serigala. Cerita ini saya gunakan sebagai dongeng pengantar tidur anak saya. Ketika menuangkan kembali cerita itu ke media blog, terjadi pergeseran jalan cerita. Awal mula, cerita ini adalah sebuah cerita pendek saja. Memerlukan waktu sekitar 15 menit bercerita. Setelah dituliskan plot cerita menjadi berkembang. Alur cerita jadi meluas.


Keluasan cerita ini bisa dilihat dari ceritanya yang bersambung belum sampai ke penyelesaian konflik. Rata-rata jumlah kata setiap kisah mencapai 1000 kata. Ini jumlah yang luar biasa. Saya tidak menduga sebelumnya bisa menulisa rata-rata 1000 kata per hari. Jadi total saya sudah menulis 8000 kata untuk kisah Runtu dan Suri. Ditambah lagi dengan dua cerita non fiksi yang keduanya berjumlah 1900 kata. Total jumlah kata selama delapan hari menulis hampir 10.000 kata. Wow, ini rekor yang luar biasa. 


Selanjutnya bagaimana menjaga mood dan ritme menulis? Ini yang masih menjadi perjuangan saya sampai detik tulisan ini diunggah. Semoga sampai akhir 30DWC saya bisa tepat waktu setor tulisan. 


Comments

Popular posts from this blog

Akhirnya Kena Tilang Kedua

Nasib orang siapa tahu, kira-kira begitulah bunyi sebuah kata bijak yang kerap kita dengar. Kejadian itu akhirnya terulang lagi pada 2 September 2008 jam 23.30 di sekitaran Tebet. Hari itu aku ada pertemuan dengan Edy dan Nai di Mampang Prapatan. Biasalah membahas tentang kerjaan. Setelah selesai, jam 23.00 aku dan Edy beranjak pulang dengan rute pertama adalah mengantar Edy ke Cawang, karena dia akan pulang ke Bogor. Sesampainya di jalan protokol, saat akan putar balik ke arah Cawang perasaan mulai tidak enak. Di beberapa titik kami menyalip patroli BM. Sebenarnya kekhawatiran itu tidak perlu muncul jika saja lampu motorku bekerja dengan baik. Sebelumnya memang sudah diingatkan Pandam untuk berhati-hati jika melalui jalan protokol apalagi dengan lampu yang hidup enggan matipun tak mau, bakal jadi sasaran empuk patroli BM. Perjalan menuju Cawang tidak menemui hambatan berarti, walaupun pupil mata harus bekerja maksimal, maklum perjalanan hanya memanfaatkan cahaya bulan dan sorot kenda...

#30DWC : Saya Bangkit karena Kalian, Terima Kasih Teman!

Menginjak hari ke 29, saya menilai bahwa #30DWC merupakan tantangan yang luar biasa. Tulisan ini merupakan kilas balik perjalanan saya mengikuti tantangan 30 hari menulis tanpa henti (#30DWC). Para peserta dipaksa menulis dan mengunggah tulisan setiap hari pada jam yang telah ditentukan.  Pada awal bergabung di #30DWC saya berpikir bahwa menulis setiap hari itu mudah. Jumlah kata yang disyaratkan dalam tulisan harian tersebut minimal sebanyak 200 kata. Rekam jejak saya di enam hari pertama cukup baik. Tulisan saya rata-rata bisa membukukan 1.000 kata di setiap unggahan.  Memasuki hari ketujuh, saya masih bisa mengirim tulisan. Namun stamina menulis saya sudah menurun. Saya mulai terlambat mengirim tagihan tulisan. Puncaknya adalah hari kesembilan. Hari itu adalah hari terakhir saya mengirim tagihan tulisan ke WA grup Aksara. Memasuki hari kesepuluh saya tidak aktif sama sekali. Alhasil saya menyandang status drop out. Setiap hari muncul rekap hasil tulisan teman-teman di grup....

Muara Angke, Monumen HAM Abadi

Bagi para penikmat sejarah Batavia , asal muasal nama Muara Angke ini sangat banyak ragamnya. Dan menarik untuk disimak. Tapi dalam rangka peringatan hari Hak Asasi Manusia ( HAM ) 10 Desember ini, saya akan menuliskan ulang tragedi kemanusiaan yang pernah terjadi di Jakarta. Kita akan bernostalgia di Batavia zaman Vereenigde Oost-Indische Compagnie ( VOC ) berkuasa di Nusantara. Pada mulanya Belanda datang ke Nusantara dengan maksud berdagang rempah-rempah. Namun karena persaingan dagang di antara negara penjelajah-pedagang seperti Portugis, Spanyol dan Inggris semakin sengit, membuat Belanda makin sewot dan gerah. Harga jual rempah-rempah setibanya di Belanda sangatlah mahal, karena rantai distribusinya sangat panjang. Untuk memotong jalur ini, maka sejak 1602 Belanda memulai kegiatan dagangnya di Nusantara. Semenjak mendapatkan Nusantara, Belanda ”seng ada lawan”. Pasalnya, seluruh perdagangan rempah-rempah telah dikuasai VOC. Hegemoni perdagangan ini semakin lama semakin...