Skip to main content

Hai Tanahku Papua

Judul tersebut tentu tidak asing lagi bagi anda yang pernah berhubungan dengan berbagai isu tentang Papua. Hai Tanahku Papua adalah volkslied (lagu kebangsaan) yang ditulis pada tahun 1930-an oleh Izaak Samuel Kijne, seorang misionaris Belanda yang juga menyusun lagu di buku pujian Nyanyian Rohani.


Lagu kebangsaan ini pernah diusung oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) sebagai lagu kebangsaan Republik West Papua. Beberapa kali pernah santer diangkat sebagai usaha pemisahan diri OPM dari Negara Kok Republik Indonesia (NKRI). Saat ini, mari kita tepis itu semua. Tulisan ini hanya untuk berbagi informasi yang saya miliki saja. Sebagai pengayaan pengetahuan kita.


Lagu Hai Tanahku Papua ini sangat jarang diperdengarkan karena masuk dalam lagu terlarang oleh pemerintah NKRI. Jadi tidak banyak orang yang tahu. Lirik lagu ini ditulis dalam bahasa Indonesia dan Belanda, yang disajikan dalam 7 bait. Sampai sekarang saya masih heran, mengapa lagu ini sampai dilarang. Kalau dicermati, syair lagu ini berisi tentang pemujaan pada kekayaan dan keindahan alam Papua dan diakhiri dengan rasa syukur kepada Tuhan khalik langit dan bumi.


Lirik lagu sebagai berikut ini


Bahasa Indonesia


1

Hai tanahku Papua

Kau tanah lahirku

Kukasih akan dikau

Sehingga ajalku


2

Kukasih pasir putih

Di pantaimu senang

Di mana lautan biru

Berkilat dalam t’rang


3

Kukasih bunyi ombak

Pemukul pantaimu

Nyanyian yang selalu

Senangkan hatiku


4

Kukasih gunung-gunung

Besar mulialah

Dan awan yang melayang

Keliling puncaknya


5

Kukasih hutan-hutan

Selimut tanahku

Ku suka mengembara

Di bawah naungmu


6

Kukasih engkau tanah

Yang dengan buahmu

Membayar kerajinan

Dan pekerjaanku


7

Syukur bagimu Tuhan

Kau brikan tanahku

B’ri aku rajin juga

Sampaikan maksud Mu


Nederland Sprache


1

O mijn land Papoea

Mijn geboorteland

Jou zal ik liefhebben

Tot mijn levenseinde


2

Ik hou van het wittezand

Van je fijne stranden

Waar de blauwe oceaan

Blinkt in het licht


3

Ik hou van het geluid van de branding

Die op je stranden slaat

Een lied dat steeds

Mijn hart verheught


4

Ik hou van de bergen

Groot en verheven

En de wolken die zweven

Om hun toppen


5

Ik hou van de bossen

Het dekkleed van mijn land

Ik mag zo graag zwerven

Onder je schaduw


6

Ik hou van jegrond

Die met je vruchten

Mijn ijver betaalt

En mijn werk


7

Dan zij u Heer

Gij hebt mij het land gegeven

Laat mij ook ijverig zijn

Om het laten beantwoorden aan Uw doel

Comments

Popular posts from this blog

Akhirnya Kena Tilang Kedua

Nasib orang siapa tahu, kira-kira begitulah bunyi sebuah kata bijak yang kerap kita dengar. Kejadian itu akhirnya terulang lagi pada 2 September 2008 jam 23.30 di sekitaran Tebet. Hari itu aku ada pertemuan dengan Edy dan Nai di Mampang Prapatan. Biasalah membahas tentang kerjaan. Setelah selesai, jam 23.00 aku dan Edy beranjak pulang dengan rute pertama adalah mengantar Edy ke Cawang, karena dia akan pulang ke Bogor. Sesampainya di jalan protokol, saat akan putar balik ke arah Cawang perasaan mulai tidak enak. Di beberapa titik kami menyalip patroli BM. Sebenarnya kekhawatiran itu tidak perlu muncul jika saja lampu motorku bekerja dengan baik. Sebelumnya memang sudah diingatkan Pandam untuk berhati-hati jika melalui jalan protokol apalagi dengan lampu yang hidup enggan matipun tak mau, bakal jadi sasaran empuk patroli BM. Perjalan menuju Cawang tidak menemui hambatan berarti, walaupun pupil mata harus bekerja maksimal, maklum perjalanan hanya memanfaatkan cahaya bulan dan sorot kenda...

#30DWC : Saya Bangkit karena Kalian, Terima Kasih Teman!

Menginjak hari ke 29, saya menilai bahwa #30DWC merupakan tantangan yang luar biasa. Tulisan ini merupakan kilas balik perjalanan saya mengikuti tantangan 30 hari menulis tanpa henti (#30DWC). Para peserta dipaksa menulis dan mengunggah tulisan setiap hari pada jam yang telah ditentukan.  Pada awal bergabung di #30DWC saya berpikir bahwa menulis setiap hari itu mudah. Jumlah kata yang disyaratkan dalam tulisan harian tersebut minimal sebanyak 200 kata. Rekam jejak saya di enam hari pertama cukup baik. Tulisan saya rata-rata bisa membukukan 1.000 kata di setiap unggahan.  Memasuki hari ketujuh, saya masih bisa mengirim tulisan. Namun stamina menulis saya sudah menurun. Saya mulai terlambat mengirim tagihan tulisan. Puncaknya adalah hari kesembilan. Hari itu adalah hari terakhir saya mengirim tagihan tulisan ke WA grup Aksara. Memasuki hari kesepuluh saya tidak aktif sama sekali. Alhasil saya menyandang status drop out. Setiap hari muncul rekap hasil tulisan teman-teman di grup....

Muara Angke, Monumen HAM Abadi

Bagi para penikmat sejarah Batavia , asal muasal nama Muara Angke ini sangat banyak ragamnya. Dan menarik untuk disimak. Tapi dalam rangka peringatan hari Hak Asasi Manusia ( HAM ) 10 Desember ini, saya akan menuliskan ulang tragedi kemanusiaan yang pernah terjadi di Jakarta. Kita akan bernostalgia di Batavia zaman Vereenigde Oost-Indische Compagnie ( VOC ) berkuasa di Nusantara. Pada mulanya Belanda datang ke Nusantara dengan maksud berdagang rempah-rempah. Namun karena persaingan dagang di antara negara penjelajah-pedagang seperti Portugis, Spanyol dan Inggris semakin sengit, membuat Belanda makin sewot dan gerah. Harga jual rempah-rempah setibanya di Belanda sangatlah mahal, karena rantai distribusinya sangat panjang. Untuk memotong jalur ini, maka sejak 1602 Belanda memulai kegiatan dagangnya di Nusantara. Semenjak mendapatkan Nusantara, Belanda ”seng ada lawan”. Pasalnya, seluruh perdagangan rempah-rempah telah dikuasai VOC. Hegemoni perdagangan ini semakin lama semakin...