Skip to main content

Ratusan Warga Jakarta dan Bogor Melakukan Aksi Serempak untuk Ciliwung

Jakarta, 5 Juni 2009. Sejumlah organisasi dan komunitas warga di Jakarta dan Bogor secara serempak melakukan aksi kepedulian bagi Ciliwung. Aksi yang akan melibatkan ratusan orang ini dilakukan sebagai upaya untuk menggalang kepedulian warga Jakarta dan Bogor terhadap rusaknya fungsi ekologis dan sosial Sungai Ciliwung. Aksi ini juga dilakukan dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia tanggal 5 Juni dan Hari Kelautan Sedunia tanggal 8 Juni.

Sungai Ciliwung adalah salah satu sungai besar di Jawa dan telah ratusan tahun lamanya menjadi urat nadi kehidupan warga masyarakat Jawa Barat dan Jakarta. Perubahan fisik sungai ini telah berdampak luas pada kehidupan masyarakat di kedua propinsi. Sungai yang tadinya berperan penting bagi kehidupan manusia, kini telah kehilangan fungsi utamanya. Kualitas air Sungai Ciliwung akhirnya mengalami penurunan dari waktu ke waktu karena pencemaran air, penyempitan badan sungai, dan pendangkalan.

”Kawasan Cagar Budaya Condet sebagai salah satu kawasan hijau yang tersisa di Jakarta merupakan kawasan penting sebagai pelestarian Salak Condet, buah asli Jakarta. Kerusakan Ciliwung, memberikan dampak bagi kelestarian kawasan ini,” ujar Abdul Khodir, penggerak Komunitas Ciliwung Condet.

Rusaknya fungsi sosial dan ekologi Ciliwung adalah potret rendahnya tanggung jawab semua pihak, baik warga, kalangan industri, dan pemerintah. Padahal secara historis sungai ini memiliki peran maha penting pada kehidupan warga selama ratusan tahun. Kini, sungai hanya dilihat sebagai sebuah “saluran pembuangan raksasa”. Bukan tidak mungkin kerusakan ini bermuara pada bencana banjir di Ibukota. Ade dari Relawan Ciliwung mengatakan,“Kami menemukan aktivitas pembuangan dan penimbunan sampah di sepanjang bantaran Ciliwung, di daerah Pejaten, Pasar Minggu. Jika timbunan itu longsor, maka aliran akan membendung aliran Ciliwung dan menyebabkan banjir yang parah di Ibukota”.

Kerusakan fungsi ekologis dan sosial Sungai Ciliwung ini mendorong sejumlah organisasi dan komunitas masyarakat di Jakarta dan Bogor untuk melakukan aksi kepedulian bertema “Satu Ciliwung Alirkan Sejuta Aksi”. Secara serempak aksi ini akan dilakukan puncaknya pada tanggal 7 Juni 2009, di Kota Bogor, Condet, Tanjung Barat, Bukit Duri, Kapuk Muara, dan Suaka Margasatwa Muara Angke. Aksi serempak ini akan melibatkan ratusan warga Jakarta dan Bogor dengan melakukan aksi bersih sampah, susur kali, dongeng untuk anak, dan kampanye anti penggunaan Styrofoam.

Di wilayah Bogor, aksi kepedulian terhadap Ciliwung ini sekaligus untuk memperingati Hari Jadi Kota Bogor yang ke-527 dan menjadi bagian dari aksi bersih sungai yang telah rutin dilakukan setiap hari minggu oleh Komunitas Peduli Ciliwung (KPC). Tidak hanya membersihkan sungai, KPC juga secara rutin melakukan serangkaian riset sederhana, pemutaran film, dan pendidikan lingkungan hidup di sekolah dasar. “Kami melakukan semua kegiatan ini secara sukarela. Ini adalah wujud tanggung jawab kami sebagai warga Bogor yang tidak ingin menanggung malu karena memiliki Sungai Ciliwung. Kami harap warga yang lain dan Pemerintah Kota dapat mengikuti upaya kami,” ungkap Hapsoro, Koordinator KPC.

Seorang relawan dari Jakarta Green Monster, Hendra Aquan mengatakan, “Dalam kegiatan ini kami melakukannya secara serempak di Jakarta dan Bogor, tidak lain karena Ciliwung memiliki hubungan erat antara hulu sampai hilir. Jadi apa yang dilakukan di hulu pasti akan berdampak di daerah hilir”. Sebagai contoh setiap tahunnya masyarakat di Kapuk Muara harus berurusan dengan gunungan sampah yang terbawa air banjir ketika musim hujan ataupun banjir pasang melanda kawasan pesisir utara Jakarta. Sampah – sampah tersebut tidak berasal dari kawasan mereka saja tapi akumulasi dari sampah masyarakat di Bogor, Depok, dan Jakarta yang dibuang ke Sungai Ciliwung.

Melalui kegiatan serentak ini diharapkan bisa mendorong kepedulian masyarakat untuk menjadikan Sungai Ciliwung bersih dan lestari di masa mendatang. “Dengan momentum Hari Lingkungan Hidup dan Hari Kelautan Sedunia kami mengajak siapa pun untuk secara bersama – sama dan mandiri terlibat di kegiatan ini. Bukan tidak mungkin jika kita bisa memperbaiki kondisi Sungai Ciliwung maka anak cucu kita masih bisa melihat keindahan burung Elang Jawa, burung Bubut Jawa, serta manisnya Salak Condet di masa mendatang” ungkap Rina Kusuma dari Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia.

Sumber : Press release Satu Ciliwung Alirkan Sejuta Aksi 2009

Comments

Popular posts from this blog

Akhirnya Kena Tilang Kedua

Nasib orang siapa tahu, kira-kira begitulah bunyi sebuah kata bijak yang kerap kita dengar. Kejadian itu akhirnya terulang lagi pada 2 September 2008 jam 23.30 di sekitaran Tebet. Hari itu aku ada pertemuan dengan Edy dan Nai di Mampang Prapatan. Biasalah membahas tentang kerjaan. Setelah selesai, jam 23.00 aku dan Edy beranjak pulang dengan rute pertama adalah mengantar Edy ke Cawang, karena dia akan pulang ke Bogor. Sesampainya di jalan protokol, saat akan putar balik ke arah Cawang perasaan mulai tidak enak. Di beberapa titik kami menyalip patroli BM. Sebenarnya kekhawatiran itu tidak perlu muncul jika saja lampu motorku bekerja dengan baik. Sebelumnya memang sudah diingatkan Pandam untuk berhati-hati jika melalui jalan protokol apalagi dengan lampu yang hidup enggan matipun tak mau, bakal jadi sasaran empuk patroli BM. Perjalan menuju Cawang tidak menemui hambatan berarti, walaupun pupil mata harus bekerja maksimal, maklum perjalanan hanya memanfaatkan cahaya bulan dan sorot kenda...

#30DWC : Saya Bangkit karena Kalian, Terima Kasih Teman!

Menginjak hari ke 29, saya menilai bahwa #30DWC merupakan tantangan yang luar biasa. Tulisan ini merupakan kilas balik perjalanan saya mengikuti tantangan 30 hari menulis tanpa henti (#30DWC). Para peserta dipaksa menulis dan mengunggah tulisan setiap hari pada jam yang telah ditentukan.  Pada awal bergabung di #30DWC saya berpikir bahwa menulis setiap hari itu mudah. Jumlah kata yang disyaratkan dalam tulisan harian tersebut minimal sebanyak 200 kata. Rekam jejak saya di enam hari pertama cukup baik. Tulisan saya rata-rata bisa membukukan 1.000 kata di setiap unggahan.  Memasuki hari ketujuh, saya masih bisa mengirim tulisan. Namun stamina menulis saya sudah menurun. Saya mulai terlambat mengirim tagihan tulisan. Puncaknya adalah hari kesembilan. Hari itu adalah hari terakhir saya mengirim tagihan tulisan ke WA grup Aksara. Memasuki hari kesepuluh saya tidak aktif sama sekali. Alhasil saya menyandang status drop out. Setiap hari muncul rekap hasil tulisan teman-teman di grup....

Muara Angke, Monumen HAM Abadi

Bagi para penikmat sejarah Batavia , asal muasal nama Muara Angke ini sangat banyak ragamnya. Dan menarik untuk disimak. Tapi dalam rangka peringatan hari Hak Asasi Manusia ( HAM ) 10 Desember ini, saya akan menuliskan ulang tragedi kemanusiaan yang pernah terjadi di Jakarta. Kita akan bernostalgia di Batavia zaman Vereenigde Oost-Indische Compagnie ( VOC ) berkuasa di Nusantara. Pada mulanya Belanda datang ke Nusantara dengan maksud berdagang rempah-rempah. Namun karena persaingan dagang di antara negara penjelajah-pedagang seperti Portugis, Spanyol dan Inggris semakin sengit, membuat Belanda makin sewot dan gerah. Harga jual rempah-rempah setibanya di Belanda sangatlah mahal, karena rantai distribusinya sangat panjang. Untuk memotong jalur ini, maka sejak 1602 Belanda memulai kegiatan dagangnya di Nusantara. Semenjak mendapatkan Nusantara, Belanda ”seng ada lawan”. Pasalnya, seluruh perdagangan rempah-rempah telah dikuasai VOC. Hegemoni perdagangan ini semakin lama semakin...