Skip to main content

Pedulikan Anda Pada Setetes Air?


Air merupakan sumberdaya alam yang luar biasa. Hampir 80% komposisi tubuh manusia adalah zat cair. Jika manusia kekurangan air, akan berakibat fatal bagi fungsi dasar tubuh. Fakta ilmiah menunjukkan bahwa ketersediaan air di bumi tidak pernah berkurang. Melalui siklus hidrologi, air melalui masa daur ulang. Air yang sudah digunakan oleh mahluk hidup, kemudian masuk ke dalam sistem pengairan besar, seperti sungai dan laut, untuk kemudian menguap, jadi awan dan turun kembali menjadi hujan dan siap dikonsumsi kembali.

Semua proses tersebut terjadi di dalam tempat yang kita kenal sebagai bumi. Seiring dengan cerdasnya manusia, kondisi lingkungan pun semakin tidak sehat. Maraknya pencemaran sumber air karena limbah perusahaan yang tidak diolah ke sungai-sungai sumber air minum warga. Rusaknya mata air pegunungan karena alih fungsi lahan dan penebangan hutan secara illegal. Pemanfaatan sungai sebagai WC umum dan tempat pembuangan sampah terpanjang. Dan daftar ini semakin lama semakin bertambah panjang. Dampak yang ditimbulkan secara langsung maupun tidak langsung.

Pernah kita berpikir sejenak, tentang perilaku kita yang jahat terhadap air. Kita tidak pernah menganggap air sebagai sesuatu yang berharga. Sampai saat ini kita masih memperolehnya secara “gratis.” Seberapa pedulikah manusia pada kelestarian sumberdaya alam yang masih bisa diperoleh secara bebas dan hampir tidak mengeluarkan uang sepeser-pun?

Jika suatu saat kita harus membayar setiap tetes air yang kita gunakan, tentu kita akan berpikir dua kali saat menggunakan air. Jika kita harus membayar air, masihkan manusia akan membuang 10 liter air secara percuma hanya untuk mandi? Jika kita harus membeli air, apakah kita tega mengotori sumber air yang tersisa dengan air limbah kita?

Dalam rangka peringatan hari air ini, marilah kita melihat kembali semua gaya hidup kita yang tidak ramah air. Mulailah dari hal yang paling kecil. Kita tidak perlu menjadi manusia sempurna untuk melakukan penyelamatan air. Mandilah secukupnya, pertimbangkan setiap tetes air yang akan kita gunakan.

Ketika seorang manusia sudah menghargai setiap tetes air yang digunakan, dia sudah belajar untuk menghargai kehidupan mahluk lain di muka bumi ini. Selamat menyambut hari air, selamatkan sumber air, selamatkan kehidupan.

Comments

ayha said…
memang air tanpa kita sadari bukan merupakan barang penting tetapi ketika kita haus kita sangat memerlukannya. maka dari itu kita perlu menjanganya sepanjang masa
imelda said…
salam kenal Mas Hendra,,

saya imelda. saya tau blog ini dari Monic JSN... dengar2 mas aktif dan aktif dengan kegiatan lingkungan.. Maaf mas,kira2 saya bisa minta kontak nya tidak??? saya kebetulan dapat tugas ttg kepedulian lingkungan..
hendra said…
imelda.. senang sekali bisa membantu. sila hubungi saya di hendra.aquan@gmail.com.. trims

Popular posts from this blog

Akhirnya Kena Tilang Kedua

Nasib orang siapa tahu, kira-kira begitulah bunyi sebuah kata bijak yang kerap kita dengar. Kejadian itu akhirnya terulang lagi pada 2 September 2008 jam 23.30 di sekitaran Tebet. Hari itu aku ada pertemuan dengan Edy dan Nai di Mampang Prapatan. Biasalah membahas tentang kerjaan. Setelah selesai, jam 23.00 aku dan Edy beranjak pulang dengan rute pertama adalah mengantar Edy ke Cawang, karena dia akan pulang ke Bogor. Sesampainya di jalan protokol, saat akan putar balik ke arah Cawang perasaan mulai tidak enak. Di beberapa titik kami menyalip patroli BM. Sebenarnya kekhawatiran itu tidak perlu muncul jika saja lampu motorku bekerja dengan baik. Sebelumnya memang sudah diingatkan Pandam untuk berhati-hati jika melalui jalan protokol apalagi dengan lampu yang hidup enggan matipun tak mau, bakal jadi sasaran empuk patroli BM. Perjalan menuju Cawang tidak menemui hambatan berarti, walaupun pupil mata harus bekerja maksimal, maklum perjalanan hanya memanfaatkan cahaya bulan dan sorot kenda...

#30DWC : Saya Bangkit karena Kalian, Terima Kasih Teman!

Menginjak hari ke 29, saya menilai bahwa #30DWC merupakan tantangan yang luar biasa. Tulisan ini merupakan kilas balik perjalanan saya mengikuti tantangan 30 hari menulis tanpa henti (#30DWC). Para peserta dipaksa menulis dan mengunggah tulisan setiap hari pada jam yang telah ditentukan.  Pada awal bergabung di #30DWC saya berpikir bahwa menulis setiap hari itu mudah. Jumlah kata yang disyaratkan dalam tulisan harian tersebut minimal sebanyak 200 kata. Rekam jejak saya di enam hari pertama cukup baik. Tulisan saya rata-rata bisa membukukan 1.000 kata di setiap unggahan.  Memasuki hari ketujuh, saya masih bisa mengirim tulisan. Namun stamina menulis saya sudah menurun. Saya mulai terlambat mengirim tagihan tulisan. Puncaknya adalah hari kesembilan. Hari itu adalah hari terakhir saya mengirim tagihan tulisan ke WA grup Aksara. Memasuki hari kesepuluh saya tidak aktif sama sekali. Alhasil saya menyandang status drop out. Setiap hari muncul rekap hasil tulisan teman-teman di grup....

Muara Angke, Monumen HAM Abadi

Bagi para penikmat sejarah Batavia , asal muasal nama Muara Angke ini sangat banyak ragamnya. Dan menarik untuk disimak. Tapi dalam rangka peringatan hari Hak Asasi Manusia ( HAM ) 10 Desember ini, saya akan menuliskan ulang tragedi kemanusiaan yang pernah terjadi di Jakarta. Kita akan bernostalgia di Batavia zaman Vereenigde Oost-Indische Compagnie ( VOC ) berkuasa di Nusantara. Pada mulanya Belanda datang ke Nusantara dengan maksud berdagang rempah-rempah. Namun karena persaingan dagang di antara negara penjelajah-pedagang seperti Portugis, Spanyol dan Inggris semakin sengit, membuat Belanda makin sewot dan gerah. Harga jual rempah-rempah setibanya di Belanda sangatlah mahal, karena rantai distribusinya sangat panjang. Untuk memotong jalur ini, maka sejak 1602 Belanda memulai kegiatan dagangnya di Nusantara. Semenjak mendapatkan Nusantara, Belanda ”seng ada lawan”. Pasalnya, seluruh perdagangan rempah-rempah telah dikuasai VOC. Hegemoni perdagangan ini semakin lama semakin...