Skip to main content

Situs Patiayam


Siapa yang tidak kenal Sangiran, sebuah situs kepurbakalaan yang mengungkap keberadaan manusia purba di Pulau Jawa. Selain Sangiran, ada sebuah situs yang mungkin tidak banyak orang tahu. Situs yang dikenal sebagai Patiayam berada di Dukuh Kancilan, Desa Terban, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Patiayam merupakan nama tempat penemuan fosil-fosil hewan dan manusia purba. Tempat penemuan ini berada di petak 21 Perhutani di lahan seluas 47,8 hektar.

Patiayam modern merupakan kubah di kaki selatan Gunung Muria. Di sekeliling daerah perbukitan ini, sekarang dimanfaatkan warga untuk daerah pertanian dan perkebunan. Gambaran ini jauh berbeda, karena Patiayam purba merupakan sebuah lautan.
Akibat letusan Gunung Muria sekitar 5 juta tahun yang lalu, lautan purba tersebut berubah secara dramatis. Pasca letusan, terjadilah proses pengendapan dan lama kelamaan menjadi sebuah daratan dan akhirnya saat ini menjadi kubah yang dapat kita lihat dari kejauhan.

Dari beberapa kali penggalian di situs Patiayam banyak ditemukan fosil manusia purba. Bukti ini memperkuat dugaan bahwa Patiayam merupakan tempat berkumpulnya komunitas manusia purba di mana di sana banyak ditemukan hewan buruan. Fosil-fosil purba tersebut pertama kali ditemukan pada tahun 1979 oleh Dr. Yahdi dari Geologi ITB. Pada penemuan pertama kali ini ditemukan 1 gigi geraham dan 7 pecahan tengkorak manusia purba. Sekitar 3 tahun kemudian pada tahun 1982, ditemukan kembali gading Stegodon dengan panjang 3,5 meter dan geraham manusia. Temuan ini kemudian disimpan di museum Ronggowarsito.

Penemuan kembali terjadi pada tahuan 2002. Menurut penuturan warga, ada mahasiswa yang melakukan penelitian tentang fosil Patiayam. Dalam penelitian tersebut diperoleh 2 karung. Namun sampai sekarang hasil penelitian tersebut tidak ada beritanya. Apakah penemuan ini benar-benar dilakukan oleh mahasiswa atau para penyelundup barang purbakala.

Pada tahun 2005 di lubang galian pasir berukuran 2 x 1,5 meter kembali ditemukan serpihan fosil. Penemuan ini berjarak sekitar 100 meter dari lokasi penemuan sebelumnya. Warga setempat menyebut lokasi penemuan ini sebagai Watu Butho (batu raksasa). Penemuan terakhir terjadi pada penggalian tahun 2007. Pada penggalian ini ditemukan gading Stegodon trigonocephalus dengan panjang 3,7 meter.

Semenjak banyaknya penemuan di lokasi tersebut, pada tanggal 2 Oktober 2005 pemerintah menetapkan lokasi ini sebagai Kawasan Benda Cagar Budaya. Penetapannya melalui Surat Keputusan Kepala Balai Pelestarian Purbakala Jateng No: 988/102.SP/BP3/P.IX/2005. Melalui keputusan pemerintah ini diharapkan benda purbakala yang masih terkubur di dalam tanah dapat tetap terpelihara keberadaannya untuk diteliti selanjutnya.

Comments

Popular posts from this blog

Akhirnya Kena Tilang Kedua

Nasib orang siapa tahu, kira-kira begitulah bunyi sebuah kata bijak yang kerap kita dengar. Kejadian itu akhirnya terulang lagi pada 2 September 2008 jam 23.30 di sekitaran Tebet. Hari itu aku ada pertemuan dengan Edy dan Nai di Mampang Prapatan. Biasalah membahas tentang kerjaan. Setelah selesai, jam 23.00 aku dan Edy beranjak pulang dengan rute pertama adalah mengantar Edy ke Cawang, karena dia akan pulang ke Bogor. Sesampainya di jalan protokol, saat akan putar balik ke arah Cawang perasaan mulai tidak enak. Di beberapa titik kami menyalip patroli BM. Sebenarnya kekhawatiran itu tidak perlu muncul jika saja lampu motorku bekerja dengan baik. Sebelumnya memang sudah diingatkan Pandam untuk berhati-hati jika melalui jalan protokol apalagi dengan lampu yang hidup enggan matipun tak mau, bakal jadi sasaran empuk patroli BM. Perjalan menuju Cawang tidak menemui hambatan berarti, walaupun pupil mata harus bekerja maksimal, maklum perjalanan hanya memanfaatkan cahaya bulan dan sorot kenda

Impact of Agrarian Change in Indonesia

Indonesia is a country that is facing a number of challenges related to food security and social protection, particularly in the context of agrarian change. On one hand, the country has seen an increase in agricultural productivity and exports, which has contributed to economic growth and development. On the other hand, this agrarian change has also led to a number of paradoxes, including a decline in food security and social protection for many of the country's most vulnerable citizens. One of the main drivers of agrarian change in Indonesia is the expansion of commercial agriculture, particularly in the form of large-scale oil palm and pulpwood plantations. This expansion has brought significant economic benefits to the country, including increased exports, foreign investment, and job creation. However, it has also led to the displacement of smallholder farmers, the destruction of natural habitats, and the loss of traditional livelihoods. This has had a negative impact on food se

4 Pelajaran Terbaik yang Saya Dapatkan di 30DWC Jilid 34

Rabu, 19 Januari 2022 adalah akhir dari tantangan 30 hari menulis tanpa henti. Kami menyebutnya 30DWC (30 Days Writing Challenge ). Kegiatan yang saya ikuti ini sudah sampai pada jilid ke 34. Program 30DWC ini dirancang untuk melatih kebiasaan menulis bagi mereka yang mau membiasakan diri menulis.  Saya mengikuti 30DWC ini karena memang ingin menantang diri saya sendiri. Apakah saya bisa menulis setiap hari tanpa henti? Ya, ternyata saya bisa. Selama sembilan hari saya sangat bersemangat. Setiap hari saya mengunggah tulisan di blog pribadi. Tercatat ada 2 tulisan non fiksi dan tujuh tulisan fiksi berupa cerpen bersambung. Namun, konsistensi menulis itu hanya bertahan sampai hari kesembilan. Memasuki hari kesepuluh, saya sudah tidak sanggup. Kemudian mundur secara konsisten dan menghilang ditelan kesibukan.  Enam hari menjelang berakhirnya 30DWC, semangat menulis kembali muncul karena dorongan dari teman-teman. Saya lalu menyemangati diri sendiri, bahwa saya bisa menuntaskan perjalanan