Skip to main content

Tilang Pertama Tahun 2008

Pagi ini apes bener. Janjian ketemuan pagi dengan beberapa teman batal semua. Mana sudah bangun pagi pula. Eh, setelah rencana pertama gagal, kejatuhan tangga pula. Heeh.. benar-benar menyebalkan. Pagi ini sekira pukul 10.00 WIB, aku kena tilang di perempatan Grogol.

Kena tilang, sebenarnya bukan kejadian pertama. Sudah sering kali ditilang semenjak pindah ke Jakarta, melanggar lalu lintas sepertinya menjadi agenda tahunan. Tahun 2007 saja, setahun sampai 5 kali kena tilang. Ada-ada saja penyebabnya, mulai dari melanggar lampu merah sampai masuk jalur busway. Syukurlah tahun 2008 ini baru tadi kena tilang. Ya, tahun ini cukup sekali saja jangan nambah.

Ceritanya begini. Setelah mendapat kabar bahwa ketemuan itu batal, segera aku tancap gas ke arah Kapuk Muara. Sampai di lampu merah depan Citraland, motor berhenti karena lampu menyala merah. Di perempatan itu ada beberapa lampu merah. Dan bodohnya, aku hanya melihat lampu merah yang ada di sebelah kanan. Lampu itu menyala hijau, sementara aku ada di barisan paling muka. Sontak saja, aku tancap gas. Eh, ga tahunya, polisi di depan sudah menghadang. "Wah, pasti ada something wrong nih !" ujarku dalam hati. Benar saja, saat aku sudah parkir motor di depan pos polisi, kutengok belakang, ternyata ga ada yang jalan. Hehehe.. kebodohan yang menyebalkan.

Dengan pasrah, aku masuk ke pos polisi. Ya, secara prosedural, tunjukkan SIM dan STNK. Lalu Bripka Goenawan dari Polres Tanjung Duren, mengeluarkan surat tilang. Aku sih tenang-tenang aja, bakal ikutan sidang tilang nih. Ya, setidaknya aku mo coba jalur bener. Pasalnya kejadian yang sudah-sudah, biasa pakai uang damai. Eh, setelah semua form diisi, ditanggal sidang tertulis 26 September 2008. "Busyet, celaka 13 nih !" pekik ku dalam hati. Betapa tidak, tanggal 24 September sudah rencana backpaking ke Bali Lombok bersama beberapa teman. Dengan segala pertimbangan, akhirnya aku mengalahkan sidang tilang demi backpaking.

Segera kucari polisi yang bernama Suhartono. Pangkatnya sih tidak jelas, sepertinya dia komandan penjagaan saat itu. "Lapor ndan, tadi saya terobos lampu merah" ujarku dengan yakin sambil menyodorkan surat tilang. Lantas dia timpali "Mana berkas tilangnya?" Akhirnya aku kembali lagi ke pos polisi mengambil berkas yang dimaksud. Sejurus kemudian dia mengajak ke pos jaga yang berada di dalam. Ya, tahu sendirilah, diskusi yang terjadi adalah seputar negosiasi uang damai.

Setelah dengan negosiasi yang tidak rumit dan dengan pendekatan kultural, sama-sama suku Jawa akhirnya negosiasi uang damai itupun selesai di harga Rp. 50.000,- Biarkanlah lembaran biru itu melayang, asalkan rencana backpaking tidak gagal. Setelah SIM diserahkan, aku segera meninggalkan pos polisi itu menuju ke Kapuk Muara.

Seharusnya peristiwa ini tidak terjadi jika lampu yang kulihat itu benar. Huf.. kejadian ini cukup sampai di sini. Jangan sampai terulang lagi deh. Karena kejadian ini, aku sudah terlibat dalam kasus korupsi yang sedang diberantas di republik ini. Sebuah kasus yang patut direnungkan disaat besok hari kemerdekaan republik ini yang ke 63. Haruskah aku sebagai warga negara menyuburkan praktek ilegal seperti ini?

Comments

Lilis said…
ku denger kemarin ditilang lagi tgl 3 Sep ato kapan tuh....jadi taun ini dah 2x dong ya...hehhe selamet ya
Hendra said…
bu lilis, bukan tanggal 3 sep tapi 2 sep. sudah aku posting tentang tilang kedua itu, sila dibaca... heheh btw bisa direimbursh ga ya??

Popular posts from this blog

Akhirnya Kena Tilang Kedua

Nasib orang siapa tahu, kira-kira begitulah bunyi sebuah kata bijak yang kerap kita dengar. Kejadian itu akhirnya terulang lagi pada 2 September 2008 jam 23.30 di sekitaran Tebet. Hari itu aku ada pertemuan dengan Edy dan Nai di Mampang Prapatan. Biasalah membahas tentang kerjaan. Setelah selesai, jam 23.00 aku dan Edy beranjak pulang dengan rute pertama adalah mengantar Edy ke Cawang, karena dia akan pulang ke Bogor. Sesampainya di jalan protokol, saat akan putar balik ke arah Cawang perasaan mulai tidak enak. Di beberapa titik kami menyalip patroli BM. Sebenarnya kekhawatiran itu tidak perlu muncul jika saja lampu motorku bekerja dengan baik. Sebelumnya memang sudah diingatkan Pandam untuk berhati-hati jika melalui jalan protokol apalagi dengan lampu yang hidup enggan matipun tak mau, bakal jadi sasaran empuk patroli BM. Perjalan menuju Cawang tidak menemui hambatan berarti, walaupun pupil mata harus bekerja maksimal, maklum perjalanan hanya memanfaatkan cahaya bulan dan sorot kenda

Impact of Agrarian Change in Indonesia

Indonesia is a country that is facing a number of challenges related to food security and social protection, particularly in the context of agrarian change. On one hand, the country has seen an increase in agricultural productivity and exports, which has contributed to economic growth and development. On the other hand, this agrarian change has also led to a number of paradoxes, including a decline in food security and social protection for many of the country's most vulnerable citizens. One of the main drivers of agrarian change in Indonesia is the expansion of commercial agriculture, particularly in the form of large-scale oil palm and pulpwood plantations. This expansion has brought significant economic benefits to the country, including increased exports, foreign investment, and job creation. However, it has also led to the displacement of smallholder farmers, the destruction of natural habitats, and the loss of traditional livelihoods. This has had a negative impact on food se

4 Pelajaran Terbaik yang Saya Dapatkan di 30DWC Jilid 34

Rabu, 19 Januari 2022 adalah akhir dari tantangan 30 hari menulis tanpa henti. Kami menyebutnya 30DWC (30 Days Writing Challenge ). Kegiatan yang saya ikuti ini sudah sampai pada jilid ke 34. Program 30DWC ini dirancang untuk melatih kebiasaan menulis bagi mereka yang mau membiasakan diri menulis.  Saya mengikuti 30DWC ini karena memang ingin menantang diri saya sendiri. Apakah saya bisa menulis setiap hari tanpa henti? Ya, ternyata saya bisa. Selama sembilan hari saya sangat bersemangat. Setiap hari saya mengunggah tulisan di blog pribadi. Tercatat ada 2 tulisan non fiksi dan tujuh tulisan fiksi berupa cerpen bersambung. Namun, konsistensi menulis itu hanya bertahan sampai hari kesembilan. Memasuki hari kesepuluh, saya sudah tidak sanggup. Kemudian mundur secara konsisten dan menghilang ditelan kesibukan.  Enam hari menjelang berakhirnya 30DWC, semangat menulis kembali muncul karena dorongan dari teman-teman. Saya lalu menyemangati diri sendiri, bahwa saya bisa menuntaskan perjalanan