Skip to main content

Sinar Matahari, Penyakit, dan Karma

-Era Baru.or.id- Pertumbuhan segala makhluk hidup bergantung pada matahari, jika tidak ada matahari, maka tidak akan ada makhluk hidup di atas bumi. Akan tetapi di masyarakat negara Barat sekarang, insidensi penyakit kanker kulit beberapa tahun terakhir ini sangat tinggi, dokter bagian penyakit kulit memperingatkan kembali pada masyarakat luas untuk tidak menerima penyinaran langsung apa pun dari cahaya matahari, dan menyarankan pada orang-orang bahwa sebelum pergi ke pantai pastikan untuk melumurkan krem antisinar matahari, bahkan menyarankan pada orang-orang agar melumuri krem itu sebelum keluar rumah.

Ini dikarenakan bukan hanya ada sinar yang dapat terlihat pada cahaya matahari, lagi pula masih ada sinar infra merah dan sinar ultraviolet. Sinar ultraviolet dibagi menjadi 3 jalur gelombang yakni jalur gelombang A, B, dan C, frekwensi gelombang C paling tinggi, namun untungnya, ia dihambat oleh lapisan ozon atmosfer. Sedangkan gelombang A dan B bisa menembus lapisan atmosfer dan lapisan awan, jika dalam jangka waktu yang panjang menyinari kulit, bisa membuat kulit menjadi hitam, atau membuat kulit rusak terbakar terik mentari.


Jika timbul flek merah atau gelembung cairan, lama-kelamaan mungkin akan mengakibatkan kanker kulit. Beberapa dokter bagian penyakit kulit bahkan menganggap bahwa kulit menjadi hitam karena sinar matahari itu saja sudah merupakan tanda kulit terluka, dan timbulnya pigmen hitam itu hanyalah untuk mengurangi luka lebih lanjut. Cahaya matahari sungguh-sungguh telah menjadi pembunuh.


Tetapi, sinar ultraviolet matahari adalah mutlak diperlukan terhadap kesehatan tubuh manusia, sinar ultraviolet menyinari kulit, menyebabkan suatu zat pada kulit berubah menjadi vitamin D, dan selanjutnya meresap ke darah, membantu tubuh menyerap kalsium dan fosfor, ini adalah kunci dari masalah pertumbuhan dan kesehatan tulang. Dan menurut hasil penelitian seorang profesor ilmu kedokteran Universitas Boston, bahwa dewasa ini, orang-orang di negeri Barat, lebih-lebih pada orang yang berwarna kulit gelap dan bermukim di garis lintang tinggi, kekurangan vitamin D sangat umum, kekurangan vitamin D bukan hanya mengakibatkan Osteomalasia (penyakit tulang lembut) pada orang dewasa maupun anak-anak, bahkan kemungkinan mengakibatkan berbagai macam penyakit kanker.


Karena itu, ia mengusulkan kepada orang-orang agar setiap pekan beberapa kali menampakkan kulit sepasang tangan dan muka untuk berjemur matahari beberapa menit. Akan tetapi, usul yang sedemikian lunak ini, masih saja ada ahli penyakit kulit yang menyatakan tidak setuju, dan menganggap bahwa meningkatnya penyakit kanker kulit dan lapisan ozon yang berubah menjadi tipis beberapa tahun terakhir ini membuat cahaya matahari menjadi tidak aman lagi. Mereka mengusulkan orang-orang mengonsumsi vitamin D. Namun apakah orang-orang cukup dosisnya mengonsumsi vitamin tersebut, dan jika terlalu banyak mengonsumsinya apakah bisa keracunan, semua ini merupakan masalah. Lagi pula, efek cahaya matahari terhadap kehidupan mungkin tidak hanya menghasilkan vitamin D saja.


Akibatnya, orang-orang menghadapi 2 kondisi yang serba sulit, berjemur matahari mungkin terkena penyakit kanker, tidak berjemur matahari juga mungkin terkena penyakit kanker, bedanya hanya penyakit kankernya saja yang tidak sama.


Sesungguhnya, penyakit manusia berasal dari karma manusia itu sendiri, lebih-lebih kanker, penyakit ini semakin merupakan suatu karma yang sangat besar. Karma ini berasal dari dosa kehidupan dahulu manusia bahkan dosa kehidupan sekarang. Melihat kondisi obyektif tubuh manusia, karma memanifestasikan dalam penyakit yang tidak sama.

Peringatan atau nasihat ahli ilmu kedokteran bertolak dari penelitian ilmiah dan maksud baik, dan kita tentu saja harus menghargai dan menghormatinya. Namun, saran-saran tersebut hanya dapat mengubah bentuk manifestasi karma, tidak bisa mengurangi dan melenyapkan karma itu. Dan sesunguhnya, sejak orang-orang secara umum mengoles krem antisinar matahari, jumlah penyakit kanker kulit tetap saja tidak berkurang, dan jelaslah bahwa para dokter yang bermaksud baik itu benar-benar tidak berdaya mengubah bentuk manifestasi karma.


Sumber : Jian Yuan, Dajiyuan

Comments

Popular posts from this blog

Akhirnya Kena Tilang Kedua

Nasib orang siapa tahu, kira-kira begitulah bunyi sebuah kata bijak yang kerap kita dengar. Kejadian itu akhirnya terulang lagi pada 2 September 2008 jam 23.30 di sekitaran Tebet. Hari itu aku ada pertemuan dengan Edy dan Nai di Mampang Prapatan. Biasalah membahas tentang kerjaan. Setelah selesai, jam 23.00 aku dan Edy beranjak pulang dengan rute pertama adalah mengantar Edy ke Cawang, karena dia akan pulang ke Bogor. Sesampainya di jalan protokol, saat akan putar balik ke arah Cawang perasaan mulai tidak enak. Di beberapa titik kami menyalip patroli BM. Sebenarnya kekhawatiran itu tidak perlu muncul jika saja lampu motorku bekerja dengan baik. Sebelumnya memang sudah diingatkan Pandam untuk berhati-hati jika melalui jalan protokol apalagi dengan lampu yang hidup enggan matipun tak mau, bakal jadi sasaran empuk patroli BM. Perjalan menuju Cawang tidak menemui hambatan berarti, walaupun pupil mata harus bekerja maksimal, maklum perjalanan hanya memanfaatkan cahaya bulan dan sorot kenda

Impact of Agrarian Change in Indonesia

Indonesia is a country that is facing a number of challenges related to food security and social protection, particularly in the context of agrarian change. On one hand, the country has seen an increase in agricultural productivity and exports, which has contributed to economic growth and development. On the other hand, this agrarian change has also led to a number of paradoxes, including a decline in food security and social protection for many of the country's most vulnerable citizens. One of the main drivers of agrarian change in Indonesia is the expansion of commercial agriculture, particularly in the form of large-scale oil palm and pulpwood plantations. This expansion has brought significant economic benefits to the country, including increased exports, foreign investment, and job creation. However, it has also led to the displacement of smallholder farmers, the destruction of natural habitats, and the loss of traditional livelihoods. This has had a negative impact on food se

4 Pelajaran Terbaik yang Saya Dapatkan di 30DWC Jilid 34

Rabu, 19 Januari 2022 adalah akhir dari tantangan 30 hari menulis tanpa henti. Kami menyebutnya 30DWC (30 Days Writing Challenge ). Kegiatan yang saya ikuti ini sudah sampai pada jilid ke 34. Program 30DWC ini dirancang untuk melatih kebiasaan menulis bagi mereka yang mau membiasakan diri menulis.  Saya mengikuti 30DWC ini karena memang ingin menantang diri saya sendiri. Apakah saya bisa menulis setiap hari tanpa henti? Ya, ternyata saya bisa. Selama sembilan hari saya sangat bersemangat. Setiap hari saya mengunggah tulisan di blog pribadi. Tercatat ada 2 tulisan non fiksi dan tujuh tulisan fiksi berupa cerpen bersambung. Namun, konsistensi menulis itu hanya bertahan sampai hari kesembilan. Memasuki hari kesepuluh, saya sudah tidak sanggup. Kemudian mundur secara konsisten dan menghilang ditelan kesibukan.  Enam hari menjelang berakhirnya 30DWC, semangat menulis kembali muncul karena dorongan dari teman-teman. Saya lalu menyemangati diri sendiri, bahwa saya bisa menuntaskan perjalanan