tag:blogger.com,1999:blog-66506098865754010732024-03-06T02:43:05.179+07:00:: Hendra Aquan ::Hendrahttp://www.blogger.com/profile/07351562548562708436noreply@blogger.comBlogger142125tag:blogger.com,1999:blog-6650609886575401073.post-4756101636610748002023-01-17T11:24:00.002+07:002023-01-17T11:26:08.770+07:00Impact of Agrarian Change in Indonesia<p>Indonesia is a country that is facing a number of challenges related to food security and social protection, particularly in the context of agrarian change. On one hand, the country has seen an increase in agricultural productivity and exports, which has contributed to economic growth and development. On the other hand, this agrarian change has also led to a number of paradoxes, including a decline in food security and social protection for many of the country's most vulnerable citizens.</p><p><br /></p><p>One of the main drivers of agrarian change in Indonesia is the expansion of commercial agriculture, particularly in the form of large-scale oil palm and pulpwood plantations. This expansion has brought significant economic benefits to the country, including increased exports, foreign investment, and job creation. However, it has also led to the displacement of smallholder farmers, the destruction of natural habitats, and the loss of traditional livelihoods. This has had a negative impact on food security, as smallholder farmers are often the main producers of food crops in the country.</p><p><br /></p><p>Another paradox of agrarian change in Indonesia is that it has led to an increase in social inequality. As large corporations have taken over land and resources, smallholder farmers and rural communities have been left behind, struggling to access land and resources, and facing increased poverty and marginalization. This has led to a decline in social protection, as these vulnerable communities have less access to basic services such as healthcare, education, and housing.</p><p><br /></p><p>Despite these paradoxes, there are also a number of efforts being made to address food security and social protection in Indonesia. For example, the government has implemented a number of policies and programs aimed at supporting smallholder farmers and rural communities, such as providing access to credit and extension services, and promoting sustainable land use practices. Additionally, civil society organizations and NGOs are working to support smallholder farmers and rural communities, through activities such as providing training, education, and advocacy.</p><p><br /></p><p>To address these paradoxes, it is important that the government and other stakeholders work together to develop a comprehensive approach that balances economic growth with food security and social protection. This could involve policies and programs that support smallholder farmers and rural communities, as well as efforts to promote sustainable land use and equitable distribution of resources. Additionally, civil society organizations and NGOs can play a critical role in supporting smallholder farmers and rural communities, and in advocating for policies and programs that prioritize food security and social protection.</p><p><br /></p><p>In conclusion, agrarian change in Indonesia has brought significant economic benefits, but it has also led to paradoxes in food security and social protection. Addressing these paradoxes will require a holistic approach, including policies and programs that support smallholder farmers and rural communities, as well as efforts to promote sustainable land use and equitable distribution of resources. Additionally, civil society organizations and NGOs have an important role to play in supporting smallholder farmers and rural communities, and in advocating for policies and programs that prioritize food security and social protection.</p>Hendrahttp://www.blogger.com/profile/07351562548562708436noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6650609886575401073.post-25050192175940180742022-01-18T23:20:00.004+07:002022-01-18T23:29:19.460+07:004 Pelajaran Terbaik yang Saya Dapatkan di 30DWC Jilid 34<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEigd9qfLO0h2NOMUBv8g5_ToCMrjf0cF5MurH71xP_DINhBBabA1AJUhFPUWLJhT8PoMEp_-4dW96URDx_5CZ40OBHEZQMJ1Htp0nmvgt1uTe1zsAVYZcZgr8QZp2Gig7B2OHvouCJH7E0XBpZknyF79mtcPAcSwUmYBXt1XbUR153-bic8uWTHq8pllg=s5000" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="5000" data-original-width="5000" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEigd9qfLO0h2NOMUBv8g5_ToCMrjf0cF5MurH71xP_DINhBBabA1AJUhFPUWLJhT8PoMEp_-4dW96URDx_5CZ40OBHEZQMJ1Htp0nmvgt1uTe1zsAVYZcZgr8QZp2Gig7B2OHvouCJH7E0XBpZknyF79mtcPAcSwUmYBXt1XbUR153-bic8uWTHq8pllg=s320" width="320" /></a></div><br /><p>Rabu, 19 Januari 2022 adalah akhir dari tantangan 30 hari menulis tanpa henti. Kami menyebutnya 30DWC (30 <i>Days Writing Challenge</i>). Kegiatan yang saya ikuti ini sudah sampai pada jilid ke 34. Program 30DWC ini dirancang untuk melatih kebiasaan menulis bagi mereka yang mau membiasakan diri menulis. </p><p>Saya mengikuti 30DWC ini karena memang ingin menantang diri saya sendiri. Apakah saya bisa menulis setiap hari tanpa henti? Ya, ternyata saya bisa. Selama sembilan hari saya sangat bersemangat. Setiap hari saya mengunggah tulisan di blog pribadi. Tercatat ada 2 tulisan non fiksi dan tujuh tulisan fiksi berupa cerpen bersambung. Namun, konsistensi menulis itu hanya bertahan sampai hari kesembilan. Memasuki hari kesepuluh, saya sudah tidak sanggup. Kemudian mundur secara konsisten dan menghilang ditelan kesibukan. </p><p>Enam hari menjelang berakhirnya 30DWC, semangat menulis kembali muncul karena dorongan dari teman-teman. Saya lalu menyemangati diri sendiri, bahwa saya bisa menuntaskan perjalanan ini. Saya sudah berhenti menulis sejak hari kesepuluh. Maka hutang tulisan saya menumpuk hingga 17 tulisan. Saya akan dinyatakan lulus menyelesaikan 30DWC bila semua hutang tersebut diselesaikan. Bukan pekerjaan mudah memang, tapi apa yang dimulai harus diakhiri.</p><p>Selama masa hibernasi menulis, yaitu antara hari ke 10 dan 24, saya membaca sebuah artikel blog berjudul <i>Why Scientific Writing Warm Ups (and Exercise) are Essential.</i> Artikel ini secara tidak langsung mengingatkan saya, bahwa menulis itu berat. Menulis bukan hal yang mudah. Karena itu, menulis juga memerlukan latihan. Artikel ini salah satu yang memberi inspirasi dan mengingatkan saya untuk kembali menjalani 30DWC.</p><p>Hagan, penulis artikel tersebut mengibaratkan bahwa seorang penulis perlu memiliki sesi latihan layaknya atlet lari maraton. Seorang atlet lari maraton tidak bisa langsung mengikuti pertandingan. Atlet tersebut harus melakukan latihan lari jarak tertentu secara rutin. Sampai pada suatu saat, otot-ototnya sudah siap diajak melahap lintasan maraton yang panjang. Hal yang sama juga terjadi pada kegiatan menulis. Seseorang tidak bisa menulis artikel panjang apabila tidak berlatih membuat tulisan-tulisan pendek secara rutin. Budaya rutinitas menulis yang dibangun ini lambat laun akan membangkitkan mental menulis.</p><p>Setelah menjalani 30DWC ini, saya tersadar bahwa menulis itu tidak mudah. Berdasarkan pengalaman tersebut, berikut empat pelajaran terbaik yang saya dapatkan.</p><p><br /></p><p><b>(1) Menulislah setiap hari dengan target kecil dan konsisten</b></p><p>Seorang penulis memiliki kesamaan dengan atlet lari maraton. Keduanya memerlukan sesi latihan rutin. Bukan jauhnya jarak yang disasar, melainkan frekwensi latihan dan konsistensinyalah yang harus dijaga. Rutinitas dan konsistensi ini yang nanti akan memberi kekuatan mental menulis.</p><p><br /></p><p><b>(2) <i>The reason of why</i></b></p><p>Perjalanan saya di 30DWC jilid 34 ini tidak mulus. Saya<i> drop out</i> di hari ke 10, tapi mampu bangkit dan kembali lagi menyelesaikan tantangan. <i>The reason of why </i>mengingatkan kembali niat dan komitmen saya ketika memutuskan mengikuti 30DWC. Alasan saya waktu itu adalah untuk belajar menulis, siapa tahu bisa jadi cuan. Teringat dengan <i>the reason of why</i> itu, saya membulatkan tekad menyelesaikan 17 hutang tulisan tidak lebih dari 3 hari.</p><p><br /></p><p><b>(3) Hargai ide kecil</b></p><p>Saat akan menulis, terkadang saya tergoda untuk mencari tema-tema yang terdengar keren tapi ternyata susah untuk dikerjakan. Saya ingat, saat itu ada tantangan membuat 30 ide tulisan. Segala hal yang viral seperti <i>Omicron, Metaverse, Covid </i>masuk ke dalam daftar itu. Ternyata setelah saya menjalani, ide-ide besar itu bagus, tapi perlu energi ekstra untuk menggali fakta dan datanya sebelum menjadi tulisan. Dua puluh sembilan tulisan yang saya unggah ternyata semua berasal dari pengalaman pribadi yang tidak pernah terpikirkan di awal. Ide yang berangkat dari pengalaman pribadi inilah yang menyelamatkan saya untuk melunasi 17 tagihan tulisan.</p><p><br /></p><p><b>(4)<i> Support system</i></b></p><p>Bagi seorang penulis pemula atau orang yang tidak terbiasa menulis, tuntutan menulis setiap hari adalah pekerjaan berat. Maka dia membutuhkan teman. Di 30DWC ini saya mendapatkan support system yang luar biasa. Orang-orang hebat ini antara lain mentor super Kak Rezky Firmansyah dan Kak Rizka Amalia Shofa. Juga didukung oleh superteam luar biasa, ada Kak Jamal Irfani dan Kak Stephanie Prisca Dewi. Teman-teman yang tergabung di grup WA juga berperan penting. Mereka antara lain Kak Ika Indra, Kak Nun Fauziah Hasyim, Kak Dinda Pranata, Kak Gayatrikirana dan Kak Fajriyani. Soliditas <i>support system</i> inilah yang mampu memberi semangat, khususnya bagi penulis pemula yang mulai kehilangan arah seperti saya.</p><p><br /></p><p>Akhir kata, 30DWC adalah latihan multidimensi. Di balik tuntutan setor tulisan, kita diasah dari sisi kognitif, afektif dan psikomotorik untuk mengolah dan merangkai ide kreatif dengan waktu yang sudah dibatasi. Menulis adalah pekerjaan berat layaknya lari maraton. Maka, rutinlah menulis apapun itu sesering mungkin. Salam 30DWC! </p><p><br /></p><p><b>#30DWCjilid34 #finalchallengejilid34</b></p>Hendrahttp://www.blogger.com/profile/07351562548562708436noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6650609886575401073.post-85334204691796550132022-01-18T15:31:00.009+07:002022-01-18T21:00:21.366+07:00#30DWC : Saya Bangkit karena Kalian, Terima Kasih Teman!<p>Menginjak hari ke 29, saya menilai bahwa #30DWC merupakan tantangan yang luar biasa. Tulisan ini merupakan kilas balik perjalanan saya mengikuti tantangan 30 hari menulis tanpa henti (#30DWC). Para peserta dipaksa menulis dan mengunggah tulisan setiap hari pada jam yang telah ditentukan. </p><p>Pada awal bergabung di #30DWC saya berpikir bahwa menulis setiap hari itu mudah. Jumlah kata yang disyaratkan dalam tulisan harian tersebut minimal sebanyak 200 kata. Rekam jejak saya di enam hari pertama cukup baik. Tulisan saya rata-rata bisa membukukan 1.000 kata di setiap unggahan. </p><p>Memasuki hari ketujuh, saya masih bisa mengirim tulisan. Namun stamina menulis saya sudah menurun. Saya mulai terlambat mengirim tagihan tulisan. Puncaknya adalah hari kesembilan. Hari itu adalah hari terakhir saya mengirim tagihan tulisan ke WA grup Aksara. Memasuki hari kesepuluh saya tidak aktif sama sekali. Alhasil saya menyandang status drop out.</p><p>Setiap hari muncul rekap hasil tulisan teman-teman di grup. Hari demi hari, hutang tulisan saya menumpuk. Bayangkan, saya tidak menulis sejak hari kesepuluh. Berapa banyak tulisan yang harus saya buat? </p><p>Terbersit asa, saya harus bangkit dan menuntaskan perjalanan ini. Hal terpenting adalah tekad untuk menuntaskan perjalanan, serta dukungan dari teman-teman dari para mentor yang setia mendampingi dan menemani. </p><p>Akhirnya semangat menulis itu bangkit kembali. Perjalanan kembali dimulai dengan langkah-langkah pendek. Salah satu momen kebangkitan itu adalah menulis berita tentang lomba merangkai bouquet yang diikuti oleh istri pada tanggal 8 Januari 2022. Itu adalah unggahan pertama saya di blog setelah beberapa waktu diam tanpa kata.</p><p>Unggahan tersebut belum berani saya kirim di grup Aksara. Hutang tulisan saya sangat banyak. Maka, saya harus kembali dengan logistik yang cukup untuk menutup tumpukan hutang tersebut. Setelah momen kebangkitan pertama itu, mulailah ide menulis bermunculan. </p><p>Hari ke 27 adalah momen bersejarah kebangkitan saya di #30DWC. Saya sudah menyiapkan logistik yang cukup sambil menghitung energi. Sebanyak 14 tulisan sudah saya unggah di blog dan siap saya laporkan di grup. Ke 14 tulisan tersebut untuk menebus hutang tulisan hari ke 10 sampai 24. </p><p>Tentu hutang saya belum lunas, tapi setidaknya, saya bisa mengurangi beban hutang tulisan. Jumlah tulisan yang harus saya laporkan berkurang menjadi 4 tulisan. Saya rasa menyiapkan empat tulisan tidak begitu berat dibandingkan 14 tulisan.</p><p>Mendekati masa pelunasan, hati ini rasanya haru dan senang. Ternyata saya bisa mengejar ketertinggalan itu. Hari ke 28 saya mengunggah 4 tulisan. Keempat tulisan ini sebagai pelunas hutang. Saya bahagia karena bisa mencapai titik di mana tidak ada tanda "STOP" pada nama saya di WA grup Aksara. Kepuasaan ini sangat mengharukan. Suasana tersebut ditambah lagi dengan sambuatan hangat dan meriah dari teman-teman sesama fighter dan para mentor. </p><p>Tulisan ini adalah unggahan hari ke 29. Satu hari menjelang berakhirnya #30DWC. Tulisan ini saya dedikasikan untuk semua fighter #30DWC jilid 34. Di mana ada niat, di situ ada jalan. Namun, itu saja tidak cukup, saya masih perlu dukungan teman-teman dan para mentor menyelesaikan tantangan ini. </p><p>Semoga semangat menulis ini bisa terus digelorakan dan dapat membangkitkan semangat menulis untuk para fighter di jilid-jilid selanjutnya. Terima kasih.</p>Hendrahttp://www.blogger.com/profile/07351562548562708436noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-6650609886575401073.post-75878826389836249642022-01-17T23:00:00.007+07:002022-01-21T16:35:00.800+07:00Hilangnya HP Pertama di Kopaja 86<p>Mendengar kata hilang, ada satu peristiwa yang selalu saya ingat. Saya kehilangan HP pertama, Siemens SL45 di Kopaja 86 jurusan Lebak Bulus - Kota.</p><p>Siemens SL45 adalah salah satu HP keren di zamannya. Ini adalah HP pertama saya. HP ini saya beli hasil mengumpulkan honor asisten dosen di kampus. Status HP tersebut ketika saya gunakan adalah second hand. Bukan barang baru. Tapi teknologi HP ini di tahun 2004 sudah keren. Ada fasilitas infrared, slot penyimpan memori SD card dan casing alumunium metalik. Sepintas HP ini terkesan berkelas. </p><p>Siemens SL45 hilang di Kopaja 86 jurusan Lebak Bulu - Kota. Saat itu saya masih culun. Pendatang baru dari Jogja yang tidak tahu betapa jahatnya ibukota. HP seperti biasanya saya gantung di pinggang. Saya naik dari Slipi. Kondisi Kopaja saat itu penuh. Saya naik tanpa prasangka buruk. HP tetap tergantung di pinggang. Selama berdiri berhimpitan itu, perasaan sudah tidak nyaman. Sepertinya ada yang merogoh HP. Tapi saya abaikan prasangka itu. Well, masih positif thinking, masa iya ada yang mau mencopet.</p><p>Bus mulai lengang ketika mendekati Citraland Mall. Saya mau periksa HP. Ternyata sudah hilang. Saya lihat kiri kanan. Bertanya tentang HP ke penumpang lainnya. Semua diam. Saya melihat ada satu orang yang mencurigakan. Feeling saya kuat mengatakan dia yang mengambil. Saya geledah sakunya, tapi tidak ada. HP itu hilang. </p><p>Perasaan galau, bingung berkecamuk. Saat itu juga saya putuskan tidak melanjutkan perjalanan. Saya berhenti di Citraland Mall, menuju ke kantor polisi yang ada di pojokan gerbang mall. Rencana melaporkan kehilangan HP. Bertemu polisi, mendengar syarat yang rumit. Niat itu aku urungkan. Sudahlah, usaha mencari HP itu tidak sebanding dengan energi yang dikeluarkan.</p><p>Saya menenangkan diri. Melakukan sugesti. HP hilang tidak masalah yang penting tidak luka dirampok. HP hilang masih bisa ganti HP baru. Saya sudah mengiklaskannya. HP hanyalah benda mati. HP hilang beli lagi.</p><p>Mulai sejak kejadian itu, saya beberapa saat tidak menggunakan Kopaja 86 yang terkenal banyak copet dibanding penumpangnya. Trauma itu berangsur pulih ketika saya menggunakan bus lagi, tapi dengan kewaspadaan tinggi. Bila sebelumnya saya menganggap semua orang baik, sekarang harus ekstra waspada dengan orang asing. </p>Hendrahttp://www.blogger.com/profile/07351562548562708436noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6650609886575401073.post-75079735622619414992022-01-17T22:37:00.010+07:002022-01-21T16:27:46.989+07:006 Jam: Jelajah Brussel Bersama Teman <p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div>Petualangan di Brussel dimulai ketika kami tiba di stasiun pusat Brussel yang mewah. Arsitektur bangunannya berbeda sekali dengan stasiun Utrecht yang cenderung minimalis.<p></p><p>Kami memiliki waktu sekitar 6 jam untuk menjelajah Brussel. Kebetulan saat itu ada kenalan teman, dia orang Indonesia yang kuliah di Brussel. Jadi bersama teman baru ini, saya dan rombongan menjelajah kota Brussel. Penjelajahan banyak dilakukan dengan berjalan kaki. Kapan lagi bisa menikmati trotoar Belgia yang ramah pejalan kaki? Padahal di balik itu, memang kami pengiritan. Kami bertualang ala backpaker. Tujuan kami adalah mencari patung Manneken Piss dan mengunjungi museum Tintin.</p><p><br /></p><h3 style="text-align: left;"><b>Patung Manneken Piss</b></h3><p>Patung ini berada di pusat wisata Brussel. Tidak jauh dari Grand Palace Brussel, sebuah bangunan istana megah abad ke 14. Gedung-gedung di sekitar Grand Palace ini sangat megah dan mewah membuat saya terperangah. Belum lagi jalannya yang menggunakan cobble stone. Semua nampak artistik dan unik.</p><p>Perjalan mencari Manneken Piss ini menggunakan peta wisata yang kami dapatkan dari stasiun kereta. Peta wisata ini bisa didapatkan secara gratis. Mengikuti petunjuk yang ada, kami diarahkan ke kerumunan orang-orang. Mirip seperti pasar. Banyak penjual makanan di lokasi ini. Apalagi kalau bukan coklat. Berbagai macam jenis coklat. Surga coklat Belgia. Tempat ini sangat cocok untuk dikunjungi para pecinta coklat.</p><p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjNBNlVjjBhKwQqRUENdvqIhwjJebCJNnq3nNa9XGmW1lE5zxKPXEGH7QDPOuFjESdXDTnaimy_-wLZVlmQa5sxgsNV-Iqn3GWqlP5QAT8Hkhhf2csO_p9Y8EY6CQwRdK_8v5exP4oRMcv6/" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="" data-original-height="581" data-original-width="440" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjNBNlVjjBhKwQqRUENdvqIhwjJebCJNnq3nNa9XGmW1lE5zxKPXEGH7QDPOuFjESdXDTnaimy_-wLZVlmQa5sxgsNV-Iqn3GWqlP5QAT8Hkhhf2csO_p9Y8EY6CQwRdK_8v5exP4oRMcv6/" width="182" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-size: x-small;">Manneken Piss di sudut bangunan</span></td></tr></tbody></table><br />Lalu di mana gerangan letak patung Manneken Piss itu? Berulang kali kami berkeliling lokasi "pasar" tadi, tapi tidak menemukan. Di bayangan kami saat itu, patung ini berukuran besar. Berada setidaknya di tengah keramaian yang mencolok. Karena penasaran tidak kunjung menemukan, kami berinisiatif berpencar di tengah kerumunan pengunjung. </p><p>Sampai akhirnya, seorang teman menemukannya. Ternyata patung Manneken Piss yang tersohor itu berukuran kecil. Patung perunggu yang juga berfungsi sebagai air mancur ini ukurannya 16 cm. Letaknya tersembunyi di sudut di samping sebuah kedai coklat. Wah, ternyata prasangka kami salah. Pantas patung ini susah ditemukan. Perjalanan panjang bersama teman-teman itu menyisakan kenangan geli, karena ukuran patung yang kecil dan lokasinya yang tersembunyi itu.</p><p>Puas menyantap coklat, petualangan bersama itu berlanjut ke lokasi selanjutnya. Tujuan kami adalah Museum Tintin.</p><p><br /></p><h3 style="text-align: left;"><b>Museum Tintin</b></h3><p>Perjalanan ke Museum Tintin ini bisa dibilang jauh dari pusat keramaian. Kami menggunakan bus lalu dilanjutkan dengan berjalan kaki menyusuri jalanan Belgia. Entah apa nama jalan itu. Tapi yang saya ingat, letak museum ini agak tersembunyi. Lokasinya tidak berada di tepi jalan utama seperti objek wisata pada umumnya.</p><p>Memasuki gedung museum kami disuguhi karakter dan merchandise Tintin dan Smurf. Segala pernak pernik Tintin dan Smurf bisa ditemukan di sini. Yang saya ingat, ketika masuk ke gedung museum, kita akan menemukan Tintin, Snowy (anjing Tintin) dan Roket Merah. Bagi para penggemar Tintin tentu ingat komik yang berjudul "Destination Moon". Nah, roket merah itulah yang terpajang di dekat pintu masuk.</p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhAsox0rxuRTZURQOwFjUMEGY8CWqmd7vsjoX8glD9vF45bURF1SchPjEGLrEZLRKz6TeFHMLYZO11cs9wQfac4gPMQYT64s-HRQTgprcXvamNZv27qeteCZKSGxSipiG8vgaY88WyLzZHN/" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="" data-original-height="632" data-original-width="480" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhAsox0rxuRTZURQOwFjUMEGY8CWqmd7vsjoX8glD9vF45bURF1SchPjEGLrEZLRKz6TeFHMLYZO11cs9wQfac4gPMQYT64s-HRQTgprcXvamNZv27qeteCZKSGxSipiG8vgaY88WyLzZHN/" width="182" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-size: x-small;">Roket "Tintin" di depan pintu masuk museum</span></td></tr></tbody></table><p>Perjalanan bersama pemandu lokal asal Indonesia itu diakhiri dengan mengunjungi Kerajaan Belgia. Istana ini terlihat mewah dan megah. Kata pemandu kami, keluarga raja Belgia menempati istana tersebut. Suatu pengalaman yang sangat berkesan bisa melihat sebuah gedung istana dinasti feodal Eropa.</p><p>Penjelajahan tersebut diakhiri dengan rute tujuan akhir adalah stasiun kereta. Kami kembali ke Utrecht Central menggunakan kereta yang sama saat kami tumpangi di pagi hari. </p><p><br /></p>Hendrahttp://www.blogger.com/profile/07351562548562708436noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6650609886575401073.post-2563125080827940552022-01-17T22:17:00.000+07:002022-01-17T22:17:02.342+07:00Menembus Batas Belanda: Belgia<p>Konon katanya, bila kita berada di Eropa, maka dengan mudah kita bisa berpindah negara dalam hitungan jam. Hal ini didukung oleh faktor geografis Belanda yang berbatasan dengan banyak negara. Selain itu adanya kebijakan satu visa Schengen. Tidak harus masuk melalui Belanda. Selama kita masuk Eropa melalui negara anggota Schengen, maka visa tersebut berlaku di 26 negara Eropa lainnya. Tawaran yang menyenangkan bukan?</p><p>Kesempatan emas ini jangan sampai lepas. Rombongan kami yang terdiri atas 18 orang dari Indonesia sudah mengatur rencana perjalanan jelajah Eropa. Masa tinggal dan uang kami terbatas. Karena itu, kami harus berhitung cermat untuk mengunjungi negara mana saja dengan sisa waktu dan uang yang ada.</p><p>Pilihan pertama adalah Belgia. Belgia di barat daya Utrecht. Jarak dari Utrecht sekitar 175 Km. Pilihan moda transportasi yang dipilih adalah kereta api. Kereta api merupakan pilihan yang sangat tepat bila akan bepergian lintas negara Eropa. Sepanjang perjalanan kita bisa menikmati pemandangan alam yang indah. Tipikal pemandangan alam Eropa yang rapi dan bersih, alias instagramable. Perjalanan Utrecht ke Brussel Central ditempuh sekitar 2 jam 30 menit.</p><p>Tata kota di Brussel, ibu kota Belgia tidak beda dengan kota Utrecht. Yang menarik adalah penggunaan bahasa. Belgia menggunakan bahasa Belanda, Perancis dan Jerman. Sepanjang ingatan saya, pemerintah Belgia menggunakan bahasa Perancis dan Belanda untuk penamaan tempat dan fasilitas publik. Contohnya seperti jalan menggunakan nama straat (Belanda) dan rue (Perancis) secara bersamaan.</p><p>Mengingat jarak Brussel ke Utrecht tidak jauh, kami tidak menginap di Brussel. Kami tiba di Brussel pagi hari, lalu sore hari sudah kembali lagi ke Utrecht. Lalu apa saja yang saya lakukan di Brussel selama kurang lebih 6 jam? Cerita ini akan saya lanjutkan di postingan selanjutnya.</p>Hendrahttp://www.blogger.com/profile/07351562548562708436noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6650609886575401073.post-68686912154906049662022-01-17T17:31:00.002+07:002022-01-17T17:31:26.311+07:00Tante Rica<p>Perjalanan ke Belanda pada awalnya adalah perjalanan studi. Tapi siapa sangka di setiap perjalanan akan mendapatkan kejutan. Selain bertemu teman kuliah yang menetap di Utrecht, ternyata saya memiliki kerabat jauh. Namanya, Tante Rica Seum.</p><p>Tante Rica adalah kerabat jauh dari ayah saya dari Papua. Cerita yang saya dengar dari beliau, Tante Rica meninggalkan Papua ke Belanda ketika ada exodus besar-besaran ketika "integrasi" Papua dengan Indonesia pasca Penentuan Pendapat Rakyat tahun 1969. PEPERA menjadi titik awal terbentuknya kelompok yang ingin memisahkan diri dari Indonesia. Beberapa artikel menyebut bahwa PEPERA sudah ditunggangi kepentingan "Jakarta." </p><p>Sebagai akibat dari ketidak puasan tersebut, beberapa orang Papua yang berafiliasi dekat dengan Belanda memilih exodus dengan alasan keamanan. Maklum, pada saat itu, bagi yang terindikasi memiliki kedekatan dengan Belanda tentu akan mendapatkan perlakukan sadis dari militer. Minimal dipenjara, dan paling sadisnya adalah dibunuh.</p><p>Meninggalkan Papua, Tante Rica mengikuti suaminya seorang tentara KNIL. Kedatangan keluarga Tante Rica pertama kali adalah ke Utrecht. Posisi Utrecht merupakan kota terpadat kedua setelah Amsterdam. Maka tidak heran Utrecht menjadi kota tujuan kedatangan imigran tersebut. Sepeninggal suaminya, keluarga Tante Rica pindah ke kota kecil, Deventer. Deventer ini berada 87 Km di timur Utrecht.</p><p>Pada kunjungan tahun 2010 tersebut, Tante Rica sudah berumur 60an tahun. Lama tidak berkomunikasi. Kemungkinan saat ini beliau sudah berumur 70an tahun.</p><p>Tante Rica bercerita, bahwa dia sangat rindu kampung halaman. Keluarga Seum berasal dari Pulau Roon. Pulau kecil di Teluk Cendrawasih, di utara Pegunungan Wondiwoi. Saya belum pernah mengunjungi kampung halaman ini, hanya mendengar cerita dari orang-orang tua saja. Salah satu foto yang ditunjukkan ke saya ketika berkunjung ke Deventer adalah foto sebuah gereja tua di Roon. Melihat foto tersebut, bisa mengobati rasa rindunya.</p><p>Tahun 1980an dan 1990an, Tante Rica pernah beberapa kali mengunjungi Papua. Bertemu sanak saudara di Papua. Semenjak kesehatannya menurun, dia sudah tidak bisa bepergian jauh lagi.</p><p>Ketika Tante Rica, menemui saya di Utrecht, beliau bersama suaminya kedua, Om Peter. Mereka berdua mengendarai mobil dari Deventer untuk menemui saya di Utrecht. Saat pertemuan pertama itu, kami makan di sebuah tempat makan berada sederetan dengan hostel. Tempat makan itu menjual kebab Turki. Saya memesan kebab domba dan kentang goreng. Pengalaman pertama kali makan di tempat makan di luar negeri.</p><p>Keberadaan Tante Rica di Belanda membuat tempat singgah saudara-saudara dari Papua untuk singgah. Ini merupakan kebiasaan dari masyarakat Papua. Hubungan kekerabatannya sangat erat hanya bermodalkan nama keluarga (marga). Nama keluarga bisa menunjukkan asal usul hubungan leluhur. Pada prinsipnya tante sangat "welcome", tapi dia sangat menghindari orang-orang yang datang dengan kepentingan politik perjuangan kemerdekaan Papua. Dia memilih hidup damai, berdamai dengan masa lalunya dan menikmati masa tuanya di Belanda.</p><p> </p>Hendrahttp://www.blogger.com/profile/07351562548562708436noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6650609886575401073.post-19449733342047531422022-01-17T01:18:00.006+07:002022-01-17T01:18:54.794+07:00Di Utrecht, Sepeda Jalan Kanan<p>Populasi kota Utrecht sebanyak 357.179 jiwa. Data populasi tahun 2019 ini kurang lebih sebanding dengan populasi kota Bengkulu pada tahun yang sama, yakni sebesar 369.539 jiwa. Bila di Bengkulu atau kota-kota Indonesia lainnya kita melihat sepeda motor mendominasi, maka tidak demikian di Utrecht. Sepeda angin atau sepeda gowes adalah alat transportasi penting masyarakat Utrecht.</p><p>Setiap pagi, jalanan pasti ramai orang lalu lalang bersepeda, karena sepeda adalah salah satu moda transportasi utama selain bus. </p><p>Bagaimana rasanya naik sepeda di Belanda? Seru sekali. Beruntung saya memiliki teman kuliah yang bermukim di Utrecht. Ketika saya menduduki Utrecht, Wida datang berkunjung. Dan saya dapat kesempatan berharga, mencoba bersepeda di jalanan Utrecht. Pada tahun 2010, seingat saya belum ada jalur sepeda yang melintasi seluruh kota Jakarta. Sehingga itu adalah kali pertama saya bersepeda di jalur khusus sepeda.</p><p>Sistem lalu lintas di Belanda berbeda dengan di Indonesia. Di Belanda orang berjalan di sisi kanan. Hal yang sama juga berlaku untuk sepeda, berjalan di sisi kanan. Kebiasaan di Indonesia berjalan di sisi kiri. Ini yang kadang membingungkan, khususnya kalau bertemu persimpangan dan harus berbelok arah, entah kanan atau kiri. Secara refleks, alam bawah sadar akan membawa kita berkendara di sisi kiri.</p><p>Selain perbedaan cara berkendara, sepeda adalah raja jalanan di Utrecht. Sepanjang mata memandang, di kiri kanan jalan hanya ada parkiran sepeda. Mobil ada, tapi tidak banyak. Barang yang paling langka dan susah ditemui adalah sepeda motor. Sedangkan sepeda ada yang sampai rusak tetap teronggok di parkiran. Kadang ada beberapa bagian sudah dipreteli. </p><p>Hal yang paling mencengangkan adalah ketika jalan ke parkiran sepeda stasiun kereta utama, Utrecht Centraal. Ratusan bahkan ribuan sepeda terparkir di area stasiun ini. Saya tidak tahu bagaimana cara mereka mengambil sepeda-sepeda tersebut.</p><p>Satu lagi yang membuat saya takjub. Bersepeda di Utrecht sejauh apapun, badan saya tetap adem tidak berkeringat. Bisa jadi karena faktor cuaca dingin, sehingga kelenjar keringat enggan bekerja. Kalau saja di Yogyakarta bisa bersepeda minim keringat seperti di Utrecht, saya akan banyak bepergian dengan sepeda alih-alih menggunakan sepeda motor atau mobil.</p><div><br /></div>Hendrahttp://www.blogger.com/profile/07351562548562708436noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6650609886575401073.post-94904365939962342022-01-17T00:49:00.007+07:002022-01-17T00:49:39.529+07:00Landmark Utrecht: Dom Tower dan Oudegracht<p> Utrecht adalah kota tua Belanda. Catatan sejarah menunjukkan kota ini mulai dihuni sejak 2200 SM. Era modern pembangunan kota dipercaya sejak tahun 50 SM ketika tentara Romawi membangun tembok pertahanan utara. Tembok tersebut digunakan untuk menahan serangan bangsa Germania. Tembok pertahanan ini disebut sebagai Limes Germanicus. Utrecht adalah salah satu ujung dari tembok pertahanan ini.</p><p>Nama Utrect berasal dari nama tembok pertahanan dalam bahasa Latin - Ultra Traiectum. Kemudian frasa ini berubah menjadi Utrecht dalam pelafalan bahasa Belanda. Sisa benteng Romawi ini sekarang berada di pusat kota Utrecht.</p><p>Sebagai salah satu kota tua, Utrecht memiliki banyak bangunan bersejarah, seperti menara Dom Tower, kanal Oudegracht.</p><p><br /></p><p>Menara Dom Tower</p><p>Pada awal didirikan Dom Tower dimaksudkan sebagai simbol keunggulan kota Utrecht. Dom Tower ini merupakan salah satu bangunan tertinggi di Eropa pada abad ke 14. Menara Dom Tower menjulang setinggi 112,5 meter. Menara gereja ini merupakan bagian dari gereja katedral St. Martin dan merupakan menara gereja tertinggi di Belanda. Keunikannya ini membuat Dom Tower menjadi ikon kota Utrecht. </p><p>Bangunan landmark ini dibangun mulai tahun 1321 sampai 1382. Usianya sudah mencapai 700 tahun dan masih terawat dengan baik sampai sekarang. Menara ini masih difungsikan sampai saat ini. Pengunjung bisa menaiki menara ini untuk melihat pemandangan dari atas. Selain sebagai atraksi wisata, pada lantai satu menara digunakan sebagai kantor Uskup Utrecht, seorang pemimpin agama Katolik. </p><p><br /></p><p>Kanal Oudegracht</p><p>Desain kota Belanda sangat kental dengan kanal. Salah satu kanal bersejarah di Utrecht adalah Oudegracht. Oudegracht berarti kanal tua. Kanal ini dibangun sejak tahun 1000 dan mulai beroperasi penuh tahun 1275. Kanal tua ini dulu digunakan sebagai jalur perdagangan. </p><p>Para wisatawan bisa menikmati kanal tua ini dari dua level. Level pertama adalah di sepanjang jalan tepian kanal. Di kiri kanan jalan ini banyak ditemukan toko dan tempat belanja. Level kedua adalah di atas air. Pemandangan dari atas air bisa dinikmati menggunakan perahu wisata yang sudah disediakan. Sepanjang jalan menyusuri kanal, kita akan disuguhi bangunan tua yang unik seperti gudang. Kini bangunan tersebut dialih fungsikan menjadi restoran dan cafe.</p><div><br /></div>Hendrahttp://www.blogger.com/profile/07351562548562708436noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6650609886575401073.post-30965498987432310802022-01-17T00:05:00.008+07:002022-01-17T00:05:44.015+07:00Kerennya Pelayanan Bus Utrecht<p>Kampus Utrecht Uni bisa ditempuh dengan bus. Lokasi hostel kami sangat strategis. Halte tempat menunggu bus sangat dekat. Tidak lebih dari 500 meter saja.</p><p>Satu hal yang berkesan dari pelayanan bus di Belanda adalah ketepatan waktu. Bus yang kami naiki adalah jenis bus lowdeck. Jenis bus yang umum digunakan di negara-negara barat sebagai bus umum. Ini sama dengan bus Transjakarta. Bedanya adalah Transjakarta menggunakan high-deck. Desain high-deck ini yang sering membuat saya bingung. Bila desain bus di kebanyakan negara dunia menggunakan low-deck, mengapa Transjakarta berbeda?</p><p>Kembali lagi ke bus. Informasi kedatangan bus dapat dilihat dari running text yang tersedia di halte. Informasi yang muncul adalah nomor rute bus dan estimasi waktu kedatangan dalam hitungan menit. Bus-bus tersebut berangkat dari Utrecht Centraal. Sebuah tempat perhentian terpadu atau bisa juga disebut terminal untuk bus dan kereta.</p><p>Jenis bus yang melayani ada yang single dan ada yang gandengan. Ketika saya menaiki bus gandeng ini, desainnya mirip seperti bus gandeng yang sekarang dioperasikan Transjakarta.</p><p>Untuk menggunakan layanan bus ini, setiap penumpang harus menyiapkan strippenkaart (kartu bus). Pengguna bus bisa membeli kartu ini di toko. Di kartu akan tertera tanggal perjalanan. Di bus sudah disediakan mesin pengecek kartu di bagian depan, tengah dan belakang. Mesin ini menggantikan peran kondektur. Di sini para penumpang dituntut jujur, karena penggunaannya bisa diakali memang. Dan saya pernah melakukannya. Bukan contoh baik untuk ditiru. Sekarang strippenkaart sudah diganti dengan smart card.</p><p>Perilaku sopir dan penumpang di Indonesia sepertinya lebih santai. Mereka bisa cincay perkara tempat naik dan turun. Jangan harap bisa menemukan hal seperti itu di Belanda. Pengemudi bus taat aturan. Bus hanya akan menaikkan dan menurunkan penumpang di halte. </p><p>Lalu bagaimana caranya bilang stop bang atau kiri di Belanda? Itu dulu juga saya sempat kepikiran. Apakah bilang "left sir" ? Ternyata bukan seperti itu. Tersedia tombol stop warna merah. Ketika tombol ini ditekan, bel berbunyi. Ini menandakan bahwa di halte berikutnya ada penumpang turun. </p>Hendrahttp://www.blogger.com/profile/07351562548562708436noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6650609886575401073.post-78355532301546589292022-01-16T23:43:00.008+07:002022-01-16T23:44:35.039+07:00Dua Ruangan Favorit: Common Room dan Dapur<p>Hostel yang kami tempati memiliki sebuah common room. Ruangan ini merupakan tempat untuk bersosialisasi dengan para penghuni lainnya. Kebanyakan adalah backpaker. Orang-orang yang saya temui ada dari Polandia, Jerman, Ceko.</p><p>Common room ini terdiri atas meja dan bangku. Layaknya resto kalau di hotel. Ada sebuah pesawat TV yang menayangkan program acara bahasa Belanda. Sebenarnya suka-suka yang memegang remote TV. Bisa diganti sesuai selera.</p><p>Di ruangan yang minimalis ini ada sebuah baby grand piano. Pikirku dalam hati, bagaimana sebuah piano bisa masuk ke ruangan minimalis ini? Untuk naik ke common room saja kami harus meniti tangga berputar yang curam. Tentu perlu trik khusus untuk menempatkan piano ini di common room. Selain piano ada juga gitar akustik dan drum Afrika, kalau tidak jimbe sepertinya bongo.</p><p>Di common room ini saya bertemu dengan orang Polandia yang gemar bertualang. Saat itu dia tinggal cukup lama di hostel. Kami sering bertemu dan bermain gitar. Mulai dari lagu Rusia sampai lagu Israel. Saya menduga dia orang Polandia Yahudi karena tahu lagi kebangsaan Israel. Namun hal ini tidak pernah saya konfirmasi langsung. Ini hanya dugaan saya saja.</p><p>Kemudian saya pernah juga ngobrol denganorang Jerman. Kalau tidak salah dua perempuan Jerman yang sedang backpaking ke Belanda. Bermodal gitar dan lagu Jerman jadul berdulu Du bisa membuat mereka tertawa gembira. Lagu Du ini adalah lagu berbahasa Jerman yang dinyanyikan Peter Mafay dan sempat beken di Indonesia. Saya sering dengar lagu ini di putar di radio di pagi hari.</p><p>Seperti kata pepatah, musik adalah bahasa universal. Apapun latar belakangmu, ketika kita bermusik maka perbedaan itu hilang dan kita bisa menjadi satu.</p><p style="text-align: center;">***</p><p>Ruangan favorit saya selanjutnya adalah dapur. Di dapur ini tersedia lemari es maha besar. Menyimpan berbagai macam jenis daging, susu, keju, bir. Tapi tidak untuk sayur, dan beras Asupan karbohidrat sebenarnya ada kentang. Tapi kami tidak tahu cara mengolah kentang tersebut. Akhirnya pilihan kami tetap kembali ke beras, makanan pokok kami orang Indonesia.</p><p>Sebelum berangkat ke kampus, biasanya petugas hostel sudah menyiapkan panekuk gratis. Bisa dimakan siapa saja dan tersedia di meja. Selain itu juga ada apel dan roti tawar. Untuk sarapan, saya biasanya menyantap panekuk. Lalu membawa roti, diisi lapisan keju, ham dan sebutir apel. Beberapa kali juga saya membawa telur rebut. Telur ini kami beli di pasar. </p><p>Sepulang kampus, kami sudah membagi tim kerja. Siapa yang dapat jatah belanja hari itu. Tim inilah yang akan menentukan menu makan malam dan bertugas belanja di pasar. Untuk hal ini, saya bukan ahlinya. Teman-teman perempuan yang banyak mengambil alih hal ini. Tugas saya hanya membantu masak dan mencuci perkakas masak.</p><p><br /></p>Hendrahttp://www.blogger.com/profile/07351562548562708436noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6650609886575401073.post-52839383831619836892022-01-16T23:24:00.009+07:002022-01-16T23:24:56.130+07:00Hostel di Lucasbolwerk 4<p>Cerita sebelumnya saya dan ke 17 teman tiba di Utrecht hari Minggu dan bus yang kami tumpangi membuat peyok sebuah sepeda di depan tempat kami menginap. Sejak hari itu, saya dan teman-teman "Menduduki Belanda" selama beberapa minggu lamanya.</p><p>Cerita pendudukan di Belanda tersebut akan dibagi dalam beberapa potongan cerita pendek. Kita mulai dari penginapan.</p><p>Penginapan</p><p>Selama pendudukan Belanda kami menginap di The Studenthostel B&B Utrecht City Center. Hostel ini berada di Jalan Lucasbolwerk 4. Hostel ini berada di pusat keramaian Utrecht. Berada tepat di selatan Teater Kota Utrecht. Tempat yang sangat strategis untuk dijangkau tapi tidak untuk dihuni selama lebih dari 2 hari.</p><p>Pertama tiba di hostel ini, jauh dari sangkaan saya dan teman-teman. Mengingat status kami sebagai penerima beasiswa pemerintah Belanda dan Universitas Utrecht, kami membayangkan akan tinggal di tempat yang cocok untuk belajar. Sebut saja asrama kampus. Tapi kami mendapatkan sebuah hostel untuk kelas backpacker. Sangat jauh dari bayangan kami.</p><p>Tiba di penginapan tersebut, ruangan untuk kami menginap belumlah siap. Kami harus menunggu beberapa saat sampai penghuni kamar sebelumnya check out. Namanya hostel, fasilitasnya tentu di bawah dari hotel yang nyaman, ya minimal asrama kampus.</p><p>Saya paling ingat adalah bau klorin. Bau ini semerbak wangi menyebar di seantero ruangan. Sepertinya klorin banyak digunakan untuk membersihkan ruangan sekaligus disinfektan mujarab.</p><p>Kamar yang saya dapatkan bersama teman-teman berada di tepi jalan. Ya benar, tepat di tepi jalan. Dari tempat tidur saya bisa melihat ke seberang jalan, ke arah taman Teater Kota Utrecht. Kamar di tepi jalan bukanlah pilihan yang bagus, karena angin dingin dengan mudah masuk ke dalam kamar melalui celah jendela. Syukur jendela kamar di tutup mati, sehingga tidak bisa dibuka dari luar. Tapi, angin dingin yang masuk kamar tetap tidak tertahankan. </p><p>Selimut, baju hangat "long john" dan lapisan baju lainnya menjadi tameng udara dingin. Sebenarnya ada pemanas ruangan, tapi entah mengapa pemanas ruangan itu terasa imut. Energi panas yang dikeluarkan tidak sanggup menghangatkan kamar yang temaram. </p><p>Ya betul, kamar kami temaram. Tidak ada lampu baca. Dan ini sangat merepotkan kalau mengerjakan tugas dari kampus. Biasanya kami akan naik ke lantai dua di common room. Ruangan ini menjadi tempat bersosialisasi antar penghuni hostel. Tempat yang lumayan lega dan bersahabat.</p><p>Urusan mandi, tersedia kamar mandi dalam ruangan. Lagi, dengan lampu redup nyaris gulita. Sepertinya pengelola hostel ini pelit pasang lampu terang. Saya pikir bisa jadi memang pelit. Protes sudah kami layangkan ke pengelola, tapi tidak ada tanggapan. Ya sudahlah. Selama ada tempat menginap disyukuri saja.</p><p>Oya, kamar mandinya cukup luas. Saya tidak tahu mengapa kamar mandi ini dibuat luas. Apakah untuk mandi bersama? Ah sudahlah. Yang penting ada air mengalir. Tersedia air hangat. Itu sudah cukup. Biasanya di pagi hari ketika bersiap ke kampus, udaranya sangat dingin. Untuk beranjak dari tempat tidur saja butuh motivasi luar biasa. Air hangat di pagi hari bisa membuat mata terjaga dan bersiap kuliah.</p>Hendrahttp://www.blogger.com/profile/07351562548562708436noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6650609886575401073.post-80318252197980301582022-01-16T22:54:00.001+07:002022-01-16T22:54:17.650+07:00Brak, Bus Kami "Mengunduri" Sepeda<p>Jarak Bandara Schipol ke Utrecht sekitar 50 Km. Berdasarkan estimasi waktu tempuh di Google Map, rute tersebut dapat dilalui dalam waktu 40 menit. Melihat kondisi jalan yang lapang dan volume lalu lintas yang cenderung lengang tidak heran jarak tersebut bisa ditempuh dengan cepat. Beda ceritanya kalau di Jakarta. Banyak titik kemacetan, banyak sepeda motor yang akan menghambat kelancaran lalu lintas.</p><p>Setelah menempuh perjalanan singkat tersebut, kami secara resmi sudah tiba di Utrecht. Bus yang mengantar kami tiba di tempat penginapan. Ada kejadian menarik. Saking panjangnya bus, sang sopir kerepotan untuk putar balik. Kondisi jalan yang sempit dan tidak adanya kenek membuat usaha putar balik ini membutuhkan kerja keras.</p><p>Tidak berapa lama sang sopir memaju mundurkan bus, tiba-tiba terdengar suara brak dari arah belakang. Ketika itu suasana kota Utrecht sangat sepi. Kami tiba di Belanda hari Minggu. Dan hari Minggu adalah hari istirahat. Tidak ada lalu lintas sama sekali di dalam kota. Tentu suara tersebut bukan dari pengguna jalan. </p><p>Setelah dilihat ternyata bus kami mundur terlalu jauh sehingga masuk ke parkiran sepeda yang ada di tepi jalan. Alhasil sebuah sepeda menjadi korbannya. Sepeda itu peyok bersama tempat parkir sepedanya. </p><p>Melihat kejadian itu, saya tidak tahu kelanjutan ceritanya. Saya fokus membawa tas koper saya yang besar masuk ke tempat penginapan. Sejak hari itu, kami resmi "menduduki Belanda". </p>Hendrahttp://www.blogger.com/profile/07351562548562708436noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6650609886575401073.post-79203671638249793812022-01-16T22:06:00.006+07:002022-01-16T22:06:58.795+07:00Perjalanan Bandara Schipol ke Utrecht <p>Mimpi ke luar negeri sejak SMA akhirnya tercapai. Belanda, negara pertama yang saya kunjungi. Melalui program beasiswa StuNed, menjadi pintu masuk untuk menjelajah Eropa. StuNed saya sebut sebagai tiket masuk Eropa karena dengan beasiswa ini saya bisa mengunjungi 3 negara Eropa lainnya, yakni Jerman, Belgia dan Perancis. Cerita singkat petualangan di negara-negara tersebut akan disajikan dalam postingan terpisah.</p><p>Kita mulai dari Utrecht, Belanda. Kesan pertama ketika mendarat di bandara Schipol. Perjalanan panjang dari Jakarta, setelah sebelumnya transit di Kuala Lumpur menyisakan penat yang luar biasa. Ini adalah kali pertama melakukan penerbangan jarak jauh dengan waktu tempuh yang panjang. </p><p>Setibanya di bandara Schipol kesan pertama adalah wow bandaranya luar biasa keren. Bandara ini sangat besar, modern dan berkelas. Berbeda dengan bandara Soekarno Hatta Cengkareng. Sebagai perbandingan adalah conveyor belt bandara. Carouselnya sangat banyak dan ukurannya besar. Maklum setiap penumpang dapat jatah bagai 30 Kg, jadi tentu perlu difasilitasi dengan conveyor belt yang sepadan.</p><p>Angin dingin menyambut kedatangan kami di bulan September 2010. Dari Schipol Amsterdam, rombongan melanjutkan perjalanan ke Utrecht dengan bus. Kami dijemput sebuah bis wisata kapasitas sekitar 50 orang. Bus ini dikemudikan oleh seorang sopir yang sepertinya berusia lima puluhan. Sang sopir sudah berumur tapi nampak cekatan. Bus dengan desain yang sangat aneh pikirku. Ruang kemudi sopir berada lebih rendah dibandingkan kabin penumpang. Dari kabin penumpang, kami bisa melihat dengan leluasa pemandangan di sepanjang jalan.</p><p>Jalan yang kami lalui mirip seperti jalan tol kalau di Jakarta. Lengang luas dan lalu lintas lancar. Sepanjang perjalanan kesannya adalah damai dan teratur. Kiri kanan hamparan lahan pertanian hijau dan luas. Satu peristiwa yang masih saya ingat, ada kecelakaan mobil di jalur yang kami lalui. Berbeda dengan kecelakaan di Indonesia, penanganan kasus kecelakaan mobil di Belanda sepertinya dilakukan dengan sigap. Nampak mobil derek sudah siap di lokasi untuk memindahkan mobil sedan yang terperosok ke tepi jalan. Petugas polisi mengatur kelancaran lalu lintas. Dan uniknya tidak ada pengendara yang berhenti untuk menonton. Semua ditangani secara profesional dan menghargai hak orang lain.</p>Hendrahttp://www.blogger.com/profile/07351562548562708436noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6650609886575401073.post-52665960889059918832022-01-16T21:44:00.005+07:002022-01-16T22:08:12.044+07:00StuNed, Tiket Masuk ke Eropa<p>Peluang mengikuti pertukaran pelajar ke Korea Selatan tidak lolos. Ada untungnya juga, karena saya bisa menyelesaikan kuliah tepat waktu dan bekerja untuk selanjutnya menyiapkan keberangkatan ke luar negeri.</p><p>Lulus kuliah tahun 2006 dan lanjut bekerja pada akhir tahun itu. Pada awal menekuni pekerjaan di LSM lingkungan, sepintas jauh panggang dari api. Impian untuk pergi ke luar negeri bagai pungguk rindukan bulan. Namun bekerja sekitar 4 tahun, tepatnya Juni 2010, terbuka peluang tersebut melalui jalur pertemanan. Seorang teman menawarkan peluang beasiswa StuNed ke Belanda untuk sebuah program sandwich khusus untuk staf LSM yang bermitra dengan Yayasan KEHATI. </p><p>Melihat peluang tersebut, tanpa pikir panjang, segera saya memenuhi persyaratan yang diminta. Salah satunya adalah test TOEFL. Pada dasarnya memang tidak ada rencana sistematis untuk pergi ke luar negeri, test TOEFL itupun dipersiapkan seadanya. TOEFL yang saya ambil kalau tidak salah ingat adalah ITP, bukan TOEFL sebenarnya.</p><p>Skor TOEFL yang saya dapatkan bisa dibilang menengah, tidaklah terlalu tinggi. Skor pastinya saya sudah lupa. Yang pasti, berbekal skor TOEFL tersebut saya mendaftar beasiswa StuNed. Syukur Puji Tuhan, saya lolos seleksi administrasi dan lanjut ke tahap wawancara di Kedutaan Belanda di Kuningan, Jakarta Selatan.</p><p>Proses wawancara berjalan santai. Seorang Belanda yang mewawancarai saya kagum dengan kemampuan saya menjawab pertanyaan dia. Dia melihat skor TOEFL yang saya miliki dan kemampuan saya menjawab selama wawancara. Saya masih ingat betul, di akhir wawancara dia berkata "Bahasa Inggrismu bagus, seharusnya skor TOEFL mu bisa lebih tinggi lagi." Mendapat pujian itu tentu membuat bangga juga. </p><p>Singkat cerita, saya dan 17 orang teman diterima sebagai penerima beasiswa StuNed ini dan dinyatakan layak mengikuti program pelatihan di Utrecht University, Belanda. Program ini dilaksanakan mulai 19 Oktober sampai 9 Oktober 2010. StuNed, tiket masuk Eropa sudah di tangan. Saatnya petualangan ke luar negeri di mulai.</p><p><br /></p>Hendrahttp://www.blogger.com/profile/07351562548562708436noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6650609886575401073.post-64893664883504238082022-01-16T21:31:00.006+07:002022-01-16T22:08:40.767+07:00Perjalanan Mengejar Mimpi ke Luar Negeri<p>Cerita ini merupakan sambungan dari cerita <a href="https://hendraaquan.blogspot.com/2022/01/berapa-jumlah-negara-yang-pernah-ayah.html" target="_blank">sebelumnya</a>. Perbincangan saya dan Yosie tentang jumlah negara yang pernah saya kunjungi, menjadi inspirasi untuk berbagi tulisan singkat tentang pengalaman tersebut.</p><div>Mimpi pergi ke luar negeri sudah ada sejak saya sekolah SMA. Waktu itu saya ingin melanjutkan studi ke luar negeri. Salah satu incaran adalah sekolah penerbangan di Australia. Mimpi ini karena dulu sering beli majalah Angkasa dan ada promosi tentang sekolah penerbangan di dalamnya. Tapi apa daya, tidak bisa bahasa Inggris dan tidak ada dana. Akhirnya angan keluar negeri ditahan dulu.</div><p></p><p>Menginjak masa kuliah mimpi itu kembali berdengung. Saat itu ada tawaran dari kampus Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) untuk mengikuti pertukaran pelajar dengan Chung Ang University (CAU) di Korea Selatan. Seingat saya peristiwa itu terjadi tahun 2004 saat saya semester 6. Seingat saya lagi, ini adalah program pertukaran pelajar pertama yang diadakan UKDW.</p><p>Salah satu syarat mengikuti program pertukaran pelajar ini adalah membuat sebuah esai, lalu mengisi beberapa dokumen akademik sebagai syarat admnistrasinya. Tentu tidak kalah pentingnya adalah kemampuan berbahasa Inggris untuk percakapan dan keuangan.</p><p>Proses seleksi saat itu cukup ketat. Menurut saya, saya lolos proses seleksi administrasi. Tiba saatnya wawancara untuk menguji kemampuan speaking, saya tidak bisa. Saat itu salah satu dosen penyeleksi menanyakan tentang esai yang saya tulis. Pertanyaan mendasar tentang apa pesan yang kamu tulis dan apa maksudnya? Itupun tidak bisa saya jawab dalam bahasa Inggris. Ditambah lagi orang tua saya harus mendukung pembiayaan sebesar Rp6 juta rupiah. Tentu mendengar nominal tersebut saya sempat ragu. Tapi saya mantapkan untuk menjawab bahwa orang tua saya sanggup mendukung pembiayaan tersebut.</p><p><span></span></p><p>Akhir kata, saya tetap di Jogja, dan melanjutkan kuliah hingga lulus. Mimpi ke luar negeri kembali tertunda sampai menunggu waktu yang tepat.</p>Hendrahttp://www.blogger.com/profile/07351562548562708436noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6650609886575401073.post-16277475374231235092022-01-16T16:37:00.006+07:002022-01-21T16:50:01.365+07:00Berapa Jumlah Negara yang Pernah Ayah Kunjungi?<p>Hari ini, mbak Yosie, anakku yang nomor dua bertanya "Selain New Zealand, ayah sudah pergi ke berapa negara?." Sejenak terdiam lalu dalam hati mulai menghitung satu demi satu negara yang sudah aku kunjungi. </p><p>Topik diskusi saya dan Yosie selalu seputar petualangan di negeri orang. Saya kembali teringat, istri pernah cerita kalau Yosie pernah dengan bangganya menceritakan bangganya dia dengan ayahnya yang pernah ke New Zealand dengan teman-teman SD-nya.</p><p></p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxbPtaw6cmWD3iqqBqCK7h_HI3tpkRSvE8xb7rs6YDtCiqGALnENmMj6gitHCQpwZ8tJZts9tGaElBngw-tPV9bWuCsApThd5voPddHIihCUcu-PBRrMX13pwlJkuQFHp4OQ61dpiwM3mL/" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="" data-original-height="640" data-original-width="897" height="228" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxbPtaw6cmWD3iqqBqCK7h_HI3tpkRSvE8xb7rs6YDtCiqGALnENmMj6gitHCQpwZ8tJZts9tGaElBngw-tPV9bWuCsApThd5voPddHIihCUcu-PBRrMX13pwlJkuQFHp4OQ61dpiwM3mL/" width="320" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Peta Dunia (Sumber: https://peta-hd.com/peta-negara-di-dunia/)</td></tr></tbody></table><br /><p></p><p>Kembali lagi ke pertanyaan tentang jumlah negara yang pernah aku kunjungi. Saya bagi negara-negara ini menjadi tiga kelompok, yaitu Eropa, Asia dan Pasifik. </p><p>Untuk negara-negara Eropa yang pernah aku kunjungi antara lain Belanda, Jerman, Perancis dan Belgia. Total ada 4 negara. Kebetulan keempat negara tersebut berbagi perbatasan dengan Belanda. Ibarat pepatah yang mengatakan sambil menyelam minum air. </p><p>Selanjutnya untuk negara-negara di Asia antara lain Singapura, Macau, China, Hong Kong (bila ini dianggap sebagai negara terpisah dari China), Thailand dan Filipina. Total ada 6 negara. Di luar 6 negara ini, secara de facto pernah menginjakkan kaki di bandara Kuala Lumpur saat transit. Bila Malaysia ikut dihitung, maka ada 7 negara di Asia. </p><p>Kemudian negara di Pasifik ada New Zealand dan Australia. Status Australia hanyalah tempat persinggahan saat transit sebelum ke New Zealand. Bila ini ikut dihitung, maka ada 2 negara di Pasifik. Jadi total keseluruhan, saya sudah menginjakkan kaki di 13 negara.</p><p>Setelah saya menjawab jumlah negara yang pernah saya kunjungi tadi saya berpesan "Jumlah negara yang belum dikunjungi banyak mbak," sambil melihat ke peta dunia yang tertempel di dinding ruang belajar Yosie. "Yosie harus mengunjungi negara-negara lain lebih banyak dari ayah" pesanku.</p><p>Perbincangan singkat itu saya tutup dengan memberinya petuah "Rajin berlatih bahasa Inggris dan jangan takut untuk mencoba."</p>Hendrahttp://www.blogger.com/profile/07351562548562708436noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6650609886575401073.post-60612236158353082532022-01-16T15:57:00.000+07:002022-01-16T15:57:01.737+07:00Doodle Ibu Kasur di Google<p>Teman-teman yang menggunakan mesin pencari Google hari ini (16 Januari 2022), akan mendapati Google Doodle Ibu Kasur. Doodle ini ditayangkan untuk memperingati ulang tahun Ibu Kasur ke 96. Bagi generasi milenial, tentu masih sempat mendengar nama beliau. </p><p><br /></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhlwRE9qLupRFs0JWKDqbDfWct0sSYsE9yThH_x0MfdKMrH2kmH5bD8bk4xkeKiaLIsGjZOUI2yEtLKonZ340nzwJLjHU5WvpIuw0TcHYX7RHR_sQoX9mSjiSDjc3IS3I7RtT61rSZXs14r/" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="" data-original-height="400" data-original-width="1000" height="128" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhlwRE9qLupRFs0JWKDqbDfWct0sSYsE9yThH_x0MfdKMrH2kmH5bD8bk4xkeKiaLIsGjZOUI2yEtLKonZ340nzwJLjHU5WvpIuw0TcHYX7RHR_sQoX9mSjiSDjc3IS3I7RtT61rSZXs14r/" width="320" /></a></div><p></p><p>Nama asli Ibu Kasur adalah Sandiah. Beliau lahir di Jakarta tanggal 16 Januari 1926. Panggilan Kasur pada nama Ibu Kasur karena beliau adalah istri dari Pak Kasur. Mendengar nama Kasur, bagian sebagian kita akan menimbulkan tanya. Apa arti kata Kasur? Apakah ini ada kaitannya dengan alas tidur yang disebut kasur? Hasil penelusuran mendapatkan bahwa nama Kasur ini merupakan penyingkatan dari kata "Kak Sur". Panggilan Kak Sur ini adalah panggilan untuk suami beliau yang bernama asli Suryono. Keduanya pernah aktif di Pramuka Indonesia. Kata "Kak" merupakan panggilan yang lumrah digunakan antar anggota Pramuka. Panggilan Kak Sur tersebut, lambat laun berubah menjadi Kasur.</p><p>Selama hidupnya Ibu Kasur banyak berkecimpung di dunia pendidikan anak. Dedikasi Ibu Kasur di dunia pendidikan anak diwujudkan dalam berbagai hal, mulai dari mendirikan Taman Kanak-kanak (TK) Mini, mengasuh siaran anak-anak di RRI Jakarta, mengasuh program Taman Indria di TVRI, pembicara seminar hingga mencipta lagu.</p><p>Sebagai pencipta lagu, lagu ciptaan Ibu Kasur memiliki lirik sederhana, mudah diikuti anak dan bertujuan untuk mendidik anak. Sebagai contoh, lagu dengan lirik "Satu, satu, aku sayang ibu. Dua, dua juga sayang ayah.." Lagu anak ini sangat populer dan masih dinyanyikan sampai sekarang dalam format video lagu anak di Youtube. Lagu ini diciptakan Ibu Kasur untuk mengenalkan konsep berhitung mulai angka satu sampai lima kepada anak. Selain itu juga mengenalkan konsep keluarga beserta anggotanya.</p><p>Ibu Kasur sudah meninggalkan kita semua pada tanggal 22 Oktober 2002 di usia 76 tahun. Namun jasa baiknya pada anak-anak Indonesia akan selalu dikenang. Ibu Kasur masih mendidik anak-anak Indonesia sekarang dan masa depan melalui lagu-lagu anak yang diciptakannya. Selamat ulang tahun ke 96 Ibu Kasur.</p>Hendrahttp://www.blogger.com/profile/07351562548562708436noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6650609886575401073.post-64288500819461830732022-01-15T01:32:00.001+07:002022-01-17T01:37:51.392+07:00Jejak Tiga Perdana Menteri di Pendidikan Singapura<p><i>Singapore Chronicles: Education</i> merangkum capaian kebijakan pendidikan Singapura yang digagas dan dikawal oleh setiap perdana menteri. Tercatat ada tiga perdana menteri Singapura. Berikut ulasan singkat capaian tiga perdana menteri Singapura beserta kebijakan umum pendidikan yang digagas selama masa pemerintahan mereka. </p><p><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEiaQ1otixjcDs6TsFRUQ5Ncet3DMgZLGeyahF87vnqp03i5HfGsUeqtVLEviPG7rK9GiqipCSIgMKk5CJrHkE6hXPu8b6Xs6BgGK9lspK-dAS40QYxngm5AmajOOg3kfoTRLXUxOvstgpUv9HfvmlAedYfwUpXUie5pd5-lJERcTcBZzsy737x576Deng=s685" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em; text-align: center;"><img border="0" data-original-height="685" data-original-width="492" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEiaQ1otixjcDs6TsFRUQ5Ncet3DMgZLGeyahF87vnqp03i5HfGsUeqtVLEviPG7rK9GiqipCSIgMKk5CJrHkE6hXPu8b6Xs6BgGK9lspK-dAS40QYxngm5AmajOOg3kfoTRLXUxOvstgpUv9HfvmlAedYfwUpXUie5pd5-lJERcTcBZzsy737x576Deng=s320" width="230" /></a></p><p>(1) Lee Kuan Yew (1959 - 1990)</p><p>Perdana menteri pertama, Lee Kuan Yew menjadi penentu masa depan Singapura. Pada masa awal kemedekaan ini, pemerintah Singapura melalui Lee Kuan Yew mulai meletakkan dasar pendidikan mereka. Pola pendekatan Lee Kuan Yew dalam mengelola pemerintahannya tergolong otoriter seperti era Orde Baru (command and control approach). Pendekatan seperti ini dipilih menimbang kondisi sosial politik waktu itu yang masih rentan dan mudah bergejolak. </p><p>Kebijakan pendidikan bersifat terpusat dan sangat diatur oleh Kementerian Pendidikan Singapura. Salah satu yang menjadi tantangan pemerintah SIngapura di awal kemerdekaan adalah menyatukan bangsa yang terdiri dari 3 etnis berbeda, China, India dan Melayu. Strategi kebijakan pendidikan yang dilakukan adalah melalui kebijakan dua bahasa (bilingualism) dan pembangunan pendidikan ke arah teknik atau vokasi. Peletakan visi pendidikan Singapura dikawal dengan ketat oleh Lee Kuan Yew hingga lengser pada tahun 1990.</p><p><br /></p><p>(2) Goh Chok Tong (1990 - 2004)</p><p>Perubahan sosial politik dunia di awal 1990-an sudah berubah. Seiring berkembangnya teknologi, peradaban dunia berubah menjadi lebih terbuka dan mengglobal. Pada masa awal pemerintahan oerdana menteri kedua, Goh Chok Tong, visi pendidikan Singapura mulai memasuki pendidikan era globalisasi. Tujuannya untuk menciptakan generasi muda Singapura yang tanggap zaman dengan era globalisasi. Terjadi perubahan kebijakan pendidikan dengan mengakomodasi kebutuhan tersebut. </p><p>Pada masa ini terjadi transisi dari era industri ke era knowledge economy. Di masa ini permintaan pasar tenaga kerja banyak bergeser ke industri jasa seperti keuangan dan pariwisata. Teknologi internet mulai digunakan secara luas, dan sektor ekonomi yang mulai mengarah ke inovasi serta penggunaan pengetahuan (knowledge). Guna menyiapkan angkatan kerja tanggap globalisasi tersebut, maka diperlukan siswa yang memiliki "soft skills" seperti kewirausahaan, inovasi, flexibility, dan komitmen untuk belajar seumur hidup (lifelong learning). </p><p>Guna mendukung kebutuhan tersebut, pemerintah Singapura mulai menerapkan pembelajaran berbantuan komputer. Melalui pendekatan ini para siswa difasilitasi untuk belajar mandiri (self-paced), belajar interaktif dan belajar di mana saja dan kapan saja (anywhere-any time learning). Selain itu kebijakan wajib belajar 10 tahun serta dukungan pembiayaan menjadi penyokong utama kebijakan tersebut.</p><p><br /></p><p>(3) Lee Hsien Loong (2004 - sekarang)</p><p>Memasuki era kepemimpinan perdana menteri ketiga, Lee Hsien Loong, kebijakan pendidikan kembali mengalami penyesuaian. Pemerintahan Lee mulai mengubah kebijakan pendidikan yang sebelumnya sangat terpusat (top down approach), kini lebih autonomous (bottom up initiative). Kebijakan yang "membebaskan" guru dan sekolah dalam pendidikan dan pengajaran ini disebut sebagai Teach Less, Learn More (TLLM). Kebijakan tersebut diterapkan karena kebijakan sebelumnya sudah tidak bisa menjawab tantangan perkembangan ekonomi dan peradaban baru. </p><p>Tuntutan era baru seperti inovasi, pemecahan masalah, kemampuan berpikir kreatif yang menjadi tuntutan keterampilan abad 21 perlu difasilitasi dengan pendekatan yang berbeda. Keputusan pemerintah untuk membebaskan pendidikan ini guna menyiapkan angkatan kerja Singapura ke arah knowledge society and economy. Guna mencapai itu, pemerintah Singapura memiliki 4 visi pendidikan masa depan, yaitu: (1) Thinking Schools, Learning Nation, (2) Teach Less, Learn More, (3) Tight, Loose, Tight, dan (4) Professional Learning Communities.</p><p>Paparan singkat memberikan gambaran sangat umum tentang evoluasi kebijakan pendidikan Singapura. Refleksi yang didapatkan dari ringkasan di atas adalah panjangnya masa pemerintahan perdana menteri mampu mengawal visi pembangunan negaranya dengan baik dan sesuai dengan peta arah pembangunan yang dirancang. Visi pendidikan yang dibangun oleh pemerintah Singapura sangat berorientasi pada pembangunan bangsa dan negara, khususnya di bidang ekonomi dan sumber daya manusia. Oleh karena itu setiap perdana menteri selalu melakukan evaluasi dan penyesuaian kebijakan pendidikan yang diselaraskan dengan perkembangan masyarakat dunia.</p><p>Studi kasus di Singapura bisa menjadi contoh baik bagi pengembangan kebijakan pendidikan Indonesia. Upaya memerdekakan pendidikan juga mulai tercermin dalam kebijakan Merdeka Belajar yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan Nadiem Makarim. Semoga kebijakan Merdeka Belajar Indonesia bisa tetap dirawat dan bertumbuh walaupun terjadi pergantian presiden dan menteri pendidikannya.</p><p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div>Hendrahttp://www.blogger.com/profile/07351562548562708436noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6650609886575401073.post-81754988449025820702022-01-14T00:29:00.005+07:002022-01-17T01:32:47.809+07:00Singapore Chronicles: Education - Rekam Jejak Evolusi Kebijakan Pendidikan Singapura<p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div>Buku berjudul <i>Singapore Chronicles: Education</i> ini diterbitkan sebagai buku peringatan kemerdekaan Singapura ke 50 tahun. Buku tersebut merangkum evolusi kebijakan pendidikan Singapura sejak pra kemerdekaan (sebelum tahun 1965), dan masa setelah kemerdekaan tahun 1965 sampai tahun 2015. <i>Singapore Chronicles</i> menunjukkan bahwa pembangunan pendidikan merupakan salah satu aspek yang menjadi pusat perhatian pemerintah. Visi pembangunan pendidikan masyarakat Singapura selalu melekat pada visi misi sebuah bangsa, termasuk di dalamnya aspek politik, budaya, sosial dan ekonomi. <p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEiaQ1otixjcDs6TsFRUQ5Ncet3DMgZLGeyahF87vnqp03i5HfGsUeqtVLEviPG7rK9GiqipCSIgMKk5CJrHkE6hXPu8b6Xs6BgGK9lspK-dAS40QYxngm5AmajOOg3kfoTRLXUxOvstgpUv9HfvmlAedYfwUpXUie5pd5-lJERcTcBZzsy737x576Deng=s685" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="685" data-original-width="492" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEiaQ1otixjcDs6TsFRUQ5Ncet3DMgZLGeyahF87vnqp03i5HfGsUeqtVLEviPG7rK9GiqipCSIgMKk5CJrHkE6hXPu8b6Xs6BgGK9lspK-dAS40QYxngm5AmajOOg3kfoTRLXUxOvstgpUv9HfvmlAedYfwUpXUie5pd5-lJERcTcBZzsy737x576Deng=s320" width="230" /></a></div><br /><p>Membangun sebuah peradaban bangsa melalui pendidikan merupakan investasi jangka panjang. Pemerintah Singapura sudah menunjukkan bagaimana perkembangan sumber daya manusia mereka selama 50 tahun. Capaian seperti kemajuan ekonomi, pertumbuhan GDP dan rendahnya tingkat pengangguran menjadi contohnya. Tingginya kualitas pendidikan Singapura juga tercermin melalui hasil TIMSS, PISA dan PIRLS yang mengukur kemampuan siswa dalam matematika, sains dan membaca. Data PISA 2012 menunjukkan bahwa kemampuan siswa Singapura sudah sampai pada pemecahan masalah atau setara dengan level 5 dan 6, atau ranah mengevaluasi (<i>evaluating</i>) dan mencipta (<i>creatin</i>g) pada taksonomi Bloom. </p><p>Bagaimana dalam kurun waktu 50 tahun pemerintah Singapura bisa mendongkrak kualitas pendidikan yang setinggi itu? Bisa jadi jawabannya adalah kekuatan visi dan kharisma dari perdana menteri Singapura dalam mengawal visi pembangunan pendidikannya. Pada ulasan selanjutnya, saya akan mendeskripsikan secara ringkas capaian pendidikan setiap perdana menteri pada masa pemerintahannya.</p>Hendrahttp://www.blogger.com/profile/07351562548562708436noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6650609886575401073.post-42287348474448087912022-01-11T21:46:00.000+07:002022-01-17T21:51:13.311+07:00Efek Ghozali: Disrupsi Ekonomi Digital<p>Beberapa waktu lalu kita digemparkan dengan foto Ghozali yang laku di pasar digital bernilai miliaran. Foto tersebut dijual melalui platform NFT bernama Open Sea. NFT bisa memiliki peluang sebagai instrumen investasi jangka panjang. Buktinya Ghozali melalui akunnya Ghozali Everyday yang aktif posting foto bisa datangkan cuan bernilai Rp 13,8 milyar dalam jangka waktu 4 tahun. </p><p>Siapa sangka dunia digital dan ekonomi digital akan sedisruptive ini. Ghozali sudah membuktikan, bahwa inovator yang menciptakan demand dan market nya sendiri akan menjadi pioner bisnis baru di era digital ini.</p><p>Era disruptive membuat segala yang dulunya aneh, justru sekarang dicari. Segala keanehan tersebut lalu difasilitasi oleh sebuah ekosistem berbasis internet, sebut saja namanya NFT. NFT merupakan singkatan dari non-fungible token. Arti non-fungible adalah suatu objek unik yang tidak dapat dipertukarkan. Sifatnya yang unik berarti objek tersebut hanya ada satu yang asli. </p><p>Pada prinsipnya objek NFT bisa diduplikasi, tapi orisinalitasnya menjadi nilai lebih suatu objek NFT. Sedangkan arti token merujuk pada berkas digital yang tersimpan di suatu blockchain. Berkas digital ini memuat sertifikat keaslian atau kepemilikan suatu objek NFT. </p><p>Padanannya seperti jual beli lukisan karya seorang maestro lukis dunia, seperti contohnya Raden Saleh. Pada 2 Desember 2021 lalu, sebuah lukisan Raden Saleh berjudul A View of Mount Megamendung laku di pasar lelang internasional senilai Rp 36 miliar. </p><p>Karya yang dibuat tahun 1861 tersebut bernilai tinggi karena memang dibuktikan adanya bukti orisinalitas karya dengan adanya tanda tangan Raden Saleh di lukisan tersebut. Selain itu pamor nama sang pelukis juga ikut mendongkrak harga jualnya.</p><p>Pemilik lukisan Raden Saleh tersebut adalah seorang kolektor dari Inggris. Apakah lukisan bisa direproduksi? Tentu bisa. Namun kualitas keaslian lukisan akan selalu diperiksa oleh para ahlinya. Ada orang-orang yang memiliki keahlian khusus untuk menilai keaslian sebuah lukisan. Inilah yang menentukan apakah karya tersebut asli atau tiruan.</p><p>Ekosistem digital baru ini membuat setiap orang bisa menjadi content creator. Ketika kreasi yang diunggah banyak dicari, alias viral, mulailah cuan berdatangan. Kurang lebih formulasi kondisi tersebut bisa di tuliskan sebagai :</p><p>((Ide Liar + Kegokilan Ekspresi)NFT) ^ Derajat Keviralan = Cuan</p><p>Bila seorang kreator bisa membaca peluang dan menciptakan demand nya sendiri, maka pasar akan terbentuk. Untuk mengunggah konten2 yang inovatif dan kreatif di NFT juga perlu dibungkus semangat PD tingkat dewa. Teguh berpegang pada prinsip. Seperti kata pepatah "Biar anjing mengguguk, karena klo ngeong namanya kucing." Atau bisa disamakan dengan judul lagu jadul Frank Sinatra yang masih beken sampai sekarang : "My Way."</p>Hendrahttp://www.blogger.com/profile/07351562548562708436noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6650609886575401073.post-9025943503968019672022-01-08T15:45:00.004+07:002022-01-08T16:08:07.052+07:00Kompetisi Rangkai Bouquet 30 Menit di Sleman City Hall<p>Sabtu, 8 Januari 2022, Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Kabupaten Sleman gelar lomba merangkai bouquet di Sleman City Hall. Lomba ini dilaksanakan dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun GOW ke 67, Hari Ibu ke 93, sekaligus Natal 2021 dan Tahun Baru 2022.</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEjrsNXMMpVRxJLZYqWMHZN4rFzhKY75bQCg-QKNXkCELHzIj9sPyhH21TRxcElQ2QM0hBhS3SjxYNJdv0uSHyi4Y4opZ0Uhw7pA6ePxERCyY1bKxCf6zN2uJEDtrYL-xc-e6TOOD0dJliuMamXfzTHdDOlBEKqHgh8mkSwNPpFqeJbAWO7i_hB5G9JgUA=s4000" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1840" data-original-width="4000" height="147" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEjrsNXMMpVRxJLZYqWMHZN4rFzhKY75bQCg-QKNXkCELHzIj9sPyhH21TRxcElQ2QM0hBhS3SjxYNJdv0uSHyi4Y4opZ0Uhw7pA6ePxERCyY1bKxCf6zN2uJEDtrYL-xc-e6TOOD0dJliuMamXfzTHdDOlBEKqHgh8mkSwNPpFqeJbAWO7i_hB5G9JgUA=s320" width="320" /></a></div><p>Perlombaan ini mengambil tema Merangkai Bouquet untuk Ibunda. Perlombaan diikuti oleh 17 orang peserta. Menurut penuturan panitia, lomba ini terbuka untuk laki- laki dan perempuan dengan usia minimal 16 tahun. Pada kenyataannya, ke 16 peserta tersebut adalah perempuan.</p><p>Juri lomba ini ada tiga orang. Ketiganya adalah profesional di bidang merangkai bunga. Salah satu juri memiliki pengalaman terlibat sebagai tim dekorasi HUT Kemerdekaan di Istana Negara.</p><p>Pada perlombaan merangkai bunga pada umumnya, peserta akan mendapat waktu panjang untuk menyiapkan konsep rangkaian dan proses merangkainya. Dalam lomba kali ini, panitia memberi alokasi waktu 30 menit untuk menyiapkan konsep rangkaian dan proses perangkaian.</p><p>Keunikan ini ditambah lagi dengan jenis bunga yang disiapkan panitia. Peserta hanya bisa membuka kemasan pembungkusnya setelah ada aba-aba waktu mulai dari panitia.</p><p>Dengan kriteria lomba seperti itu tentu para peserta yang terlibat harus memiliki pengalaman merangkai sebelumnya. Pengalaman dan keterampilan peserta sangat diuji dalam lomba ini. Tentu bagi peserta yang sudah berpengalaman akan menjadi arena adu inovasi dan kreatifitas.</p><p>Panitia menyediakan 6 hadiah bagi pemenang. Tiga hadiah utama yang terdiri atas tropi, sertifikat dan uang pembinaan. Sedangkan tiga peserta harapan akan mendapatkan tropi dan sertifikat. Hadiah tersebut disediakan oleh sponsor kegiatan.</p><div><br /></div>Hendrahttp://www.blogger.com/profile/07351562548562708436noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6650609886575401073.post-46589216074248203942021-12-30T07:52:00.002+07:002021-12-30T07:52:19.482+07:0010 Ribu Kata yang Luar Biasa<p> Tulisan ini diilhami dari foto yang berada di lembar terakhir panduan 30DWC Jilid 34. Halaman akhir buku panduan menampilkan beberapa pemuda yang mendaki gunung batu. Ilustrasi ini memunculkan kembali kenangan ketika mendaki Gunung Rinjani. </p><p><br /></p><p>Dalam setiap pendakian, para pendaki memiliki beberapa pos perhentian. Pos perhentian ini disiapkan untuk memulihkan semangat dan energi. Saat itu akan digunakan untuk memeriksa kembali kondisi para pendaki, melihat kembali perbekalan dan memulihkan semangat. Medan yang terjal biasanya cukup membuat mental para pendaki kendor. Itulah pentingnya sebuah pos perhentian. Saat beristirahat, para pendaki tidak bengong saja. Mereka menggunakan saat ini untuk menilik kembali proses yang sudah dilalui, sekaligus menyiapkan rencana pendakian selanjutnya. Frasa yang bisa mewakili adalah refleksi dan evaluasi. </p><p><br /></p><p>Ini hari kedelapan sejak mengikuti tantangan menulis 30DWC. Selama delapan hari lalu, saya sudah memaksa diri sendiri menulis. Di awal menulis, saya membuat dua tulisan non fiksi. Tulisan pertama tentang aksara, yang kemudian menjadi nama squad saya. Tulisan kedua bercerita tentang awal mula perjalanan menulis 30DWC dan proses radioterapi ibu. Tulisan hari ketiga sampai hari kedelapan berubah ke genre fiksi. Selama enam hari tersebut, sudah ada enam cerita fabel bersambung tentang kisah Runtu burung hantu dan Suri serigala.</p><p><br /></p><p>Peralihan genre tulisan dari non fiksi ke fiksi ini dimulai ketika saya membuat 30 topik menulis. Ide cerita ini bermula dari kisah persahabatan burung hantu dan serigala. Cerita ini saya gunakan sebagai dongeng pengantar tidur anak saya. Ketika menuangkan kembali cerita itu ke media blog, terjadi pergeseran jalan cerita. Awal mula, cerita ini adalah sebuah cerita pendek saja. Memerlukan waktu sekitar 15 menit bercerita. Setelah dituliskan plot cerita menjadi berkembang. Alur cerita jadi meluas.</p><p><br /></p><p>Keluasan cerita ini bisa dilihat dari ceritanya yang bersambung belum sampai ke penyelesaian konflik. Rata-rata jumlah kata setiap kisah mencapai 1000 kata. Ini jumlah yang luar biasa. Saya tidak menduga sebelumnya bisa menulisa rata-rata 1000 kata per hari. Jadi total saya sudah menulis 8000 kata untuk kisah Runtu dan Suri. Ditambah lagi dengan dua cerita non fiksi yang keduanya berjumlah 1900 kata. Total jumlah kata selama delapan hari menulis hampir 10.000 kata. Wow, ini rekor yang luar biasa. </p><p><br /></p><p>Selanjutnya bagaimana menjaga mood dan ritme menulis? Ini yang masih menjadi perjuangan saya sampai detik tulisan ini diunggah. Semoga sampai akhir 30DWC saya bisa tepat waktu setor tulisan. </p><div><br /></div>Hendrahttp://www.blogger.com/profile/07351562548562708436noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6650609886575401073.post-65893980856845710652021-12-29T04:38:00.006+07:002021-12-29T04:38:53.605+07:00Kisah Runtu dan Suri (6): Pilihan Hidup dan Mati<p>Cerita sebelumnya, dalam rangka memenuhi kesepakatan dengan kelinci, Runtu memulai dengan mencari mangsa. Dia berhasil mendapatkan 5 ekor kodok di mata air barat. Rencana Runtu selanjutnya adalah menemui Suri di sarangnya.</p><p>***</p><p>Sambil menikmati daging buruannya, Runtu mengatur rencana perjalanan. Dia sudah menyelesaikan tugas pertama, yaitu mencari daging buruan. Selanjutnya adalah menemui Suri, dilanjutkan dengan mencari 10 wortel sesuai perjanjian dan kembali menemui kelinci di ceruk batu. </p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEiEH43_bOTuU74YkVZEeekMKFv90vW-sd4wwLN_PfwbEexyvvcYpier6Cbx-C8F_RuvRDAjU-ruxUQM7KKb1vS1z5pmsWRUNTbka3lzhzbR753Mtb1cHMvUvbl2NR4XFHG5fINgz4PIwWiF8Hf-jO3IEtS5vBI1KgxzDnMifmbtVDHoJx6SMHq0GQgadw=s515" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="462" data-original-width="515" height="287" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEiEH43_bOTuU74YkVZEeekMKFv90vW-sd4wwLN_PfwbEexyvvcYpier6Cbx-C8F_RuvRDAjU-ruxUQM7KKb1vS1z5pmsWRUNTbka3lzhzbR753Mtb1cHMvUvbl2NR4XFHG5fINgz4PIwWiF8Hf-jO3IEtS5vBI1KgxzDnMifmbtVDHoJx6SMHq0GQgadw=s320" width="320" /></a></div><br /><p>"Aku sudah berhasil mengisi energi. Aku sendiri tidak kesulitan mencari mangsa. Mangsaku masih berlimpah di savana ini" pikirnya. "Aku kasihan dengan Suri, dia memerlukan mangsa yang besar. Aku akan bawakan Suri seekor berang-berang. Siapa tahu bisa mengganjal perutnya," pikir Suri sambil membersihkan paruh dan cakarnya usai pesta kodok pagi itu.</p><p>Masih tersisa waktu beberapa saat sebelum matahari terbit. Runtu harus bergegas menemui Suri. Sambil lalu, dia akan mencari tupai untuk diberikan ke Suri.</p><p>Meninggalkan mata air barat, Runtu terbang menyusuri aliran sungai kecil menuju hilir. Jalur ini sengaja dipilih karena dia akan mencari seekor berang-berang untuk Suri. Hitung - hitung sambil menyelam minum air, pikir Suri. </p><p>Kawanan berang-berang mudah ditemui di sekitar aliran sungai ini. Mereka biasanya berkelompok dan membangun bendungan di sungai dari potongan - potongan dahan pohon. Pertama kali Runtu akan mencari bendungan kayu. Dari situ, rencana perburuan selanjutnya akan ditentukan.</p><p>***</p><p>Setelah ditinggalkan Runtu, Suri kerap gelisah. Di dalam sarangnya dia menanti - nantikan kabar Runtu. "Sudah seharian Runtu pergi. Tidak biasanya dia pergi selama ini tanpa kabar. Apakah dia ada masalah?" kata Suri sambil memandang ke sekeliling mencari tanda kedatangan Runtu.</p><p>"Aku jadi merasa was-was.Apa yang harus kulakukan? Bagaimana kalau aku menyusul Runtu ke timur?" pikir Suri. "Tapi kalau aku pergi menyusulnya, ternyata dia kembali ke sini bagaimana?". Suasana hati Suri saat itu campur aduk, antara khawatir, gelisah, ragu, cemas. </p><p>Di satu sisi, Suri juga sadar diri, dia tidak bisa pergi jauh, karena dia berusaha menyimpan energi untuk perburuan yang dinantikannya. "Makanan yang ada padaku sudah habis. Sebenarnya aku tidak bisa pergi jauh. Mana ditambah perutku sedikit lapar," batinnya. Tiba - tiba terdengar suara, "Krukk.. krukk.. krukk," perut Suri mulai bersuara. Itu tandanya Suri sudah harus makan.</p><p>Di tengah kegelisahan dan kecemasannya, Suri berusaha berpikir keras mencari jalan keluarnya. "Aku tidak bisa selamanya berdiam diri. Aku akan mencari makan dulu," demikian rencana Suri. Dia merangkak keluar sarang dengan gontai sambil menguatkan niatnya "Aku bisa berburu sendiri. Kalau nanti Runtu datang dia, siapa tahu dia mau menunggu barang sebentar," kata Runtu meneguhkan tekadnya.</p><p>Suri sadar, dengan energi yang ada padanya saat ini tidak akan membawanya berjalan jauh. Bila nasib mujur berpihak padanya, Suri bisa mendapatkan daging buruan dan kembali ke sarang. Sebaliknya, bila malang, maka dia tidak akan bisa kembali ke sarang. Ini adalah pilihan sulit, antara hidup dan mati. Walau bagaimanapun keputusan harus dipilih apapun risikonya nanti.</p><p>Pilihan itupun sudah diambil. Alih - alih menunggu di sarang dan kelaparan, Suri memilih menggunakan energi terakhirnya untuk bertahan hidup. "Auuu... auuuu.. auuuu," terdengar lolongan lemah Suri. Suaranya tidak cukup menakuti mangsa memang, tapi setidaknya mampu memberi energi baru untuk menjalani pilihan sulit ini. </p>Hendrahttp://www.blogger.com/profile/07351562548562708436noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6650609886575401073.post-43278685622472451932021-12-27T22:13:00.001+07:002021-12-27T22:41:34.305+07:00Kisah Runtu dan Suri (5): Berburu Dini Hari<p style="text-align: justify;">Cerita sebelumnya, Runtu bernegosiasi dengan kelinci di ceruk batu. Kelinci meminta Runtu mencari wortel untuk bekal perjalanan kelinci. Runtu menerima permintaan itu dengan syarat, kelinci akan menunggu di ceruk batu sampai Runtu kembali. Mereka saling bersepakat. Selanjutnya Runtu mengatur rencana perjalanan untuk memenuhi permintaan itu sebelum matahari terbit. </p><p style="text-align: justify;">***</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgt1R6LXK2_yyVNryX7Q8hfvG5UAfD2mYJhcMK27s7pj5s1bxIT6aM8XV6DX5LrXltRYl4xjMPKQ5hwZBeSYgUsCi1zdxTjvpDqu1kSxZ4GrBe99goLdZqQZMdNQlg1SdCsTReh6_rXqoLuL6fufLI-3kGXF3f30xkntyOL77Qx7YdNceZKeqJJiCs2Jg=s518" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="502" data-original-width="518" height="310" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgt1R6LXK2_yyVNryX7Q8hfvG5UAfD2mYJhcMK27s7pj5s1bxIT6aM8XV6DX5LrXltRYl4xjMPKQ5hwZBeSYgUsCi1zdxTjvpDqu1kSxZ4GrBe99goLdZqQZMdNQlg1SdCsTReh6_rXqoLuL6fufLI-3kGXF3f30xkntyOL77Qx7YdNceZKeqJJiCs2Jg=s320" width="320" /></a></div><div style="text-align: justify;"><br /></div><p style="text-align: justify;">Tidak ingin membuang waktu, Runtu berjalan keluar ceruk. Dia yakin bahwa kelinci bisa dipercaya. Di luar ceruk Runtu diam sejenak sambil mengatur rencananya. Ada tiga hal yang harus dia kerjakan dini hari itu pertama mencari kebun wortel, kedua mencari daging buruan untuk dirinya sendiri karena pasti dia membutuhkan energi banyak untuk perjalanan hari itu, dan ketiga memberitahu Suri, karena dia sudah pergi sehari lamanya. Runtu tidak ingin membuat sahabatnya khawatir menanti kabar darinya. </p><p style="text-align: justify;">Runtu memutar otak rencana mana dulu yang akan dikerjakan. "Ada tiga hal yang harus dikerjakan dalam waktu singkat. Aku akan mencari daging buruan dulu sambil kembali ke sarang Suri. Setelah itu aku akan berbagi tugas dengan Suri untuk mengumpulkan wortel" demikian rencana Runtu.</p><p style="text-align: justify;">Sesaat kemudian, Runtu mengambil kuda-kuda dan mendorong badannya sejauh mungkin sambil mengepakkan kedua sayapnya. Hembusan angin lembah dari bawah sangat membantu Runtu untuk mengangkat badannya yang besar ke angkasa. Dengan tiga kali kepak, Runtu sudah terbang menyusuri lembah. </p><p style="text-align: justify;">Dalam perjalanan itu Runtu mengambil jalan berbeda dengan jalan dia berangkat. "Aku akan ambil arah barat saja. Ini adalah rute tercepat untuk sampai ke sarang Suri. Selain itu, aku bisa berburu kodok di mata air barat. Biasanya kodok akan banyak berkumpul berkerumun di mata air," rencana Suri dalam perjalanan itu.</p><p style="text-align: justify;">Dini hari itu, langit masih temaram. Sinar bulan redup menyinari daratan di bawah Runtu. Dalam keadaan ini, indra penglihatan tidak akan membantu. "Cahaya bulan ini tidak membantu perburuanku. Aku gunakan saja telingaku untuk menjejak mangsa" kata Runtu.</p><p style="text-align: justify;">Terbang dengan kecepatan tinggi membuat Runtu sudah berada di mata air barat dalam waktu singkat. Mata air itu dikelilingi pohon beringin. Ada dua pohon beringin besar. Kedua beringin tersebut seolah mengapit mata air yang keluar dari dalam tanah. Di sekitarnya ditutupi oleh rimbunan pohon bambu. Bunyi pohon bambu yang tertiup angin, seolah mengisi deru mata air yang mengalir dari ballik bebatuan. </p><p style="text-align: justify;">"Aku harus mendengarkan suara katak dengan cermat. Suara gesekan bambu dan deru mata air di bawah akan membuat pencarian suara katak memakan waktu sedikit lebih lama," pikir Runtu sambil terbang mengitari mata air. Dia memasang telinganya dengan cermat. Dia berusaha mencari tanda keberadaan kawanan katak. Tiba - tiba, "Krok.. krok.. krok," bunyi kodok terdengar samar-samar di baik deru mata air dan gesekan bambu. </p><p style="text-align: justify;">Runtu tidak mau menyia-nyiakan kesempatan emas ini. "Itu dia tanda yang aku cari. Aku akan terbang rendah sejajar dengan rumpun bambu agar bisa mendengar tanda tadi dengan dengan lebih jelas," rencana Runtu.</p><p style="text-align: justify;">Semakin mendekat ke pucuk rimbun bambu, suara itu kembali terdengar jelas. "Krok.. krok.. krok... krok," begitu bunyinya. "Jelas ini adalah suara kodok, mangsa yang aku cari. Aku akan berburu barang lima ekor saja sudah cukup untuk energiku sehari ini." begitu rencana Runtu.</p><p style="text-align: justify;">Agar mudah mengetahui letak mangsanya dengan tepat, Runtu memutuskan memantau mangsa dari dekat. "Aku akan mengintai dari dahan beringin saja. Dari situ aku bisa leluasa melihat ke balik rimbunan bambu," demikian pikir Runtu.</p><p style="text-align: justify;">Kepak sayap Runtu membantunya hinggap di dahan beringin dalam kesenyapan. Dari atas beringin, Runtu bisa melihat buruannya dengan mudah. Para kodok tidak menyadari adanya ancaman di dekat mereka. Runtu diam sejenak sambil memeriksa keadaan sekeliling, seolah memberi kesempatan kepada para kodok untuk bercengkrama terakhir kalinya.</p><p style="text-align: justify;">"Ini saat yang kutunggu," kata Runtu. Sambil memfokuskan pandangan dan pendengaran ke arah sasaran, Runtu mengambil ancang-ancang terbang. Sesaat kemudian, tubuh besar Runtu sudah meluncur cepat ke bawah. "Aku akan terbang menyambar dengan cepat. Aku tutup saja sayapku agar aku meluncur semakin cepat," kata Runtu dalam hati.</p><p style="text-align: justify;">Nampak dari kejauhan, ada sekelebat bayangan meluncur cepat dari dahan beringin ke arah kawanan kodok. Saking cepat dan senyapnya, tidak ada yang akan menyangka seekor burung hantu sedang melakukan perburuan. Demikian pula dengan kawanan kodok. Mereka masih asyik bernyanyi saling bersahutan. Mereka tidak sedang dalam posisi waspada.</p><p style="text-align: justify;">"Aku akan mengincar dua ekor kodok yang berdiri agak jauh dari kawanannya," demikian rencana Runtu. Aku mengincar kedua kodok itu agar kawanan kodok lainnya tidak merasa terancam.</p><p style="text-align: justify;">Benar saja, dalam waktu singkat kedua kodok tadi sudah terangkat tinggi. Saking cepatnya serangan Runtu, tidak ada satupun kawanan kodok yang sadar bahwa dua temannya sudah hilang.</p><p style="text-align: justify;">"Untung sergapanku tepat. Kedua kodok ini tepat berada dalam cengkeraman cakarku," kata Runtu dalam hati. "Aku akan kembali ke dahan beringin dan menyimpan kedua daging buruan ini," lanjut Runtu.</p><p style="text-align: justify;">Kembali ke dahan beringin, di sana ada jalinan rumput kering yang cukup besar. Jalinan rumput kering itu nampak seperti bekas sarang bangau yang sudah lama ditinggalkan. Runtu memang memilih dahan tadi sebagai tempat hinggap karena ada tempat penyimpanan sementara daging buruan. "Ini adalah tempat yang aman," pikir Runtu. Kemudian Runtu melepaskan kedua kodok tadi dan menutupinya dengan beberapa helai daun kering. "Aku tutupi saja kedua daging buruan ini agar aman dari pencuri," kata Runtu.</p><p style="text-align: justify;">Setelah yakin buruannya aman, Runtu kembali mengambil posisi untuk sergapan kedua. Runtu mengincar tiga kodok. "Ada tiga mangsa. Ketiganya berada di tengah kawanan. Ini bukan cara perburuan yang baik. Tapi setidaknya aku bisa langsung mendapatkan tiga daging buruan," demikian pikir Runtu. </p><p style="text-align: justify;">"Kalau usaha ini gagal, aku akan kembali mencoba di sergapan berikutnya. Tapi aku usahakan sergapan kedua ini berhasil," yakin Runtu pada dirinya.</p><p style="text-align: justify;">Beberapa saat kemudian, Runtu sudah meluncur dari ketinggian menuju ke jantung kawanan kodok. Namun sayang, di sergapan kedua ini, ada seekor kodok yang menyadari kehadiran Runtu. "Krok .. krok.. krok..," suara kodok semakin bergemuruh. "Sepertinya pada kodok sudah sadar keberadaanku. Aku harus memanfaatkan keadaan kacau ini," tegas Runtu. Runtu tidak mau kehilangan buruan. Kawanan kodok lari tanpa arah. Memanfaatkan kekacauan ini, Runtu dengan mudahnya mengambil kodok gemuk pilihannya.</p><p style="text-align: justify;">"Hap, aku berhasil mencengkeram satu kodok," kata Runtu dengan puas. Sedikit terbang ke kanan Runtu mendapatkan lagi satu mangsa. "Aku sudah berhasil mendapatkan dua ekor. Dan mereka belum tahu arah seranganku berikutnya," kata Runtu dengan bangga. </p><p style="text-align: justify;">"Itu dia, ada satu ekor berlari ke arah mata air", kata Runtu dalam hati. Dengan cepat Runtu membuka paruh dan menyambar kodok itu. "Aku sudah mendapatkan tiga ekor walaupun dengan sedikit kekacauan," katanya. Berbekal tiga ekor buruan, Runtu kembali lagi ke dahan tempat bekas sarang bangau berada.</p><p style="text-align: justify;">"Puas sekali aku pagi ini. Aku berhasil mendapatkan lima ekor kodok. Dua gemuk dan tiga lagi sedang. Cukuplah untuk energi hari ini," kata Runtu dalam hati berpuas diri. Sambil menyantap daging buruannya, Runtu memutar otak mengatur siasat selanjutnya.</p>Hendrahttp://www.blogger.com/profile/07351562548562708436noreply@blogger.com0