Ulasan Soedrajad Djiwandono di kolom opini Kompas (27/05/2020) tentang Renminbi digital (eRMB) menarik untuk dipelajari lebih lanjut.
Dalam opini tersebut dituliskan bahwa perkembangan di masa depan, segala bentuk transaksi keuangan akan bergeser dari penggunaan uang kertas ke uang digital. Djiwandono mencontohkan transaksi harian yang dilakukan di Singapura seperti untuk pembayaran taksi dan pembayaran makanan di kantin sudah mulai bergeser ke transaksi digital.
Hal yang sama juga terjadi di Indonesia. Saat ini kita sudah terbiasa melakukan transaksi menggunakan Gopay, LinkAja, Flazz, dan OVO. Transaksi keuangan non tunai banyak diminati karena kemudahan dan kepraktisan penggunaan.
Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral - lembaga otoritas moneter mulai menyadari perkembangan transaksi non tunai. Secara khusus, BI menerbitkan kebijakan tentang penggunaan uang elektronik melalui Peraturan Bank Indonesia No 20/6/PBI/2018.
Peraturan uang elektronik BI mengatur dua jenis uang elektronik (UE), berdasarkan media penyimpanannya yaitu berbasis server dan berbasis chip. Kedua bentuk media penyimpanan UE tersebut kini banyak digunakan di masyarakat. UE berbasis server seperti OVO dan LinkAja. Sedangkan yang berbasis chip seperti Flazz yang dikeluarkan oleh BCA.
Kedua bentuk UE tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Saya mengamati, pada awal mula penggunaan UE, banyak orang yang menggunakan UE berbasis chip. Lambat laun, dengan tingginya penetrasi smartphone di masyarakat, menurut saya penggunaan UE berbasis server mulai banyak diminati.
Kemudahan penggunaan merupakan alasan UE mudah diterima masyarakat. Dengan semakin berkembangnya teknologi digital, penggunaan UE sebagai transaksi harian merupakan keniscayaan.
People's Bank of China (PBoC), bank sentral China sudah mulai melakukan kajian penggunaan UE. Kajian tersebut sudah dimulai sejak 2001. Pada April 2020, PBoC sudah melakukan uji coba terbatas di 4 kota. Hasil uji coba tersebut akan digunakan untuk penyempurnaan implementasi e-RMB.
Indonesia memiliki jumlah penduduk yang besar dan merupakan pasar potensial bagi investor. Maka tidak diragukan lagi. Di masa depan transaksi non tunai akan mendominasi . BI sebagai otoritas moneter perlu bersiap menghadapi perkembangan baru di era digital. Dukungan pemerintahan Jokowi pada startup digital merupakan langkah awal untuk mengantisipasi perkembangan teknologi digital masa depan.
Transaksi UE berbasis server merupakan cara yang akan banyak dipilih masyarakat. Media ini banyak diminati karena dalam transaksi masyarakat bisa mengakses UE miliknya menggunakan handphone. Penetrasi kepemilikan handphone di Indonesia tahun 2018 mencapai 26% populasi. Pada tahun yang sama, penetrasi handphone di China mencapai 50% populasi.
Setiap tahun harga handphone cenderung semakin terjangkau. Tentu handphone tersebut memiliki teknologi yang semakin canggih. Bisa diproyeksikan, bahwa persentase penetrasi kepemilikan handphone akan meningkat.
Bila dalam setahun diproyeksikan akan ada peningkatan sebesar 1%, maka pada tahun 2045, paling sedikit 50% populasi akan memiliki handphone. Penggunaan UE berbasis server akan semakin diminati. Agar penggunaan UE berbasis server semakin meluas maka infrastruktur komunikasi perlu dipersiapkan.
Perubahan ke era digital pasti terjadi, dan memaksa setiap aspek kehidupan beralih ke platform digital. Peralihan ke era digital ini dipercepat dengan adanya pandemi #peviko19 . Transaksi - transaksi konvensional yang mengandalkan pertemuan pembeli dan penjual secara langusung sudah berubah ke platform digital. Transaksi dalam bentuk UE semakin meningkat bila dibandingkan dengan era normal sebelum pandemi terjadi.
Dalam beberapa pemberitaan, kita mengetahui bahwa pemerintah berencana akan mengaktifkan kembali roda ekonomi. Tentu kegiatan perdagangan tersebut harus memenuhi protokol kesehatan yang telah ditetapkan.
Langkah pemerintah tersebut tentu akan semakin menguatkan penggunaan UE, khususnya yang berbasis server di masyarakat. Nilai lebih dari UE berbasis server adalah memberikan rasa aman masyarakat ketika bertransaksi. Transaksi menggunakan UE akan mengurangi potensi transmisi virus selama proses jual beli.
Melihat arah perkembangan dunia, maka kegiatan berbasis konvensional akan perlahan beralih ke platform digital. China melalui PBoC sudah memulai dengan uji coba eRMB. Bisa jadi langkah China ini akan diikuti oleh negara - negara besar lainnya seperti Amerika, Inggris dan Uni Eropa.
Pada tahun 2045, ketika kita memperingati 100 tahun kemerdekaan Indonesia, sekitar 50% penduduk Indonesia sudah melek digital. Penggunaan UE dalam bertransaksi akan semakin gencar. Lalu bagaimana UE bisa digunakan sebagai instrumen investasi?
Saya pikir ini adalah saat yang tepat bagi pemerintah untuk mengkaji dan menyiapkan kebijakan moneter baru yang berbasis digital. Antisipasi pemerintah China dengan eRMB yang sudah disiapkan sejak tahun 2001 bisa menjadi referensi kita.
Cepat atau lambat, mata uang digital Rupiah akan kita gunakan dalam transaksi. Masa depan eRp adalah keniscayaan. Selamat bertransaksi menggunakan eRp.
Dalam opini tersebut dituliskan bahwa perkembangan di masa depan, segala bentuk transaksi keuangan akan bergeser dari penggunaan uang kertas ke uang digital. Djiwandono mencontohkan transaksi harian yang dilakukan di Singapura seperti untuk pembayaran taksi dan pembayaran makanan di kantin sudah mulai bergeser ke transaksi digital.
Hal yang sama juga terjadi di Indonesia. Saat ini kita sudah terbiasa melakukan transaksi menggunakan Gopay, LinkAja, Flazz, dan OVO. Transaksi keuangan non tunai banyak diminati karena kemudahan dan kepraktisan penggunaan.
Bank Indonesia dan Uang Elektronik
Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral - lembaga otoritas moneter mulai menyadari perkembangan transaksi non tunai. Secara khusus, BI menerbitkan kebijakan tentang penggunaan uang elektronik melalui Peraturan Bank Indonesia No 20/6/PBI/2018.
Peraturan uang elektronik BI mengatur dua jenis uang elektronik (UE), berdasarkan media penyimpanannya yaitu berbasis server dan berbasis chip. Kedua bentuk media penyimpanan UE tersebut kini banyak digunakan di masyarakat. UE berbasis server seperti OVO dan LinkAja. Sedangkan yang berbasis chip seperti Flazz yang dikeluarkan oleh BCA.
Kedua bentuk UE tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Saya mengamati, pada awal mula penggunaan UE, banyak orang yang menggunakan UE berbasis chip. Lambat laun, dengan tingginya penetrasi smartphone di masyarakat, menurut saya penggunaan UE berbasis server mulai banyak diminati.
Kemudahan penggunaan merupakan alasan UE mudah diterima masyarakat. Dengan semakin berkembangnya teknologi digital, penggunaan UE sebagai transaksi harian merupakan keniscayaan.
People's Bank of China (PBoC), bank sentral China sudah mulai melakukan kajian penggunaan UE. Kajian tersebut sudah dimulai sejak 2001. Pada April 2020, PBoC sudah melakukan uji coba terbatas di 4 kota. Hasil uji coba tersebut akan digunakan untuk penyempurnaan implementasi e-RMB.
Meramal UE di Indonesia
Indonesia memiliki jumlah penduduk yang besar dan merupakan pasar potensial bagi investor. Maka tidak diragukan lagi. Di masa depan transaksi non tunai akan mendominasi . BI sebagai otoritas moneter perlu bersiap menghadapi perkembangan baru di era digital. Dukungan pemerintahan Jokowi pada startup digital merupakan langkah awal untuk mengantisipasi perkembangan teknologi digital masa depan.
Transaksi UE berbasis server merupakan cara yang akan banyak dipilih masyarakat. Media ini banyak diminati karena dalam transaksi masyarakat bisa mengakses UE miliknya menggunakan handphone. Penetrasi kepemilikan handphone di Indonesia tahun 2018 mencapai 26% populasi. Pada tahun yang sama, penetrasi handphone di China mencapai 50% populasi.
Setiap tahun harga handphone cenderung semakin terjangkau. Tentu handphone tersebut memiliki teknologi yang semakin canggih. Bisa diproyeksikan, bahwa persentase penetrasi kepemilikan handphone akan meningkat.
Bila dalam setahun diproyeksikan akan ada peningkatan sebesar 1%, maka pada tahun 2045, paling sedikit 50% populasi akan memiliki handphone. Penggunaan UE berbasis server akan semakin diminati. Agar penggunaan UE berbasis server semakin meluas maka infrastruktur komunikasi perlu dipersiapkan.
UE sebagai Transaksi Era New Normal
Perubahan ke era digital pasti terjadi, dan memaksa setiap aspek kehidupan beralih ke platform digital. Peralihan ke era digital ini dipercepat dengan adanya pandemi #peviko19 . Transaksi - transaksi konvensional yang mengandalkan pertemuan pembeli dan penjual secara langusung sudah berubah ke platform digital. Transaksi dalam bentuk UE semakin meningkat bila dibandingkan dengan era normal sebelum pandemi terjadi.
Dalam beberapa pemberitaan, kita mengetahui bahwa pemerintah berencana akan mengaktifkan kembali roda ekonomi. Tentu kegiatan perdagangan tersebut harus memenuhi protokol kesehatan yang telah ditetapkan.
Langkah pemerintah tersebut tentu akan semakin menguatkan penggunaan UE, khususnya yang berbasis server di masyarakat. Nilai lebih dari UE berbasis server adalah memberikan rasa aman masyarakat ketika bertransaksi. Transaksi menggunakan UE akan mengurangi potensi transmisi virus selama proses jual beli.
Kebijakan Moneter Era Digital
Melihat arah perkembangan dunia, maka kegiatan berbasis konvensional akan perlahan beralih ke platform digital. China melalui PBoC sudah memulai dengan uji coba eRMB. Bisa jadi langkah China ini akan diikuti oleh negara - negara besar lainnya seperti Amerika, Inggris dan Uni Eropa.
Pada tahun 2045, ketika kita memperingati 100 tahun kemerdekaan Indonesia, sekitar 50% penduduk Indonesia sudah melek digital. Penggunaan UE dalam bertransaksi akan semakin gencar. Lalu bagaimana UE bisa digunakan sebagai instrumen investasi?
Saya pikir ini adalah saat yang tepat bagi pemerintah untuk mengkaji dan menyiapkan kebijakan moneter baru yang berbasis digital. Antisipasi pemerintah China dengan eRMB yang sudah disiapkan sejak tahun 2001 bisa menjadi referensi kita.
Cepat atau lambat, mata uang digital Rupiah akan kita gunakan dalam transaksi. Masa depan eRp adalah keniscayaan. Selamat bertransaksi menggunakan eRp.
Comments